Rabu, 29 November 2017

KHUTBAH JUM’AT : MAULID NABI MUHAMMAD SAW



KHUTBAH JUM’AT
MAULID NABI MUHAMMAD SAW
Ed : Anis Purwanto
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَهُوَ الْمُهْتَدُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًا مُرْشِدًا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَي حَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا وَمَوْلَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأصَحابهِ اْلأَخْيَارِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
قَالَ تَعَالَي عَزَّ مِنْ قَائِلٍ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. أَمَّا بَعْدُ.
Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Kecintaan kita kepada Allah SWT, dapat diukur dengan kadar rasa syukur kita atas nikmat yang telah Allah SWT berikan. Semakin tinggi kadar rasa syukur kita, maka akan semakin tinggi pula kecintaan kita kepada Allah SWT, sehingga Allah pun akan semakin cinta kepada kita. Dalam keadaan seperti inilah manusia akan menemui hakekat diri, menjadi insan paripurna, yang kelak akan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Sebaliknya, semakin kecil rasa syukur kita akan nikmat Allah, akan semakin mendekatkan kita kepada kekufuran, dan kekufuran akan menjauhkan kita dari barokah dan karunia Allah SAW. Bila ini terjadi, maka adzab pedih kehidupan dunia dan akhirat pasti akan menimpa.
Kunci dari terbukanya pintu kecintaa Allah adalah kecintaan dan ketaatan kita kepada baginda Rasulullah SAW. Allah berfirman, dalam Surat Ali Imran ayat 31 :
قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡ‌ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ۬
“Katakanlah : “Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
            Oleh karenanya, Rasulullah merupakan representasi syariah Islam yang universal dan utuh. Maka logis  ketika ditanya oleh para sahabat tentang bagaimana ahklak Rasulullah, Aisyah istri beliau, dengan tegas menjawab :”Ahklak beliau adalah Al-Qur’an”.

Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
            Bahkan keagungan ahklak Rasulullah  telah dimulai sejak beliau masih belia, beliau mendapat gelar “al amin”. Hal itu berkat ketaatan dan ketegaran beliau dalam memegang prinsip-prinsip kebenaran, dan kebijaksanaan beliau dalam menyelesaikan problema sosial pada waktu itu banyak mengundang kekaguman masyarakat Makkah. Kemuliaan ahklak beliau saat itu menjadi bak bunga nan harum, yang aromanya dapat dinikmati oleh siapapun. Apalagi ditengah kehidupan masyarakat Arab yang jahili saat itu, maka kehadiran beliau ibarat sebuah mata air ditengah padang pasir yang tandus.
            Namun saudara, bagi para pembela kemungkaran, para pemuja berhala, kehadiran beliau merupakan ancaman bagi eksistensi berhala-berhala mereka, sehingga berbagai tipu mslihat hingga ancaman terhadap nyawa beliau, dilakukan oleh para kuffar untuk mengendorkan dakwah beliau. Tetapi Muhammad adalah manusia pilihan, berbagai tekanan yang dilakukan kaum kuffar sama sekali tidak mengendorkan usaha beliau. Keyakinan bahwa perlindungan Allah akan senantiasa menaungi, membuat beliau yakin, bahwa tidak ada kekuatan yang lebih besar dari kekuatan Allah, dan apabila ia berkehendak tak ada tangan mahklukNya yang mampu menahan qadrah dan iradahNya. Seluruh jiwa dan raga siap beliau korbankan dalam menjaga amanat Allah sebagai penyempurna ahklak manusia :“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan ahklak yang mulia”
            Keteguhan dan keyakinan semacam itu tentunya harus dimiliki oleh setiap penyeru kebajikan. Apalagi ditengah kehidupan saat ini, dimana egoisme tumbuh bak jamur di musim hujan, materialisme menjadi madzhab banyak orang, dan sinisme sering menjadi penyakit dalam pergaulan sosial, tak pelak kadang mengajak kepada kebajikan sama sulitnya dengan mengurai benang kusut.
Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
            Salah satu nilai lebih dari dakwah Rasulullah adalah kemampuan beliau didalam mensinergikan kekuatan dakwah lisan dan amal. Beliau bukanlah seorang yang banyak bicara tetapi miskin amal, tetapi beliau adalah seorang yang senantiasa menyertai kata-kata dengan amal  nyata. Sehingga pantaslah bila kemudian Allah memerintahkan kepada kita untuk menjadikan beliau sebagai uswatun hasanah. Sebagaimana termaktub didalam Surat Al-Ahzab ayat 21 :
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٌ۬ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأَخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرً۬ا
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat, dan dia banyak menyebut asma Allah”.
            Didalam perjalanan melaksanakan risalah kenabian, beliau disamping disukai dan dicintai kawan, beliau adalah sosok yang ditakuti dan disegani lawan. Maka wajarlah dalam waktu kurang 23 tahun, beliau berhasil mengubah tatanan masyarakat yang biadab menjadi tatanan yang beradab, dari tatanan yang congkak menjadi tatanan yang santun, dan dari tatanan yang anti pati terhadap kebenaran menjadi tatanan yang simpati terhadap kebenaran.
            Disamping itu beliau berhasil meletakkan dasar-dasar kehidupan sosial ekonomi yang kuat, menyatukan pluralitas masyarakat Madinah, dan mendamaikan kelompok-kelompok yang sebelumnya bermusuhan.  Sehingga Madinatun Naby, sanggup menjadi barometer bagi dinamika berbagai bidang kehidupan bagi negara-negara sekitarnya.
            Memperhatikan berbagai realitas kongkrit yang telah kami sebutkan diatas, ada baiknya jika saat ini, dengan menggunakan moment peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, kita kembali menyegarkan ajaran-ajaran Nabi sebagai resep penyembuhan bagi berbagai macam penyakit sosial yang menghinggapi masyarakat kita.  Dan kita perhatikan peringatan Allah dalam Surat Al Hasyr ayat 7 :
وَمَآ ءَاتَٮٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَہَٮٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْ‌ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ
“Dan apa yang diperintahkan oleh Rasul kepadamu maka kerjakanlah dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah, dan bertaqwalah kepada Allah karena sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya”.
            Akhirnya, semua tentu berpulang kepada kita, sebagus apapun sebuah konsep ajaran, apabila kita tidak mau melaksanakannya maka ia tidak akan mampu memberi bias bagi kehidupan kita, dan tetap saja kebatilanlah yang akan memimpin arah mata hati kita.
            Senyampang waktu masih terbuka, marilah kita memulai langkah baru, berusaha semaksimal mungkin untuk menjadikan Rasulullah sebagai penuntun langkah kita, kita kembali kepada manhaj Rasul, kita kembali kepada Islam. Insya Allah dengan demikian harapan kita akan munculnya sebuah masyarakat dan generasi beradab akan menjadi kenyataan.
            Semoga Allah SWT memberi hidayah dan taufiqNya bagi setiap langkah kita untuk mengikuti perintah dan menjauhi laranganNya. Amin ya rabbal ‘alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.