Kamis, 14 Juni 2012

INVESTASI AKHIRAT


INVESTASI AKHIRAT
Oleh : Anis Purwanto

          Setiap hari kita bekerja guna mendapatkan nafkah, demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Diantara kita ada yang berprofesi sebagai PNS, pedagang, petani dan lain-lain. Namun prinsip dan tujuannya sama. Untuk memenuhi tujaun tersebut, sebagian tenaga, pikiran dan potensi yang kita miliki kita kerahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut. Bahkan sebagian diantara kita, upaya tersebut terasa sangat berat. Hujan kehujanan, panas kepanasan. Dengan peras keringat dan banting tulang pun terkadang hasilnya sangat minim.  Meskipun sebagian orang nampak sangat bahagia. Dapat menikmati hasil dari usahanya. Secara lahiriyah hidupnya sangat berkecukupan. Rumah mewah bertingkat-tingkat, kendaraan mengkilat.
          Semua usaha yang kita laksanakan di dunia ini sering lebih mengatasnamakan kepentingan dunia semata. Dengan perkataan lain kita bekerja untuk kepentingan dunia kita. Bahkan,  terkadang terlupakan, bahwa nawaitu kita untuk bekerja tersebut adalah untuk kepentingan ibadah, untuk kepentingan dunia dan akhirat.  Yang terbayang di benak kita adalah materi. Soal pahala dan akhirat yang melekat pada setiap pekerjaan tak terpikirkan. Padahal kalau niat kita tiap-tiap melakukan pekerjaan tersebut sebagai ibadah, maka nilai yang terkandung didalam seluruh upaya, baik sistem, proses maupun hasil yang kita peroleh akan bernilai ibadah, yang berdimensi dunia akhirat. Artinya, kita bekerja untuk kepentingan materi, tetapi juga mengharap pahala dan ridha Allah.
          Sebab, tanpa sadar kita sering juga menjadikan dunia ini menjadi tujuan, bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan yang lebih mulia,  yakni untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. Karena itu apabila kita hanya mementingkan materi , kita bisa saja bekerja melanggar aturan agama dan hukun negara. Menghalalkan segala cara, seperti menipu, memanipulasi, koropsi, kolosi dan nepotesme dan lain-lain, karena tidak mengenal dosa dan tidak mementingkan pahala dan akhirat. Padahal menurut pemahaman muslim, akhirat adalah segala-galanya. Dunia ”materi” memang penting. Untuk memenuhi kebahagiaan dunia perlu materi, untuk beribadahpun  juga perlu materi.
          Bagi kita seorang muslim, niat kita bekerja adalah mencari nafkah, untuk kebahagiaan di dunia, yang sekaligus mencari pahala sebagai pelaksanaan ibadah  ”Ghaira mahdhah” kepada Allah SWT. Bahkan dimensi ibadah/pahala yang ada di sisi Allah dipandang sebagai lebih baik dan abadi dari apa yang diperoleh berupa materi. Materi yang kita peroleh dari hasil kerja akan habis kalau kita gunakan, tetapi pahala di sisi Allah akan tetap kekal, dan merupakan investasi untuk kita dalam kehidupan di akhirat nanti. ”Dan apa yang diberikan kepada kalian, maka itu adalah suatu kenikmatan hidup dunia dan perhiasannya. Sedang apa yang ada di sisi Allah (pahala) jauh lebih baik dan lebih kekal”(Al-Baqarah : 60). Karena itu adalah suatu kekeliruan jika kita meninggalkan nawaitu untuk akhirat, hanya untuk mencari materi saja, apalagi materi yang digunakan untuk maksiat.
          Investasi akhirat, yaitu tabungan yang berupa amal shaleh untuk keperluan hidup di akhirat. Malah bunga dari upaya ini,  nanti tidaklah sulit kita peroleh. Sebab, modalnya tidak perlu harus berjuta-juta ataupun ber M bahkan ber T, tetapi cukuplah apa yang kita peroleh saat ini, malah dengan tanpa materipun kita dapat memperoleh hasil yang abadi nanti diakhirat, misalnya dengan berbudi pekerti yang luhur, berahklak mulia dalam hidup bermasyarakat. Tidak berbuat yang merugikan orang lain, baik fisik maupun mental. Sebaliknya berwajah manis dan bersikap akrap dan lain-lain.                      Yang paling sederhana dan tak terlupakan oleh seorang muslim adalah di saat mengawali suatu pekerjaan mulia tidak lupa membaca basmallah. Arti basmallah tidak sekedar kita telah ingat kepada Allah, akan tetapi sekaligus memohon pertolongan kepada Allah, agar apa yang diupayakan itu berhasil dengan baik seperti yang diharapkan serta terjauh dari rintangan dan hambatan.  Karena itu bagi seorang muslim, nawaitu merupakan modal utama dalam melaksanakan semua kegiatan, baik yang bersifat mahdhah maupun ghira mahdhah. ”Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung kepada niatnya”. Bagi Allah seseorang yang baru beriniat akan melaksanakan perbuatan yang mulia sudah mendapat pahala meskipun nantinya tidak jadi di laksanakan, apa lagi kalau nanti betul dilaksanakan, tentu akan mendapat pahala yang berlipat dari Allah SWT.
          Oleh karena itu pahala yang akan diperoleh di kampung akhirat merupakan buah dari tanaman kita di kampung dunia, sebab sesungguhnya dunia adalah ladang akhirat. Jikalau kita rajin menanam pasti akan mengetam dikemudian hari. Kenikmatan dan kebahagiaan dunia bersifat semu sedang kenimatan dan kebahagiaan akhirat adalah kenikmatan abadi. Rasulullah membandingkan kenikmatan yang diperoleh di dunia dengan kenikmatan di akhirat, dalam Hadits yang artinya : ”Demi Allah, tidaklah perumpamaan kenikmatan kehidupan di dunia dengan kehidupan di akhirat, kecuali seperti salah seorang di antara kalian mencelupkan jarinya di lautan, maka apa yang hendaknya diperhatikan adalah apa yang melekat di jari itu saja”.
          Allah Maha Murah dan Maha Pengasih. Apa pun yang kita perbuat, sekalipun diumpamakan amal seberat biji sawipun, Allah akan memberi pahala dan bahkan dilipat gandakan.Sedikitpun Alah tidak akan menyia-nyiakan amal shaleh yang dilakukan dengan penuh keihklasan dan hanya mencari keridhaan Allah semata. ”Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan amal seseorang walau seberat dzarrah. Dan jika ada kebaikan dalam amalnya sebesar dzarrah itu, niscaya akan dilipatgandakan dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar”  (An Nisa:40).
          Kunci pokok agar seorang muslim menjadikan akhirat sebagai ladang investasi adalah  penyadaran diri akan hakekat hidup yang sesungguhnya. Sebab masih  begitu kuatnya kekuasaan nafsu jahat ditengah tergila-gilanya dengan kemewahan duniawiyah. Menganggap seakan-akan dunia ini abadi, kemewahannya kekal, dan seolah-olah merupakan puncak kepuasan hakiki. Padahal jika mau merenung, akan disadari bahwa pada hakekatnya manusia akan mati, semua kesenangan duniawiyah seperti  harta, tahta dan wanita akan ditinggalkan, rela atau tidak rela. Jasmani yang terbuat dari tanah akan kembali kepada tanah, sedang ruhani yang berasal dari Allah akan kembali kepada Allah, dengan membawa pertangungjawaban hidup. ”Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan Nya kembali, kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan” (Al-Baqarah:28).
          Oleh karena itu untuk apa kita hidup di dunia ini jika semua kesenangan duniawi pada akhirnya ditinggalkan. Allah telah menegaskan bahwa sesungguhnya tujuan hidup manusia di dunia ini adalah henya mengabdi kepada Allah. Mengabdi bukan dalam arti sempit, tetapi dalam arti yang seluas-luasnya, yakni seluruh aktivitas hidup untuk mengabdi kepada Allaj. Mengabdi kepada Alah berarti menjalankan tuntunan-Nya dan menjauhi larangan-Nya. ”Dan Aku tidak menciptakan jin dan mnusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS.Adz-Dzariyat : 56). Semua  itu kita kerjakan dengan penuh keihklasan, kecintaan dan penuh kesemangatan, tanpa sedikitpun beban pada dirinya, karena hidupnya telah diwakafkan untuk mengabdi kepada Allah Swt. Pengabdian inilah yang merupakan investasi kita nanti diakhirat. Wallahu a’lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar