Sabtu, 21 Juli 2012

PUASA SEBAGAI MADRASAH RUHIYAH


PUASA SEBAGAI MADRASAH RUHIYAH
Oleh : Anis Purwanto

            Bulan Ramadhan adalah bulan dimana kita diwajibkan untuk melaksanakan ibadah puasa. Oleh karena itu sudah sepantasnya apabila umat Islam selalu gembira setiap datangnya bulan Ramadhan. Sebab bulan Ramadhan dipandang sebuah bulan yang sangat istimewa, karena satu bulan dimana Allah nenebarkan semua kebaikan dimuka bumi. Perasaan ini selalu “deg-degan” laksana seorang gadis yang menanti datangnya seorang kekasih yang bertandang “apel” dimalam minggu. Di dalam hati sanubari bergejolak, tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Rasa gugup, cemas, senang, penuh jadi satu, tetapi juga terselip rasa pengharapan yang tidak terhingga. Demikian halnya kehadiran bulan Ramadhan, perasaan yang sangat manusiawi itu merupakan pertanda dimana umat Islam sangat mengharap akan menjadikan Ramadhan sebagai tonggak sejarah pembaharuan iman dan taqwa kepada Allah. Ramadhan sebagai undangan Allah bagi seluruh umat manusia yang beriman kepada Allah SWT. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah ayat 185 :
شَہۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدً۬ى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَـٰتٍ۬ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِ‌ۚ فَمَن شَہِدَ مِنكُمُ ٱلشَّہۡرَ فَلۡيَصُمۡهۖ
“Beberapa hari yang ditentulkan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan permulaan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang batil. Karena itu, barang siapa diantara kamu hadir dinegeri tempat tinggalnya dibulan ini, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”.
            Undangan Allah SWT untuk orang yang beriman tentu mengandung maksud bahwa Allah SWT sangat cinta kepada umat-Nya. Oleh karena itu undangan yang mengandung pengharapan umat agar mendapat rahmat dan ampunan Allah SWT, menjadi momentum yang sangat penting dalam proses pencapaian kualitas manusia, “Barang siapa berpuasa Ramadhan yang didasarkan iman dan mengharap rahmat Allah, akan diampuni segala dosa yang telah lalu”.
            Pengampunan akan dosa sampai batas yang tidak terhingga (yang telah lalu), membuktikan bahwa Allah SWT benar-benar mempunyai perhatian dan kasih saying kepada Allah SWT. Paling tidak dapat dipergunakan sebagai pembuktian adanya pengorbanan yang tulus dari hamba kepada sang kholik.
            Bulan Ramadhan oleh umat Islam sering difahami mempunyai tingkatan mulai dari “rahmat” tengahnya “maghfirah” dan akhirnya “itqun minan-n-nar”. Pemahaman yang demikian itu msti mengandung maksud hikmah dan perhatian yang sangat penting.. Sebagaimana orang yang baru menaiki tangga, kita mesti menapak anak tangga yang paling bawah terlebih dahulu, kemudian seterusnya sampai akhirnya pada tataran yang tertinggi. Akan tetapi esensi terpenting dari disyariatkan puasa adalah tercapainya kualitas ketaqwaan kepada Allah SWT.
            Undangan resmi Allah kepada semua orang yang beriman, bertujuan merajut komonikasi yang sangat erat dengan Allah SWT.  Karena itu sangat merugi bagi umat manusia yang mengaku beriman kepada Aallah SWT tidak memanfaatkan kesempatan luas, yang hanya terjadi satu kali dalam satu tahun itu. Siapkah kita menerima kehadiran tamu ‘Ramadhan’ ?. Apakah kita selalu menyiapkan diri serta ‘uba rampe’ untuk menyambut dan ‘mangayubagya’ pertemuan kita dengan syahrun Mubarak, bulan yang diberkahi. Menyiapkan fisik yang sehat agar ringan didalam melaksanakan tugas ilahiyah. Mmmpunyai semangat yang tinggi didalam melaksanakan semua amaliyah Ramadhan. termasuk menyiapkan jiwa dan mental agar kuat menghadapi godaan.
            Apabila dapat kita ibaratkan, kita kedatangan seorang tamu “agung”, seorang tokoh yang kita anggap sebagai panutan atau pimpinan yang berlefel pejabat tinggi, tentunya kita merasa senang dan mendapat kehormatan yang sangat tinggi. Semua kita siapkan untuk menyambut dan menjamu tamu kita itu “saguh, gupuh, lungguh dan suguh”. Tak terkecuali semua kerabat kita ajak agar dapat menyaksikan tamu kita itu. Paling tidak akan merasakan enaknya oleh-oleh yang dibawa sang tamu. Demikian juga Ramadhan, kita sambut, kita nikmati hasil dari keihklasan kita dalam menjalankan ibadah puasa. Apalagi yang namanya bulan Ramadhan bagi umat Islam adalah bulan yang sangat istimewa. Bulan Ramadhan ditempatkan sebagai p[eristiwa yang sangat “pethingan”, sebab didalamnya membawa bermacam-macam kebaikan dari Allah SWT, dunia dan akhirat. Bulan Ramdhan laksana jembatan nahkan jalan tol yang mempermudah proses “kemesraan” antara umat yang beriman dengan Allah. Selain itu Ramadhan menjadi “terop agung” dan gapura masuknya orang mukmin ke sutga. Karena kedekatan kita dengan Allah terjalin sangat mesra, apapun yang kita minta akan dipertimbangkan oleh Allah. Malah syetan dan jin yang diidentikkan dengan godaan menjadi tak berkutik, “Apabila malam pada bulan Ramadhan, syetan-syetan dan jin yang durhaka dan sangat engkar itu dibelenggu. Pintu neraka ditutup rapat, tak satupun yang terbuka. Dan pintu-pintu surge semua dibuka, tak satupun yang tertutup” (HR. Tirmidzi).
            Makanya santa rugi apabila momentum ibadah di bulan Ramadhan, yang merupakan undangan Allah ini tidak mendapat jawaban yang positif dan dukungan semua kaum muslimin. Mestinya dalam setiap detiknya kesempatan ini bias kita manfaatkan untuk kebaikan, meningkatkan jumlah amal shaleh dan mohon terampuninya segala dosa.

Pelatihan Rohani.
            Bulan Ramadhan adalah merupakan bulan pelatihan rohani (spiritual exercise). Dimana fisik dan rohani manusia ibarat mesin yang harus istirahat untuk menjalani servis total di bengkel, agar bias awet dan lebih baik kerjanya serta dapat menghasilkan lebih optimal.
            Komponen manusia secara fisik dan mental dalam putaran kehidupan setahun, kemungkinan besar mengalami gangguan tehnis, ada saluran darah yang tidak beres, ada urat yang terjepit, ada jantung, mag dan ginjal yang terganggu dan lain sebagainya. Sehingga akibatnya, semangat ibadahnya bias menurun, gerakan shadaqohnya menjadi lemah. Rasa toleransinya juga tidak peka.
            Dengan masuknya kita dibengkel Ramadhan, maka jasmani dan rohani akan menjadi sehat dan kuat. Paling tidak semua dorongan nafsu dan keinginan yang berlebihan dan tidak proporsional bias ditekan pada batas yang wajar, atau bahkan bias dikurangi. Selanjutnya kita bias menciptakan suasana kehidupan yang sederhana, harmonis dan penuh kedamaian.
وَلَا تُسۡرِفُوٓاْ‌ۚ إِنَّهُ ۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ
“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al An’am : 141).
            Apabila mengingat akibat dari adanya era modernisasi seperti sekarang ini, dimana kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi sangat pesat, sedikit banyak akan dapat mempengaruhi tata kehidupan manusia. Selain dampak positip modernisasi akan membawa kepada kesejahteraan, akan tetapi juga membawa dampak negatip, dimana kerusakan akibat dari modernisasi lebih kita rasakan dari pada kemaslahatannya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang melaju dengan cepat ternyata banyak juga yang didak memberikan makna  pada kehidupan. Kita lupa bahwa dibalik kemajuan itu ada azab sengsara karena modernisasi (the egony of modernization) , misalnya kian meningkatnya kriminalitas dengan tindak kekerasan, pemerkosaan, judi, narkoba, kenakalan remaja, prostitusi, bunuh diri, gangguan jiwa dan berbagai kerusakan lingkungan hidup dan tata nilai kehidupan. Bahkan penyelesaian yang ditawarkan terkadang justru akan menambah kebinasaan. Oleh karena itulah kemudian Allah memberi jalan keluar penyelesaian yang sangat bagus, sebagaimana yang dijanjikan didalam Al-Qur’an Surat Ath Tholaq ayat 2 dan 4 :
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُ ۥ مَخۡرَجً۬ا
“Barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar”.
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُ ۥ مِنۡ أَمۡرِهِۦ يُسۡرً۬ا
“Barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”.
            Bahkan untuk memberikan penekanan akan pentingnya peranan puasa didalam upaya peningkatan ketaqwaan kepada Allah SWT maka puasa Ramadhan dapat dipergunakan sebagai training raksasa. Sebuah pendidikan dan pelatihan ruhaniyah besar-besaran yang diikuti jutaa peserta yang menyatakan diri sebagai muslim, dalam waktu yang bersamaan. Tidak ada pelatihan di dunia ini yang hebatnya melebihi puasa Ramadhan. Tanpa penilaian, tanpa dukungan biaya, anggaran murah, produktif dan efektif. Sebab setiap peserta mengikuti pendidikan dan pelatihan ini dengan tertip, tekun dan disiplin diri yang ekstra ketat.
            Diketahui orang atau tidak, ditempat sepi sendiri atau ditempat ramai ditengah kerumunan masa, dia tetap disiplin berpuasa. Selain disiplin dan jujur, peserta pelatihan raksasa di bulan Ramadhan itu berwatak sabar, tabah dan tahan uji. Betapapun rasa haus dan lapar, bila niat dan tekat telah bulat, pantang mundur selangkah, tak mau minum bila belum waktu berbuka. Serempak dengan itu, akan tumbuh etika social yang membekas dalam kalbu. Dan alangkah sedih dan pedihnya nasib orang yang tidak berpuasa, yang tidak punya hari esok, hari demi hari dililit nestapa yang tidak berkesudahan, kapan derita hidup itu akan berakhir. Sebaliknya orang yang berpuasa, betapapun beratnya, masih punya harapan yang cerah, tidak lama lagi, nanti sore, bila saat berbuka puasa telah tiba.

Madrasah Ruhaniyah.
            Bulan Ramadhan adalah merupakan Syahrun ruki wal imani yakni bulan yang mengandung nilai-nilai ruhaniyah dan keimanan. Karena isi dari madrasah ruhiyah melatih dan membina umat Islam untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Sehingga agenda utamanya yaitu sebagai proses untuk meningkatkan iman menjadi taqwa. Orang beriman menjadi lebih bermutu setelah menjalankan puasa dan ibadah lainnya dalam bulan suci. Ketaqwaannya meningkat ditandai dengan makin bagus ibadah dan amal shalihnya. Keihklasannya dalam beribadah dan beramal selama satu bulan penuh berhasil membina karakter dan perilaku terpuji, kebajikan yang terbentuk bukan hanya kesalehan individual tetapi juga kesalehan social.
            Puasa salah satu bentuk ibadah yang bertujuan untuk menjadikan pelakunya sebagai orang yang bertaqwa, akan berhasil dicapai oleh orang yang sungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadahnya. Oleh karena itu ibadah puasa harus kita laksanakan dengan penuh kesadaran yang tinggi. Tidak hanya kita laksanakan pokok gugur kewajibana atau ibadah yang bersifat rutin. Namun puasa merupakan sarana olah kejiwaan, harus kita raih hasil dan pengaruhnya bagi upaya peningkatan kualitas ketaqwaan. Bagi orang yang tidak masuk dalam katagori orang beriman atau lemah imannya akan menemui kegagalan dalam madrasah Ramadhan. Sebab masih banyak gejala bagi kaum muslimin, bahwa puasa hanya terjadi pada bulan puasa Ramadhan, setelah bulan Ramadhan habis, mental atau rohaniyahnya kembali lagi seperti sebelum melaksanakan ibadah puasa. Mereka hanya ikut-ikutan dan asal-asalan, seperti prediksi Nabi – “Hanya akan mendapatkan lapar dan dahaga saja dalam puasanya”, alias sia-sia. Kita memang harus puasa sepanjang masa, artinya nilai-nilai puasa yang kita peroleh dalam satu bulan, harus dapat menjiwai hidup dan kehidupan kita selama satu tahun, sampai datangnya Ramadhan lagi.
            Sebagaimana disebutkan didalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 183 :
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡڪُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِڪُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ (١٨٣)
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.
            Agar kamu bertaqwa, di akhir ayat tersebut merupakan nilai yang sangat tinggi, yang akan dicapai oleh orang-orang yang menjalankan ibadah puasa. Sebab taqwa mempunyai makna yang sanagat mendalam dan mulia, yang mencakup semua kebaiakan dan menghilangkan semua kemungkaran. Sehingga taqwa yang menjadi tujuan puasa juga merupakan akumulasi ahklak Islam. Oleh karena itu betapa erat dan kuatnya hubungan antara ibadah dengan ahklak. Ibadah yang dikerjakan dengan sempurna, akan mmenghasilkan ahklak yang mulia “al-aklakul al karimah”, atau ahklak yang mulia merupakan hasil dari ibadah yang baik.
            Secara antalogis taqwa berarti menghadirkan kesadaran berketuhanan dalam kehidupan sehari-hari. Eksestensinya hanya diakui sebagaimana pesan Al-Qur’an dalam Surat Al-Baqarah ayat 115:

وَلِلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ وَٱلۡمَغۡرِبُ‌ۚ فَأَيۡنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّهِ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ وَٲسِعٌ عَلِيمٌ۬ (١١٥)

“Dan kepunyaan Allah-lah timu dan barat, maka kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mendengar”.
            Kehadiran transenden ditengah-tengah kita harus bias mempengaruhi perilaku dan pikiran kita agar menjadi lebih berbobot, amanah, taat dan manfaat bagi sesame. Menghadirkan spirit ilahiyah dalam pribadi kita akan dapat memperkukuh niat tulus kita untuk memahknai hidup ini lebih baik lagi, memperteguh keimanan kita, membangun diri kita menjadi manusia pemberani untuk peduli menegakkan kejujuran, keadilan dan kebenaran serta menghadirkan rasa takut hanya kepada Allah SWT. Sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an Surat Al Maidah ayat 8 :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٲمِينَ لِلَّهِ شُہَدَآءَ بِٱلۡقِسۡطِ‌ۖ وَلَا يَجۡرِمَنَّڪُمۡ شَنَـَٔانُ قَوۡمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعۡدِلُواْ‌ۚ ٱعۡدِلُواْ هُوَ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰ‌ۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ (٨)
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
            Karena barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, dengan mengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya niscaya diberi bimbingan untuk mengetahui yang hak dan yang batil. Sebab taqwa adalah barometer keimanan seseorang muslim. Dengan taqwa mata hati akan terbuka untuk melihat dan menerima kebenaran.
            Karena itu rasulullah memberikan penekanan kepada orang yang berpuasa dengan kata “imanan wahtisaban”,  artinya ibadah siyam dilakukan atas dasar keimanan yang benar, keyakinan yang mantap dan perhitungan atau evaluasi yang terus menerus. Karena itu puasa mesti dimulai dengan niat yang ihklas. Tanpa niat yang terpancar dari hati yang tulus, puasa tidak tidak mempunyai  makna apa-apa.
            Orang beriman yang berhasil mencapai tingkatan taqwa dengan puasanya, akan mampu mengendalikan diri secara sempurna. Bukan hanya dosa-dosanya yang telah lalu diampuni, tetapi juga kesalahan-kesaalahannya yang akan dating. Karena mereka para muttaqin akan mampu mengontrol perbuatannya di masa depan. Sehingga tidak terjerembab pada laku dan perbuatan yang merugikan. Sebaliknya yang tumbuh dari padanya adalah amal kebajikan yang membawa manfaat untuk dirinya dan orang lain.
            Sebab kehidupan manusia di dunia ini tidak hanya bersifat individual, melainkan juga berdimensi spiritual dan social. Seseorang tidak mungkin hidup sendiriian. Dia pasti membutuhkan orang lain. Orang yang dalam hidupnya tidak mempedulikan sesamanya, usahanya semata-mata untuk kepentingan dirinya sendiri. Sesungguhnya dia berada pada tingkatan hidup yang paling rendah. Orang yang seperti ini tidak akan menjumpai kebahagiaan hakiki. Hidupnya terasa hampa dan tidak sempurna.
            Madrasah Ramadhan mendidik dan melatih manusia beriman agar menjadi insane kamil, manusia yang mulia disisi Allah. Hidupnya berjalan sesuai fitrahnya. Dan secara fitrah manusia diciptakan oleh Allah bukan sekedar mahkluk individual, tetapi juga sebagai mahkluk social dan spiritual. Siyam Ramadhan melatih dan menghidupkan benih-benih social dan spiritual, sehingga realitas hidupnya akan berjalan dengan tuntutan jiwa dan fitrahnya. Dan kebahagiaan itu akan dinikmati tatkala kehidupan yang ia jalani sesuai dengan tuntutan fitrahnya. Mereka menemukan hidup yang berkualitas, baik sebagai mahkluk individu, social dan spiritual. Karenanya tiga karakter dasar manusia inilah yang dikembangkan secara harmonis didalam madrasah Ramadhan.
            Siyam dan ibadah lainnya dalam bulan Ramadhan dikatakan berhasil bila memberikan dampak positif dalam kehidupan seseorang, yakni adanya peningkatan kualitas hidup, baik secara individual, peningkatan kualitas komunal dan social, peningkatan kesadaran terhadap lingkungannya dan peningkatan spiritual dalam hubungannya dengan Allah SWT.
            Peningkatan kualitas dalam wujud kesalehan individual dan kesalehan social yang dilakukan dalam rangka ibadah kepada Allah merupakan manifestasi dari taqwa dan bukti bahwa mereka berhasil kembali kepada fitrahnya. Sebagai indikasinya, ibadahnya lebih fungsional, hatinya bersih, lembut dan memiliki kepekaan social. Sebab jurang pemisah antara dua golongan agniya’ – orang-orang kaya, dengan kaum dhuafa’, yaitu para fakir miskin hingga saat ini masih sangat dalam.
            Terjadinya kecemburuan social yang timbul karena adanya kepincangan social dan ketidakadilan secara ekonomi juga disebabkan oleh sifat egoism dan materialism. Sifat ini menjadi subur dalam system ekonomi kapitalis liberal yang menggelobal dewasa ini. Sebab sikap hidup yang materialistis memandang bahwa harta merupakan ukuran segala-galanya dalam hidup.
            Gengsi hidup dengan standar materi bersemayam dalam diri manusia modern. Hal ini mengakibatkan hilangnya kepeduliaan social. Kaum agniya’  tidak menyadari bahwa mereka menjadi kaya berkat bantuan orang-orang miskin. Sifat serakah menutup hati mereka yang berhasil dalam hidupnya. Sehingga tidak peduli dengan penderitaan saudara-saudaranya. Nafsu ingin menumpuk kekayaan untuk diri sendiri dan tidak berfungsi social ini harus sirna selama seseorang menjalankan puasa Ramadhan.
            Hikmah yang terkandung dalam ibadah puasa adalah mengurangi potensi badan sebagai bentuk penyeimbangan lahiriyah. Meningkatkan kejujuran seseorang, perilaku sabar, mampu mengendalikan diri dalam menghadapi masalah hidup. Memberikan mata hati (bashiroh) terbuka. Sehingga kekuatan berfikir akan meningkat, menimbulkan jiwa seseorang akan terdidik untuk tahan penderitaan hidup yang dijalani, serta sebagai wahana pelatihan dan pendidikan peningkatan ibadah yang mendorong untuk menciptakan bayangan surge di dunia, untuk dirinya sendiri dan orang lain.
            Semuanya itu pada hakekatnya menghantarkan seseorang pada ketaqwaan dan membawa dalam ashi-rah al-muttaqin yakni jalan yang lurus dan luas. Sehingga dari keseluruhan dan keluasan tersebut dapat menembus banyak jalan yang berbeda-beda selama jalan tersebut penuh dengan kedamaian dan ketenteraman. Sebagaimana yang tersebut dalam Al-Qur’an Surat Al Hasyr ayat 18 :

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٌ۬ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٍ۬‌ۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ (١٨)
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dipersiapkan untuk (menghadapi) hari esok. Dan bertaqwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kalian kerjakan”.
            Dalam ayat tersebut paling tidak ada tiga pedoman hidup yang harus selalu kita jadikan pegangan dimana saja, kapan saja dan dalam keadaan bagaimanapun kita berada. Pertama, perintah agar kita bertaqwa kepada Allah SWT. Demikian pentingnya taqwa itu sehingga dalam satu ayat uni saja dua kali perintah taqwa itu difirmankan. Bahkan dalam Al-Qur’an kata taqwa itu disebutkan tidak kurang dari dua ratus lima puluh kali dalam berbagai bentuk dan konteknya. Artinya taqwa secara singkat dan sederhana adalah melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
            Demikian singkat dan sederhana rumusan taqwa itu, namun dalam pelaksanaannya tidaklah mudah dan sederhana sebagaimana telah kita alami dan rasakan bersama selama ini. Bekal dan modal taqwa ini semakin kita rasakan pentingnya dalam hidup dan kehidupan dengan berbagai tantangan yang sangat kompleks sekarang ini. Dan sebagaimana kita ketahui taqwa itu akan tercapai antara lain dengan melaksanakan puasa dalam bulan Ramadhan.
            Hikmah Ramadhan yang amat besar dan banyak itu jangan sampai lewat begitu saja. Melainkan harus dilestarikan dan kita kekalkan dalam kehidupan sehari-hari ke depan. Kita harus menjadikan ibadah puasa sebagai wahana untuk menggapai fitrah insane. Sehingga jiwa raga kita menjadi fitrah kembali, menjadi manusia yang mempunyai jiwa yang suci, Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar