Senin, 02 Juli 2012

MENJAGA MELEMAHNYA HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH SWT


MENJAGA MELEMAHNYA HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH SWT
                                                        Oleh : Anis Purwanto

            Disaat tulisan ini saya tulis, kita umat Islam sedang menantikan datangnya bulan Ramadhan, bulan penuh ampunan Allah SWT, yakni bulan dimana kita ihklas berlapar-lapar dan dahaga, serta berupaya sekuat kemampuan kita untuk mempertahankan ibadah puasa kita dari semua godaan , yang berakibat hilangnya pahala puasa kita. Sebetulnya, secara lahiriyah kita mampu menahan lapar dan dahaga satu hari, dua hari atau bahkan lebih, akan tetapi yang lebih berat bagi kita adalah bagaimana mempertahankan dan menjaga pahala puasa . Bahkan Rasulullah sendiri pernah mensinyalir bahwa bahwa banyak orang yang puasa, tetepi hanya memperoleh lapar dan haus, artinya dia tidak mendapat faedah dari puasanya.

            Inilah  sebetulnya salah satu refleksi dari ibadah puasa kita, dimana kita menjalankan puasa sejatinya untuk mencapai tujuan utama agar kita lebih bertaqwa kepada Allah SWT.  Dengan kualitas ketaqwaan yang baik, hubungan timbal balik dengan Allah SWT akan tersambung secara kontinyu. Akan tetapi pada dataran kenyataan hubungan kita dengan Allah bisa saja meredup dan melemah , loyo tak bertenaga. Apalagi dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, banyak sekali fasilitas dan sarana kehidupan yang serba tersedia dimana-mana. Mulai kebutuhan pokok sampai barang-barang yang bersifat konsumtim lainnya. Semua perlengkapan itu ada dan mudah didapat, tergantung seberapa kemampuan daya jangkau kita, yang pasti kita hidup di tengah kemanjaan pasar. Bahkan dalam kondisi dan situasi seperti disaat akhir bulan puasa sekarang ini, perhatian kita tertuju kepada persiapan lahiriyah, untuk menyongsong datangnya saat lebaran.

            Nafsu manusia setiap harinya terus menerus di “gugah” agar mau menuruti keinginan hawa nafsu,  dan yang lebih celaka lagi kita terkadang tak kuasa menolak keinginan-keinginan itu. Karena kuatnya dorongan hati nurani yang sudah terjerat sifat-sifat yang kurang terpuji, seperti mencari popularitas sesaat lewat bertumpuknya fasilitas kehidupan. Malah manusia bisa stres ditengah-tengah gejolak jiwanya, untuk memilih sikap antara ya atau tidak, menerima atau menolak. Sehingga jiwanya menjadi pecah, tak mempunyai pendirian yang tangguh, gampang terkena bujuk rayu, jiwanya ringkih  gampang gelisah.   Manusia secara individu dalam masyarakat modern sekarang ini banyak digiring agar mau menuruti keinginan hawa nafsu atau memenuhi  kesenengan duniawiyah  dan menjauhkan diri dari upaya untuk mencari ketengan dan ketentraman  yang bersifat rohaniyah. Ditengah gejolak kehidupan yang semakin kuat daya saing ini , manusia banyak yang tidak mempunyai kesiapan dan kemampuan mental yang kuat. Orientasi kehidupannya, tertuju kepada mengejar kehidupan duniawiyah, tidak mau menyadari lagi akan adanya waktu yang akan datang, setelah kehidupan ini akan ada kehidupan lagi yang bersifat abdi, yaitu kehidupan akhirat. Lupa hakekat kehidupan , yaitu hidup bahagia  didinia dan diakhirat.

            Dengan menyadari rialita kehidupan yang ada, petunjuk  Allah SWT yang termuat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, perlu kita pahami agar kehidupan kita terbimbing dalam jalan Allah SWT. Kita menyadari bahwa manusia adalah mahkluk Allah yang diciptakan dalam keadaan yang sempurna. Mampu membedakan mana yang baik (hak) dan mana buruk (batil). Akan tetapi kita juga menyadari bahwa manusia senyatanya mempunyai sifat yang sangat lemah, serba kekurangan dan gampang lupa.

            Dalam kehidupan duniawiyah ini senyatanya kita tidak bisa sedikitpun terpisahkan dengan kebutuhan yang bersifat kebendaan. Apalagi untuk mencukupi kebutuhan pokok, termasuk kebutuhan “sandang, pangan , papan” sampai kebutuhan untuk mencukupi kebutuhan pendidikan anak-anak. Hal ini membutuhkan perjuangan yang berat, dengan memeras keringan banting tulang”,  panas tak dirasakan hujan tak dihiraukan.  Dengan perjuangan yang dirasa sudah maksimal itupun terkadang masih menemui  hambatan dan kegagalan. Meskipun sejatinya juga banyak orang yang dengan sedikit usaha mampu mengeruk keuntungan lebih banyak, meskipun harus sikut kiri, sikut kanan, jilat atas dan injak bawah.

            Dalam hal inilah kiranya Allah memerintahkan kita agar mengerjakan ibadah puasa, agar kita mampu menahan hawa nafsu, mampu mengalahkan keinginan-keinginan yang bersifat menuruti ajakan syetan. Rasulullah sendiri telah menegaskan  disaat datang dari perang Badar, dikatakan bahwa kita akan menuju perang yang lebih besar, yakni perang melawan hawa nafsu (jihadun nafs). Sehingga dengan menyadari hakekat kehidupan yang senyatanya, kita lantas mempunyai sikap optimis untuk menghadapi kehidupan, sebab mempunyai sumber kekuatan yang Maha Dahsyat, yakni Allah SWT. Meskipun disaat ini kita , bila diukur secara kebendaan kita belum berhasil, dengan perjuangan dan do’a serta bertawakal kepada Allah SWT, kita berharap disaat yang akan datang upaya itu akan membuahkan hasil. Paling tidak ucapan do’a yang kita panjatkan itu merupakan ibadah yang mendapat pahala disisi Allah SWT. Di sisi lain kita juga diajarkan agar tidak hentinya bersyukur kepada Allah SWT, sekecil apapun anugerah Allah, pasti mendatangkan faedah yang lebih besar bagi kita. Dan dalam senyatanya masih banyak orang yang apabila diukur secara lahiriyah, lebih sengsara dibanding kita saat ini.  Syukur kita panjatkan kepada Allah SWT.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar