Minggu, 24 Juni 2012

DUNIA SEBAGAI JALAN MENUJU AKHIRAT


                                                  DUNIA SEBAGAI  JALAN MENUJU AKHERAT
Oleh  : Anis Purwanto

Sebagai agama universal, seluruh ajaran Islam tidak hanya diperuntukkan sebagai pedoman hidup dan kehidupan umat manusia saja, akan tetapi meliputi  seluruh mahkluk Allah SWT yang ada di jagat raya ini. Akan tetapi secama umum cita-cita untuk mencapai kebahagiaan  di dunia  dan akherat telah menjadi tujuan utama dalam hidup dan kehidupan umat manusia . Namun secara garis besar,  arah visi kehidupan manusia sebetulnya justru mengarah kepada akhirat, dengan tidak melupakan segi-segi duniawi yang memang harus kita cari, dan merupakan suatu yang tidak bisa kita hindari.  Dengan demikian , berarti bahwa ajaran Islam tselah mengajarkan adanya keterkaitan yang utuh, keterkaitan yang tidak bisa dipisah-pisahkan antara urusan dunia dan urusan akhirat. Bahkan kehidupan dunia dapat juga kita anggap sebagai jalan menuju akhirat. 

            Prinsip yang terkandung dalam ajaran Islam, sebetulnya telah mewajibkan kita untuk memanfaatkan secara maksimal segala isi dunia, secara baik dengan tidak menimbulkan kerusakan, guna memperoleh kesuksesan duniawi secara baik dan benar. Tetapi kita tidak boleh lupa, bahwa segala bentuk kesuksesan duniawi tersebut haruslah dipertaruhkan untuk kepentingan akhirat. Bagi umat Islam, dunia dianggap sebagai ladang akhirat. Subur atau gersangnya ladang tergantung kepada petani yang menggarap. Sebab semakin subur ladangnya maka hasil yang di panen semakin banyak. Dan sebaliknya apabila “cengkar” maka tidak akan menghasilkan. Karenanya bagaimana cara pemeliharaan ladang tersebut tergantung bagaimana cara pengolahan tanah.

Akhirat adalah segala-galanya, karena akhirat merupakan tempat keabadian terakhir untuk selama-lamanya. Dan ini sudah menjadi ketetapan Allah dan menjadi salah satu unsur dari rukun iman, yakni percaya pada hari akhir. Maka sebagai konsekuensi dari pengakuan kita terhadap kesatuan antara dunia dan akhirat, juga berarti bahwa dalam ajaran Islam tidak mengenal pemisahan antara agama dan ilmu pengetahuan, tidak mengenal pemisahan antara agama dan semua sektor kehidupan manusia. Pendek kata, apa yang kita perjuangkan di dunia ini, hanyalah sebagai batu loncatan menuju akhirat. Jalan yang harus dilalaui untuk mencapai kampung akherat

            Dengan demikian semua kegiatan yang kita lakukan didunia selamanya tidak akan mempunyai nilai  atau ruh  selama ajaran agama tidak dilibatkan secara maksimal. Karena itu sudah menjadi keharusan bagi umat Islam, untuk menyadari akan nilai-nilai keagamaan. Umat Islam harus berusaha untuk memberikan peluang seluas-luasnya terhadap peran agama untuk bisa semakin memiliki arti bagi kehidupan duniawi. Bukan hanya sekedar kekuatan moral yang terus menerus dibenturkan pada aturan-aturan duniawi yang justru tidak Islami. Selain itu kita harus bisa memahami, bahwa perkembangan sarana informasi yang semakin pesat akhir-akhir ini nampaknya semakin memberi peluang bagi bergulirnya ide-ide pemisahan antara urusan dunia dan urusan akherat, yang dalam prakteknya selalu menuntut dihilangkannya sama sekali peranan agama dalam berbagai bidang kehidupan.   

Secara lebih halus dikatakan, bahwa agama terlalu suci untuk dicampuradukkan kedalam aturan-aturan duniawi. Pernyataan ini jelas merupakan cemoohan halus, bahwa agama telah identik dengan suatu sistem aturan yang sudah kolot dan usang serta ketinggalan jaman. Anehnya, masih banyak umat Islam yang terjebak dengan pola pikir yang demikian ini. Sebagian umat Islam masih menganggap pemikiran seperti itulah yang tepat untuk membawa kemajuan umat Islam. Yang berarti di satu sisi percaya kepada Allah, tetapi disisi lain tidak percaya kepada hukum-hukum Allah dalam mengatur kehidupan mahkluknya.

            Gagasan-gagasan yang berupaya untuk memersempit ajaran Islam menjadi ajaran akhirat semata-mata adalah suatu yang sangat membahayakan kepada kebesaran agama Islam itu sendiri. Akibat yang paling ringan adalah akan terjadi desakralisasi Islam, dimana ajaran Islam hanya semata-mata berfungsi sebagai hiburan. Hanya akan dibutuhkan disaat seseorang mengalami kebingungan. Sehingga seorang muslim akan bisa dilihat kemuslimannya saat berada didalam masjid, sedangkan di saat berada diluar masjid sudah mengalami kesulitan untuk dilihat ciri-ciri kemuslimannya. Bahkan ada sementara umat Islam yang lebih bangga manakala memakai aturan-aturan moral yang diambil dari budaya luar yang kering akan ajaran Islam , yang memang menghendaki pemisahan ajaran dunia dan ajaran akhirat. Jika demikian, maka berhasillah golongan jahiliyah modern dalam berupaya menaklukkan umat Islam  dengan keberhasilannya dalam menggembosi ajaran Islam menjadi ajaran spiritual semata. Bukan lagi sebagai pedoman hidup umat Islam yang harus menjadi pegangan kuat. Agama Islam bulan lagi sebagai tuntunan, melainkan hanya sebatas tontonan, yang hanya diperlukan saat merasa haus terhadap hiburan.

            Menurut Islam, bahwa tegaknya kehidupan dunia haruslah diatas keyakinan yang kuat terhadap dampak positif bagi kelangsungan hidup di akhirat. Sehebat apapun kesuksesan duniawi, tidak akan ada artinya jika tidak ada dampok positipnya bagi kehidupan akhirat. Karena itulah menjadi tanggung jawab umat Islam untuk membangun kehidupan dunia ini menjadi suatu sistem yang memuluskan jalan untuk menuju akhirat, bukan lagi menjadi suatu sistem yang justru menyulitkan ummat Islam dalam meraih kebahagiaan akhirat. Barang kali perlu kita ingat, bahwa tegaknya Islam secara sempurna dan cepat pada masa Rasulullah, adalah setelah dibangunnya sistem aturan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Maka bagi kita umat Islam,  tidak ada yang lebih layak untuk dipakai sebagai kiblat hidup, kecuali dari masyarakat yang berada dibawah kepemimpinan Rasulullah SAW secara langsung. Sebagai umat Islam seharusnya hanya ajaran Islam yang djadikan tolak ukur kebenaran. Sebab, yang mengatur hidup kita hanyalah Allah, yang menentukan tinggi rendahnya derajat hidup kita di dunia dan diakhirat hanya Allah, maka tidak ada aturan yang lebih hebat selain aturan Allah SWT. Sehebat apapun karya seseorang, tetap tidak akan bisa dianggap positip bila bertentangan dengan hukum-hukum Allah SWT.           

            Jika kita mau mencermati universalitas agama Islam, maka kita akan dengan mudah untuk menangkap suatu mutiara pelajaran tentang hakekat hidup manusia, yang  diantara lain :
Pertama: Bahwa hakekat hidup didunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Ini mengandung arti bahwa pada setiap jengkal hidupnya, seluruh bentuk aktifitas hidup manusia haruslah berorientasi dan bernilai ibadah. Karena sesungguhnya itulah tujuan Allah SWT menciptakan manusia di dunia ini. :          
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ (٥٦)
                                                                                                                                               ”Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepada-Nya”. (QS. Ad-Dzariyat : 56 )

            Namun demikian, hakekat hidup manusia agar ia selalu beribadah kepada Allah SWT, pada saat sekarang ini nampaknya mulai tidak dipandang penting oleh sebagian dari umat manusia, karena sebagian dari kita mulai menitik beratkan dan  mementingkan aktifitas yang berkenaan dengan duniawiyah, dan mengesampingkan bahkan memandang enteng urusan yang bersifat ukhrawiyah. Pelaksanaan ibadah hanya apabila benar-benar “longgar” tidak ada  pekerjaan, akan tetapi bila ia sibuk bekerja ibadahpun ditinggalkan. Mencari “pangupo jiwo” lebih penting, dari pada berlama-lama di Masjid. Padahal Allah SWT telah mengingatkan kepada kita sekalian agar jangan sampai terlena terhadap buaian duniawiyah, yang dapat melupakan tugas-tugas keakhiratan.        

            Kedua :  Bahwa hakekat hidup didunia ini ini adalah untuk mengembangkan potensi dirinya. Agar mereka dapat mengemban amanat kekhalifahan di muka bumi yang dipercayakan Allah kepada kita. Demi mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia, sesuai peran kita masing-masing.    

وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ۬ فِى ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةً۬‌ۖ
                                                                                                                                                       “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat : Sesungguhnya Aku akan menjadikan seseorang khalifah di muka bumi”. (QS Al Baqarah : 30 )

            Pesan-pesan Al-Qur’an, mengandung suatu makna bahwa hendaknya kita mampu memanfaatkan potensi diri serta potensi kekayaan alam untuk tujuan-tujuan kemaslahatan dan kemakmuran manusia seluruhnya. Khususnya didalam mengeksploitasi kekayaan alam, Allah sangat membenci segala bentuk eksploitasi kekayaan alam yang hanya dimanfaatkan oleh sekelompok tertentu atau untuk golongan tertentu. Apalagi dengan dalih menjalankan fungsi kekalifahan, mereka mengekploitasi potensi alam dengan sangat rakus, mengeruk kekayaan alam dengan semena-mena dan sangat dholim, sehingga akhirnya potensi alam kita menjadi hancur, yang pada gilirannya sangat murugikan kemaslahatan hidup, mendatangkan bencana dan musibah yang melanda umat manusia . Kita masih ingat, bagaimana eksploitasi hutan kita yang sangat berlebihan, penebangan liar dan lain-lain, yang  menyebabkan banjir, tanah longsor diberbagai daerah di Indonesia. Selain itu sebagian saudara kita juga masih di hadapkan dengan banjir lumpur di daerah Sidoarjo, akibat eksploitasi yang salah terhadap kekayaan alam kita. Yang akibatnya sangat merugikan terhadap kemaslahatan umat manusia.

            Sesungguhnya umat manusia saat ini perlu instrospeksi dan  bercermin diri , bahwa banyaknya musibah dan bencana alam, banyaknya peristiwa alam yang memakan banyak korban, pada hakekatnya adalah akibat ulah tangan manusia yang kelewat batas dalam mengelola kekayaan alam ini : 
  
ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِى ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِى عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ (٤١)
                                                                                                                                                     “Telah nampak kerusakan didaratan dan dilautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Maka Allah menimpakan azab kepada mereka sebagai akibat dari perbuatannya, agar mereka mau kembali ke jalan yang benar”.  (QS. Ar-Rum : 41 )

            Ketiga : Bahwa hakekat hidup manusia didunia ini adalah untuk berjuang demi tegaknya sendi-sendi amar makruf nahi mungkar, dalam komunitas kehidupan manusia, sesuai dengan kemampuan dan potensi diri kita msing-masing. Karena berjuang demi tegaknya amar makruf nahi mungkar, merupakan prasyarat tegaknya nilai-nilai kebajikan , kebenaran, serta nilai keadilan dan terjaminnya rasa aman serta damai dalam kehidupan umat manusia, yang pada gilirannya akan dapat  mengurangi  terjadinya bentuk-bentuk kemungkaran. Berjuang demi tegaknya amar makruf nahi mungkar, memang merupakan misi pokok yang harus diemban oleh segenap kita umat manusia. Karena hakekatnya kita tidak akan mampu  meraih sesuatu martabat dan prestasi yang mulia sebagai khaira ummah, apabila potensi amar makruf nahi mungkar yang kita miliki tidak dilaksanakan dengan baik. “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”.

            Disamping itu keberuntungan dan kemuliaan hidup kita baru akan dapat diraih , manakala kita mampu mengaktualisasikan secara baik misi amar makruf nahi mungkar ditengah-tengah kehidupan, sehingga kehidupan kita lebih bermanfaat, lebih bermartabat karena diwarnai oleh nilai-nilai kebajikan, serta terhindar dari bentuk-bentuk kemungkaran dan kedzaliman.

Semoga kita terhindar dari segala bencana dan kerugian akibat dari eksploitasi diri dan kekayaan alam kita yang berelebihan, hanya berdalih memenuhi kehidupan duniawiyah semata, dan sengaja meninggalkan kehidupan yang bersifat ukhrawiyah. Karena sesungguhnya dunia adalah ladang akhirat, jalan menuju kampung akhirat. Kebahagiaan di dunia memang perlu dan harus kita capai akan tetapi keselamatan di akhirat bagi umat Islam adalah segala-galanya. Sehingga kedua-duanya bisa tercapai “bahagia di dunia dan akhirat”. Wallahu A’lam.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar