Jumat, 06 Juli 2012

MEMELIHARA CINTA KASIH ALLAH


MEMELIHARA CINTA KASIH ALLAH
Oleh : Anis Purwanto

            Sebagai wujud bahwa Allah SWT itu Maha Rahman dan Maha Rahim kepada semua mahkluknya, maka diutuslah manusia pilihan dinatara ummat-Nya, yang selanjutnya kita sebut sebagai Nabi dan Rasul. Nabi dan Rasul membawa petunjuk ilahiyah untuk pedoman hidup dan kehidupan manusia di dunia, agar semua mahkluk-Nya hanya beribadah kepada Allah, bukan kepada” Ilah” yang yang lain. Sebab hakekat penciptakan manusia di dunia ini hanyalah untuk ‘menyembah’ Allah SWT. Misi Nabi dan Rasul di dunia ini membawa semua umatnya agar berprilaku yang baik dan menjauhi semua tindak kemungkaran.
            Dalam Islam kita mengenal Rasul berjumlah 25 orang, meskipun sebagian ulama ada yang menyebutkan jumlahnya lebih dari itu bahkan ratusan dan Nabi jumlahnya ribuan. Karena setiap umat mempunyai Nabi sendiri-sendiri. Sedang Nabi Muhammad SAW, sebagaimana kepercayaan Islam merupakan Nabi dan Rasul penutup zaman, yang mempunyai umat terbesar sampai di akhir zaman nanti.
            Umat Nabi Muhammad SAW, yaitu umat yang hidup di zaman Nabi Muhammad SAW sampai kurun waktu setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.  Misi Nabi Muhammad SAW membawa manusia kebahagiaan hakiki di dunia dan akherat, yaitu kebahagiaan yang telah dijelaskan dengan jelas dalam Al-Qur’an, bukan kebahagiaan menurut teorinya manusia ahli sekalipun. Sebab kebahagiaan menurut teori manusia cenderung mempunyai sifat yang sangat relatif, yang dibentuk menurut keinginan, selera dan bahkan hawa nafsu duniawiyah. Kebahagiaan yang hakiki yaitu kebahagiaan yang dirumuskan oleh Allah dan Rasul yang jadi panutannya. Teori kebahagiaan yang pasti cocok dengan tingginya martabat manusia, sebagai “kalifatullah fil ardh”. Bukan kebahagiaan yang justru malah menurunkan nilai kemanusiaan, kebahagiaan semu, yang secara lahiriyah nampak indah dan mempesona,  akan tetapi mengandung ancaman dan bahaya , baik untuk dirinya, keluarganya maupun negara.
Misi Nabi Muhammad, yang juga misi Islam yang tujuannya menyebarluaskan dan memberikan rahmat Allah untuk semua mahkluk di jagat raya ini. Dengan Islam, rahmat Allah akan terlihat indah dan dapat dirasakan nikmat bagi pemeluknya, termasuk kepada non muslim. Dan setiap muslim, dengan segala kemampuannya, dituntut agar bisa dan mau berperan meratakan rahmat Allah kepada semua mahkluk. “Sebenarnya Allah telah membeli jiwa raga, kemampuan, tenaga dan fikiran kaum muslim, seerta harta bendanya, yaitu yang akhirnya akan diganti dengan sorga”. (QS. At-Taubah:111).
            Disini telah terlihat adanya kontrak antara Allah dengan orang yang beriman, bahwa jiwa raga, harta benda serta semua potensi diri orang yang beriman kepada Allah SWT, akan dibeli  dan ditukar oleh Allah dengan jaminan sorga. Imbalan Allah yang diberikan kepada orang yang dengan semua potensi diri hanya untuk mengabdi Allah itu, hanya sebagian kecil dari wujud kasih sayang Allah.
 Sebab masih banyak lagi wujud kasih sayang Allah yang akan terus menerus diberikan Allah kepada umat yang mau “syukur” atas semua nikmat-Nya. “Barang siapa yang mau bersyukur akan nikmat Allah akan ditambah kenikmatan yang lebih banyak lagi”. Pengaruh dari tindakan orang mukmin didalam pengabdiannya kepada Allah SWT sebagai rahmat yang membawa manfaat kepada orang lain disekitarnya.

            Namun karena kemampuan seseorang yang satu dengan yang lainnya tidak sama, baik di bidang lahiriyah, seperti harta benda, dan lain-lainnya, maka rahmat Allah yang disebarluaskan kepada orang lain juga tidak sama. Ada orang yang mempunyai ketrampilan dan kemampuan yang sangat tinggi, sedang dan ada yang rendah. Ada yang kaya, cukup dan fakir miskin. Ada yang kuat fisiknya, lemah dan ada yang sakit-sakitan. Bahkan ada yang secara lahiriyah dia mampu akan tetapi secara batiniyah ia sangat ringkih. Meskipun ini semua merupakan sunatullah, yang dapat terjadi pada semua masyarakat. “Barang siapa mengetahui hal-hal yang bersifat mungkar, maka rubahlah dengan tanganmu (kemampuan fisik, karena mempunyai jabatan, kekuasaan dll), apa bila tidak mampu maka rubahlah dengan lesanmu, bila tidak mampu maka berdo’alah kepada Allah, meskipun upaya ini merupaka model dari selemah-lemah usaha (iman)”.
            Karena adanya perbedaan kemampuan seseorang didalam menyebarluaskan rahmat Allah kepada orang lain, maka setiap mukmin mempunyai kesempatan yang tidak sama juga didalam menyebarluaskan rahmat Allah kepada orang lain. Namun karena sudah ada kontrak antara seorang mukmin dengan Allah SWT, maka menjadi kewajiban setiap kaum muslimin, sesuai dengan kemampuan yang ia miliki, supaya rahmat Allah itu bisa merata . Rahmat Allah tersebut bisa berupa ahklakul karimah, harta benda yang diinfakkan untuk jalan Allah, dan lain-lainnya.
            Bila Rasulullah SAW di “utus” sebagai rahmat bagi seluruh alam, maka alangkah indah dan bangganya hati kita, bila kita sebagi umat pengikut Rasul  juga berperan aktif menyebarluskan rahmat Allah. Tidak perlu, seluas isi alam seperti yang dilakukan Rasul, saya kira, untuk kita cukuplah rohmat Allah itu kita dahulukan untuk keluarga kita, saudara, teman karip, tetangga, dan bila sudah mampu baru kita lanjutkan untuk masyarakat luas.    
            Rahmat untuk keluarga ,  kita upayakan agar rahmat itu menjadi pondasi yang kokoh didalam membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah dan warhmah, “Rumahku adalah sorgaku”. Kita berupaya bagaimana agar Rumahku adalah surgaku jadi kenyataan. Inilah rahmat Allah yang selalu menjadi cita-cita bagi setiap pasangan suami istri. Keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah tercurah untuk semua anggota keluarga. Sebab cita-cita ini terwujud secara tiba-tiba, akan tetapi haruslah kita tanam mulai pertama masuk dijenjang perkawinan, yang selanjutnya mempunyai anak yang harus kita didik sejak dini, kita beri ajaran ahklakul karimah, kita arahkan berjalan di jalan yang baik “sirotol mustakim”. Sebab melalui keluarga inipun kita nanti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah dihari pengadilan Ilahi Rabbi.
            Untuk Masyarakat sekeliling, peran kita sebagai seorang muslim juga diharapkan dapat menjadi rahmat untuk orang lain. Hal ini bisa kita lakukan, paling tidak dengan memperlihatkan ahklakul karimah,  budi pekerti yang luhur kepada orang lain, tetangga, sekampung . Sebab pada hakekatnya sebaik-baik manusia adalah mereka yang dapat memberi jasa kepada sesama manusia. Dengan syarat, iklas karena Allah.
            Allah yang telah “ngontrak” jiwa dan raga setiap muslim, untuk berperan aktif menyebarluaskan rahmat Allah kepada sesama. Ini merupakan bentuk pengabdian yang kaffah kepada sang Khalik. Sebagai pembawa rahmat, Al-Qur’an dan Al Hadist menjadi pedoman utamanya. Sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dan ini salah satu upaya kaum muslim didalam memelihara dan menyebarluaskan rahmat Allah untuk sesama “rahmatan lil “alamin”. Wallahu a’lam.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar