Sabtu, 07 Juli 2012

SIKAP TEGAS TERHADAP YANG SESAT DAN TOLERANSI AGAMA

SIKAP TEGAS TERHADAP YANG SESAT DAN TOLERANSI AGAMA

Oleh : Anis Purwanto

            Munculnya berbagai aliran yang dianggap sesat didalam masyarakat akhir-akhir ini sangat mengganggu ketenteraman hidup beragama. Apalagi aliran sesat dan menyesatkan tersebut nyata-nyata hidup subur berdampingan, yang secara nyata berada disekitar kita, ditengah-tengan upaya kita menegakkan kebenaran. Hal tersebut membuat kalangan umat Islam menjadi resah, bingung. Pasalnya, mereka membawa ajaran baru yang bertentangan dengan prinsip keagamaan Islam. Meski, secara lahiriyah aliran yang kemudian kita anggap sesat tersebut menggunakan atribut islam, cara ibadahnya mirip dengan ibadah umat Islam, ia juga mengaku beragama Islam. Sebagaimana yang dilakukan oleh golongan Ahmadiyah paham yang dibawa oleh Mirza Ghulam Akhmad, yang dianggap oleh pengikutnya sebagai nabi yang terakhir setelah Nabi Muhammad SAW. 
            Untung kita selaku umat Islam memiliki barometer Al-Qur’an dan As-Sunah sebagai tolok ukur untuk mengetahui kebohongan seseorang, yang berani mengaku mendapat wahyu dan diangkat menjadi utusan Tuhan, “Muhammad itu bukannya bapak seseorang dari padamu, tetapi ia pesuruh Allah dan penutup sekalian Nabi” (QS. Al-Ahzab:40).  Malah dengan tegas berani di katakanan ,”Dalam umatku akan ada pendusta-pendusta, semuanya mengaku dirinya Nabi,. Padahal, aku ini penutup sekalian Nabi, yang tidak ada Nabi setelah aku”. HR. Mardawaih dan Tsauban). Sikap tegas terhadap adanya penyimpangan didalam pelaksanaan beragama ini memang harus kita lakukan.
            Dengan adanya prediksi yang tersurat didalam Al-Qur’an dan As-Sunah tersebut menjadi bukti yang kuat akan kebenaran mutlak agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW hingga akhir zaman. Namun, anehnya kita selalu terlambat menghendus kesesatan suatu ajaran. Kita menjadi sangat kaget, tiba-tiba mencuat besar dan menghebohkan umat Islam. Lagi-lagi yang menjadi korban adalah orang muslim yang masih awam. Lalu bagaimana sikap kita terhadap orang-orang yang terperangkap dalam aliran sesat tersebut ? Apakah kita dibenarkan bersikap marah dan brutal menghakimi mereka ?. menangkap, menghajar, membakar rumah dan tempat ibadah mereka ? . ingat Islam adalah agama damai, jangan kita kotori dengan cara anarkhis dan main hakim sendiri. Kalau demikian cara penyelesaiannya, kita sama-sama tersesat didalam kebingungan. Mestinya kita harus bersikap tasamuh atau toleransi yaitu sikap tak keberatan terhadap adanya perbedaan, akan tetapi bersikap tegas terhadap adanya penyimpangan.
            Sikap tegas terhadap ajaran yang kita anggap sesat dan menyesatkan umat itu, tercermin dari adanya Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor :188/94/KPTS/013/2001, tanggal 28 Februari 2011 tentang Larangan Aktifitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Jawa Timur. Pelarangan tersebut dilakukan karena Aktifitas Jamaat Ahmadiyah (JAI) yang dapat memicu dan/atau menyebabkan terganggunya keamanan dan ketertiban masyarakat di Jawa Timur, yang meliputi larangan menyebarkan ajaran Ahmadiyah secara lisan, tulisan maupun melalui media elektronik, larangan memasang papan nama ditempat umum, memasang papan nama pada masjid, lembaga pendidikan dan lain-lain dengan identitas JAI dan larangan menggunakan atribut JAI dalam segala bentuknya. Hal ini sebagai tindak lanjut dari Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia ( SKB  3 Menteri), Nomor : 3 Tahun 2008. Nomor : KEP-033/A/JA/6/2008. Nomor : 199 Tahun 2008, tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Indonesia. Sebab mengingat adanya aksi keras penolakan umat Islam terhadap aktifitas JAI, yang nyata-nyata telah banyak membawa banyak kerugian di masyarakat. Sebab warga masyarakat khusunya warga Jawa Timur wajib menjaga dan memelihara kerukunan antar umat beragama untuk menciptakan ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi terwujudnya persatuan dan kesatuan nasional.
            Kita mengetahui bahwa sikap tegas kita terhadap penyimpangan akidah selama ini, mesti kita barengi dengan sikap toleransi, dengan cara bil hikmah. Hal ini untuk mencegah bermainnya pihak ketiga yang ingin mengail di air yang keruh, “Serulah (semua manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui pada siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia-lah yang lebih mengetahui pada orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. An Nahl: 125).
            Sebagai seorang muslim, terlebih sebagai seorang praktisi penyiaran agama islam,  mempunyai kewajiban amar makruf nahi mungkar , dengan cara-cara yang bijaksana, demi terrwujudnya keteduhan dan kesejukan umat beragama dalam mengamalkan ajaran agamanya, menurut agama dan keyakinan masing-masing.  Prinsip penyiaran tersebut harus memakai rambu-rambu yang telah diatur, antara lain :
Pertama, Pelaksanaan penyiaran agama dilakukan dengan semangat kerukunan, tenggang rasa, saling menghargai dan saling menghormati antara sesamA umat beragama dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap hak dan kemerdekaan seseorang untuk memeluk/menganut dan melakukan ibadah menurut agamanya (SK Bersama menag dan Mendagri No. 1 Tahun 1979).
            Tata cara berdakwah telah diatur dengan baik dalam Al-Qur’an, yang berarti umat lain tidak boleh lompat pagar didalam menjalankan misi agamanya. Ajaklah seseorang untuk berusaha memahami agama dengan benar, terutama saudara kita seiman dan seagama untuk memahami agama yang dipeluk dan diyakini kebenarannya. Cara main paksa dalam penyiaran agama tidak dibenarkan. “tidak ada paksaan didalam beragama”. (QS Al-Baqarah : 256).
            Kadua, penyiaran agama tidak boleh dengan caci maki, menghina agama lain, apalagi memaksakan kehendaknya kepada orang lain dengan cara anarkis dan main hakim sendiri. Didalam UUD 1945 pasal 29 (1), disebutkan bahwa Negara menjamin kebebasan penduduknya untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-masing. Beribadah menurut agama dan keyakinan itu. Didalam berdakwah dilarang menjelek-jelekkan agama/kelompok lain, “Dan janganlah kamu memaki-maki (berhala-berhala) yang mereka sembah selain Allah, maka mereka nanti akan memaki-maki Allah dengan melampui batas dengan tanpa pengetahuan”(QS.Al-An’am:108).
Ketiga, Penyiaran agama dilarang dengan mencampuradukkan akidah/keyakinan. Toleransi dalam agama bukan berarti dengan semau gue mencampur adukkan  urusan ibadah dan akidah antara suatu agama dengan agama lain.  Kita seling menghormati dan saling menghargai pelaksanaan ibadah agama lain, “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku” (QS. Al-Kafirun:6).
             Memang Allah telah memberi perintah kepada umat Islam untuk menyerang dan memberantas kemungkaran di muka bumi ini, tetapi dengan cara yang hikmah. Prinsip dakwah ini sama dengan prinsip toleransi didalam hidup beragama dan bernegara. Akan tetapi tetap bersikap tegas terhadap yang sesat dan kemusyrikan. Kaum muslimin harus mampu menunjukkan bahwa dirinya merupakan umat yang paling unggul, yang mendapat tugas untuk mengeluarkan orang lain dari jurang kesesatan “mengajak kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar”.
            Kita sungguh menyesalkan lahirnya kelompok yang mengaku Islam tetapi membawa ajaran-ajaran yang sesat. Memang ada pandangan satu Islam seribu satu paham, namun mestinya hal-hal yang asasi dalam agama Islam harus menjadi rujukan utama, sehingga islam tidak semakin terpecah belah dan berkeping-keping dalam golongan yang tidak lazim. Sebab ajaran yang wajar dan tidak aneh-aneh pun masih banyak yang belum diamalkan, kenapa mencari yang tidak lazim. Dan sangat tinggi resiko yang dihadapi umat Islam jika terus menerus dihadapkan kepada masalah-masalah yang berhubungan dengan aliran sesat dan menyesatkan. Bahkan didalam upaya penyelesaian konflik  teologis yang berkepanjangan selalu diwarnai dengan konflik klasik, seperti perusakan, tindakan anarkis sampai kepada adanya pembunuhan. 
            Kita juga menyesalkan setiap tindakan kekerasan atas nama agama Islam. Kendati menghadapi paham sesat sekalipun, sebaiknya serahkan penyelesaian tindakan kepada system hukum yang berlaku atau melalui pendekatan-pendekatan yang lebih bermuatan dakwah Islam. Sebab masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, tatapi jangan sampai melembagakan kebiasaan tindakan anarkis atas nama Islam. Wallahu a’lam.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar