Rabu, 06 November 2013

KHUTBAH JUM'AT : ISLAM AKAN TERUS ADA DAN TETAP BERSINAR



KHUTBAH JUM’AT
 ISLAM AKAN TERUS HIDUP DAN TETAP BERSINAR
Oleh : ANIS PURWANTO

Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Sebuah dinamika kehidupan hanya dapat kita nilai manakala kita mau merenungkan langkah-langkah kita dimasa lalu dan kemudian memikirkan apa langkah kita dimasa-masa yang akan datang. Maka alangkah baiknya pada kesempatan mulia ini kita merenung dan menghitung diri kemudian berusaha untuk terus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita, melaksanakan segala perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, sehingga kualitas kehidupan kita di masa datang akan lebih baik dari masa lalu. Shalawat dan salam kita sampaikan kepada baginda Rasulullah SAW, teladan umat semesta, panutan dalam merealisasikan ketaqwaan dalam kehidupan nyata, dalam bermasyarakat dan bernegara.
Disinilah  sebenarnya letak hakekat taqwa yang merupakan kunci sukses bagi seorang hamba Allah untuk mendapatkan tempat tertinggi disisiNya. Semoga kita termasuk diantara hamba-hamba Allah yang muttaqin.
Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
            Tahun baru hijrah 1435 H baru kita rayakan dan kini gempitanya masih kita rasakan. Tentunya tidak salah jika kita mengambil kembali pelajaran atas peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dari kota Mekah ke Madinah 1435 tahun silam itu. Marilah kita belajar kepada Rasulullah SAW, bagaimana menjadi amanat, memenuhi janji dan pemberani, tentunya.
            Pertemuan orang kafir di Darun Nadwah, disejarahkan bahwa  MPR nya orang kafir saat itu, telah menelorkan keputusan untuk membunuh Rasulullah SAW. Untuk mewujudkan hal itu, Abu Jahal sebagai pimpinan orang kafir mengumpulkan pemuda dan bodyguardnya. Maka, terkumpullah 20 pemuda yang diberi tugas mengepung rumah Rasulullah SAW, rumah petunjuk dan kebenaran, rumah dari sahabat Malaikat Jibri.  Sementara itu Rasulullah SAW, memberitahu Ali apa yang akan dilakukannya. Lalu, beliau berkata kepadanya, “Ali, tidurlah kamu malam ini diatas pembaringanku, Ali menjawab: Jiwaku akan menjadi tebusanmu wahai Rasulullah”. Allah kemudian memberitahukan apa yang terjadi di Darun Nadwah ,“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir Quraisy memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakannmu atau membunuhmu, atau mengusairmu. Mareka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya”. (QS Al Anfal:30). Tujuan mereka sangat jelas, yaitu menangkap, membunuh  atau mengusir Rasulullah SAW. Berangkatlah ke 20 orang itu untuk mengepung rumah Rasulullah SAW. Lalu, siapakah yang menjaga dan melindungi Rasulullah ?.
Ma’asyiral Muslimin rokhimakumullah.
            Didalam rumah Rasulullah SAW, terlihat tengah memuji, berzikir, dan bertasbih kepada Allah SWT. Suara kebenaran senantiasa akan meninggi dengan zikir kepada Allah, sementara suara kebatilan hanya mengancam dan menakut-nakuti. Dan tibalah waktu yang ditunggu-tunggu, Ali pun telah menempati pembaringan beliau, yang ini berarti Ali siap menghadapi resiko apapun yang akan terjadi. Rasulullah SAW pun keluar dari rumahnya dengan selamat.
وَجَعَلۡنَا مِنۢ بَيۡنِ أَيۡدِيہِمۡ سَدًّ۬ا وَمِنۡ خَلۡفِهِمۡ سَدًّ۬ا فَأَغۡشَيۡنَـٰهُمۡ فَهُمۡ لَا يُبۡصِرُونَ
 “Dan Kami adakan dihadapan mereka dinding dan dibelakan mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat”. QS Yasin :9
            Dengan qudrah dan kehendak Allah, dalam ayat itu disebutkan mata orang-orang yang mengepung tertutup dan tidak bisa melihat. Allah menggunakan kata “Fa aghsyainahum” - Kami tutup (mata) mereka, dan tidak menggunakan kata “ Fa amnahum” -  Kami buat mereka tidur, karena kalau mereka tidur, mareka bisa jadi akan terbangun manakala mendengar suara gerakan. Maka Rasulullah pun bisa melewati mereka dengan leluasa. Bersama Abu Bakar telah pergi meninggalkan mereka, menempuh jalan yang telah ditentukan. Kafilah tauhid telah berlalu, kafilah Islam telah berjalan meskipun serigala menggonggong di tengah jalan.
Ma’asyiral Muslimin rokhimakumullah.
            Sekarang, hijrah yang berarti meninggalkan, berpindah atau berubah, adalah perbendaharaan umat yang paling berbinar. Hijrah adalah semangat perubahan yang tak kenal henti. Ia bagaikan ombak samudra yang terus menerus menerpa pantai. Hijrah adalah etos kerja untuk meraih cita-cita dan kedudukan mulia (maqomam mahmudah). Hijrah adalah pedang kelewang yang akan menebas segala kegelapan, kebodohan, kemiskinan dan kebatilan. Dengan semangat hijrah itu pula, kita akan mengubah nasib dan melepaskan topeng-topeng buruk yang telah menutupi keindahan wajah dan jati diri kita sebagai pembawa pelita, cahaya rahmatan lil alamin. Karena, kita sadar bahwasannya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubah nasibnya.
            Akan tetapi, hijrah tidaklah berdiri sendiri. Hijrah adalah senyawa iman dan kesungguhan :
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَـٰهَدُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمۡوَٲلِهِمۡ وَأَنفُسِہِمۡ أَعۡظَمُ دَرَجَةً عِندَ ٱللَّهِ‌ۚ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡفَآٮِٕزُونَ
 “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya disisi Allah, dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”. (QS At Taubah:20).
Ma’asyiral Muslimin rokhimakumullah.
            Iman, hijrah dan jihad adalah rumus sukses untuk meraih tujuan.  Kini, peristiwa hijrah yang didalamnya tersimpan suatu kebijaksanaan sejarah atau sunatullah, agar membuka tutup mata kita untuk senantiasa mengambil hikmah, meneladani dan mentransformasikan nilai-nilai dan ajaran Rasulullah SAW dalam konteks kekinian.
Pertama, adalah transformasi keummatan. Bahwa nilai penting atau missi utama hijrah Rasulullah beserta kaum muslimin adalah untuk menyelamatkan nasib kemanusiaan. Betapa serangkaian peristiwa hijrah itu, selalu didahului oleh fenomena penindasan dan kekejaman. Dan tujuan dari hijrah, dalam visi Al-Qur’an itu, agar manusia dapat mengenyam kebebasan. Jadi tidak semata-mata perpindahan fisik, melainkan lebih dari melibatkan hijrah mental-spiritual, sehingga mereka memperoleh kesadaran baru bagi keutuhan martabatnya. Maka halangan, hadangan, tipu daya bahkan ancaman pembunuhan dapat dihadapi, demi terwujudnya tatanan masyarakat berdasarkan moral utama (makarimal akhlaq), suasana tenteram penuh persaudaraan dalam pluralitas (ukhuwah) dan mengedepankan misi penyejahteraan rakyat (al-maslahatul al-ra’iyah).
Kedua, adalah transformasi kebudayaan. Hijrah dalam konteks ini telah mengentaskan masyarakat dari kebudayaan jahili menuju kebudayaan Islami, yakni mengembalikan keutuhan moral dan martabat kemanusiaan secara universal (rahmatan lil alamin). Sebab martabat atau hak-hak asasi, yang merupakan pundamen utama suatu kebudayaan .
Ketiga, adalah transformasi keagamaan. Transformasi inilah, yang didalam konteks hijrah, dapat dikatakan sebagai pilar utama keberhasilan dakwah rasulullah. Dimana Rasulullah selalu mengedepankan ukhuwah.
            Demikianlah Islam, mengajarkan kepada kita prinsip hijrah yang pada dasarnya bertujuan untuk kebaikan dunia dan akhirat kita, yakni hijrah yang terkait dengan situasi, kondisi dan keadaan, seperti hijrah dari situasi jahiliyah yang mendominasi system dan gaya kehidupan (life style) kita, kondisi dimana kemungkaran dan kemaksiatan merajalela, sebagai akibat system jahiliyah yang diterapkan, dan dalam kondisi penjajahan modern dan dominasi asing dalam berbagai lapangan kehidupan.  
            Hijrah adalah solusi dari berbagai kondisi pahit. Hijrah adalah jalan kemerdekaan dari belenggu dan penjajah system jahili. Karena hijrah adalah system nilai yang datang dari Allah, maka hijrah tersebut akan bernilai di mata Allah dan menghasilkan berbagai manfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat kita. Demikian sekelumit tentang hijrah, semoga kita dapat mengaktualisasikannya  dalam kehidupan nyata. Amin ya rabbal ‘alamin. (Diambil dari berbagai sumber).