Minggu, 24 Juni 2012

DUNIA DAN AKHIRAT SEBAGAI SATU KESATUAN


KHUTBAH JUM’AT
 DUNIA DAN AKHIRAT SEBAGAI SATU KESATUAN
Oleh : ANIS PURWANTO

Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah. 

Marilah kita panjatkankan puja puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayah kepada kita sekalian, sehingga sampai saat ini pengakuan kita senantiasa menggerakkakan hati kita untuk selalu mengakui kebenaran yang datang dari Allah SWT. Dengan mengakui kebenaran dari Allah SWT secara istiqomah, insya Allah akan menjadikan kita tetap teguh untuk selalu melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, secara konsisten dan konsekuwen. Dengan demikian diharapkan kita dapat memperoleh seluruh keuntungan dari Allah SWT, baik dunia dan di akhirat. Sholawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.

Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah. 

            Sebagai agama universal, rahmat Islam tidak hanya diperuntukkan sebagai pedoman hidup dan kehidupan umat manusia saja, akan tetapi meliputi seluruh mahkluk Allah SWT yang ada di jagat raya ini. Dan , secara umum cita-cita untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat telah menjadi tujuan utama dalam hidup dan kehidupan umat manusia. Namun secara garis besar, arah visi kehidupan manusia sebetulnya justru mengarah kepada akhirat.
            Dengan demikian, berarti bahwa ajaran Islam telah mengajarkan adanya keterkaitan yang utuh, keterkaitan yang tidak bisa dipisah-pisahkan antara dunia dan urusan akhirat. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Qosos ayat 77 :

وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَٮٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأَخِرَةَ‌ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَا‌ۖ وَأَحۡسِن ڪَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَ‌ۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِى ٱلۡأَرۡضِ‌ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ (٧٧)

 “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah melupakan kebahagiaan dari (kenikmatan) dunia. Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

            Secara garis besar ayat tersebut merupakan suatu perintah untuk mengarahkan pola fikir kita kepada akhirat, dengan tidak melupakan segi-segi duniawi yang memang harus kita cari, dan merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa kita hindari. Tetapi bagi umat Islam, akhirat adalah segala-galanya.
وَلَلۡأَخِرَةُ خَيۡرٌ۬ لَّكَ مِنَ ٱلۡأُولَىٰ (٤)

 “Dan sesungguhnya akhir itu telah baik bagimu dari permulaan”.

            Akan tetapi, prinsip yang terkandung dalam ajaran Islam, sebetulnya telah mewajibkan kita untuk memanfaatkan secara maksimal segala isi dunia,  secara baik dengan tidak menimbulkan kerusakan, guna memperoleh kesuksesan duniawi, secara baik dan benar. Tetapi kita tidak boleh lupa, bahwa segala bentuk kesuksesan duniawi tersebut haruslah dipertaruhkan untuk kepentingan akhirat. Bagi umat Islam, dunia dianggap ladang akhirat. Subur atau gersangnya ladang tergantung kepada petani yang menggarap. Sebab semakin subur ladangnya maka hasil yang di panen semakin banyak. Dan sebaliknya apabila cengkar maka tidak akan menghasilkan.

Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.

            Akhirat adalah segala-galanya, karena akhirat merupakan tempat keabadian terakhir untuk selama-lamanya. Dan ini sudah menjadi ketetapan Allah dan menjadi salah satu unsur dari rukun iman, yakni percaya kepada hari akhir. Sebagai konsekuensi dari pengakuan kita terhadap adanya kehidupan akhirat,  maka berarti adanya kesatuan erat antara dunia dan akhirat, juga berarti bahwa ajaran Islam tidak mengenal pemisahan antara agama dan ilmu pengetahuan, tidak mengenal pemisahan antara agama dan semua sektor kehidupan manusia. Pendek kata, apa yang kita perjuangkan di dunia ini, hanyalah sebagai batu loncatan menuju akhirat. Jalan yang harus dilalui untuk mencapai kampung akhirat. 

Dengan demikian semua kegiatan yang kita lakukan didunia selamanya tidak akan mempunyai nilai atau ruh selama ajaran agama tidak dilibatkan. Karena itu sudah menjadi keharusan bagi umat Islam, untuk menyadari akan nilai-nilai keagamaan. Umat Islam harus berusaha untuk memberikan peluang seluas-luasnya terhadap peran agama,  untuk bisa semakin memiliki arti bagi kehidupan duniawi.

Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.

            Bahwa tegaknya kehidupan dunia diatas keyakinan yang kuat terhadap dampak positip bagi kelangsungan hidup di akhirat. Sehebat apapun kesuksesan duniawi, tidak akan ada artinya jika tidak ada dampak positipnya bagi kehidupan akhirat. Karena itulah menjadi tanggung jawab umat Islam untuk membangun kehidupan dunia ini menjadi suatu system yang memuluskan jalan untuk menuju akhirat, bukan lagi menjadi system yang justru menyulitkan umat Islam dalam meraih kebahagiaan akhirat. Barang kali perlu kita ingat, bahwa tegaknya Islam secara sempurna pada masa Rasulullah, adalah setelah dibangunnya sistem aturan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Maka bagi umat Islam, tidak ada yang lebih layak untuk dipakai sebagai kiblat hidup, kecuali model masyarakat yang berada dibawah kepemimpinan Rasulullah SAW secara langsung.

            Karena itu, untuk lebih memudahkan jalan kita menuju akhirat, maka perlu kita cermati pesan-pesan suci yang terdapat dalam Al-Qur’an tentang hakekat hidup manusia, yang antara lain :
Pertama, bahwa hakekat manusia didunia ini adalah beribadah kepada Allah.

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ (٥٦)

 “Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepada-Nya”.

            Hal ini mengandung arti bahwa pada setiap jengkal hidupnya, seluruh bentuk aktifitas hidup manusia haruslah berorientasi dan bernilai ibadah. Namun demikian, hakekat hidup manusia agar ia selalu beribadah kepada Allah SWT, pada saat sekarang ini nampaknya mulai tidak dipandang penting oleh sebagian dari umat manusia, karena sebagian dari kita mulai menitik beratkan dan mementingkan aktifitas yang berkenaan dengan kemewahan duniawiyah, dan mulai menomerduakan urusan yang bersifat uhkrawiyah.

Kedua, bahwa hakekat hidup didunia ini adalah untuk mengembangkan potensi diri. Agar dapat mengemban amanat kekalifahan di muka bumi yang dipercayakan Allah kepada kita. Demi mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia, sesuai peran kita masing-masing. Hal ini seperti yang ditegaskan dalam Qur’an Surat Al Baqarah ayat 30 :

ø وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ۬ فِى ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةً۬‌ۖ  

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat; Sesungguhnya Aku akan menjadikan seseorang khalifah di muka bumi”.

            Hal ini mengandung makna bahwa hendaknya kita mampu memanfaatkan potensi diri serta potensi kekayaan alam untuk tujuan kemaslahatan dan kemakmuran manusia seluruhnya. Khusus didalam mengeksploitasi kekayaan alam, Allah sangat membenci segala bentuk eksploitasi kekayaan alam yang hanya dimanfaatkan oleh sekelompok tertentu  atau untuk golongan tertentu. Apalagi dengan dalih menjalankan fungsi kekalifahan, mereka mengeksploitas potensi alam dengan sangat rakus, mengeruk kekayaan alam dengan semena-mena dan sangat dholim, sehingga akhirnya potensi alam kita menjadi hancur, yang pada gilirannya sangat merugikan kemaslahatan hidup, mendatangkan bencana dan musibah dimana-mana.
            Sesungguhnya umat manusia sekarang ini perlu instrospeksi dan bercermin diri, bahwa banyaknya musibah dan bencana alam seperti sekarang ini, yang memakan banyak korban, pada hakekatnya adalah akibat ulah tangan manusia yang kelewat batas dalam mengelola kekayaan alam ini. Allah telah mengingatkan kita dalam firmannya yang tertuang dalam Al-Qur’an surat Ar Rum ayat 41 :

ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِى ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِى عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ (٤١)

“Telah nampak kerusakan didarat dan dilautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Maka Allah menimpakan azab mereka sebagai akibat dari perbuatannya, agar mereka mau kembali ke jalan yang benar”.

            Ketiga, bahwa hakekat hidup manusia didunia ini adalah untuk berjuang demi tegaknya sendi-sendi amar makruf nahi mungkar. Sesuai dengan kemampuan dan potensi diri kita masing-masing. Karena berjuang demi  tegaknya amar makruf nahi mungkar, merupakan prasyarat tegaknya nilai-nilai kebajikan serta terjaminnya rasa aman dalam kehidupan umat manusia,  yang pada gilirannya akan dapat mengurangi terjadinya bentuk-bentuk kemungkaran. Berjuang demi tegaknya amar makruf nahi mungkar, memang merupakan misi pokok yang harus diemban oleh umat manusia. Karena hakekatnya kita tidak akan mampu meraih sesuatu martabat dan prestasi yang mulia, apabila potensi amar makruf nahi mungkar yang kita miliki tidak dilaksanakan dengan baik.

            Demikian khotbah siang hari ini, sekali lagi semoga kita terhindar dari segala bencana dan kerugian akibat eksploitasi diri dan kekayaan alam kita yang berlebihan, hanya berdalih memenuhi kehidupan duniawiyah semata, dan sengaja meninggalkan kehidupan yang bersifat uhkrawiyah. Karena sesungguhnya dunia adalah ladang akhirat, jalan menuju kampung akhirat. Kebahagiaan di dunia memang perlu dan harus kita capai, akan tetapi keselamatan di akhirat bagi umat Islam adalah segala-galanya. Sehingga kedua-duanya bisa tercapai bahagia di dunia dan di akhirat. Amin ya rabbal ‘alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar