Kamis, 29 November 2012

DAKWAH ISLAM : Tinjauan Tentang Langgam Dakwah, Bil Yad, Bil Lisan dan Bil Qalbi


DAKWAH ISLAM
Tinjauan Tentang Langgam Dakwah, Bil Yad, Bil Lisan dan Bil Qalbi
Oleh : Anis Purwanto

“Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya (mencegahnya) dengan tangannya (kekuasaannya), apabila ia tidak sanggup dengan lidahnya (nasehat) apabila ia tidak kuasa, maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman”. (HR Muttafaq Alaih)
Berangkat dari konsep dakwah Islam yang telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa berdakwah itu harus dimulai dengan tangan (bil yad), kemudian dengan lisan (bil lisan) dan selanjutnya dengan hati (bil qalbi). Maka adalah perlu kita untuk memberi penafsiran secara sederhana  bagaimana bentuk pendekatan dengan bil yad, bil lisan dan bil qalbi. Sebab secara bijaksana (bil hikmah) perbedaan penonjolan dari ketiga pendekatan/langgam dakwah ini terletak dari cara operasionalnya.
Pendekatan bil yad, penonjolannya adalah sedikit bicara banyak kerja (amal yang kongkrit) dalam menangani urusan kemasyarakatan (umat) dan menyatukan umat dalam satu bangunan kekeluargaan. Pendekatan ini bersifat masal dan ekspansif dalam mengurus persoalan umat ini adanya aksi-aksi social, pembagian makanan dan pakaian kepada para yatim piatu, terbentuknya lembaga social, koperasi, penddidikan, kesejahteraan dan kesehatan adalah contoh dari pendekatan bil yad.
Praktek nyata dalam sejarah dakwah Islam menggunakan pendekatan initerlihat pada dakwah Nabi Muhammad SAW di kota Madinah. Di madinah Nabi Muhammad telah dapat menciptakan suatu tatanan masyarakat Islam yang memiliki tali persaudaraan yang erat. Masyarakat hidup dalam ikatan social yang utuh, tidak menonjolkan kelompok atau golongan masing-masing. Kelompok pedagang, petani, buruh, pengusaha, semuanya hidup rukun dan saling tolong menolong dengan tanpa tendensi untuk saling meremehkan kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Nabi telah membangun masyarakat ideal (madani) inilah keberhasilan Nabi dengan menggunakan dengan pendekatan dakwah bil yad.
Pendekatan bil lisan, penonjolannya terletak pada keterampilan lisan (ucapan) dalam mengutarakan suatu cita-cita, keyakinan, pandangan dan pendapat khususnya tentang ajaran Islam kepada masyarakat (obyek dakwah). Pendekatan ini banyak digunakan para da’I atau para muballigh kita. sehingga ada kesan atau anggapan bahwa dakwah Islam identik dengan ceramah agama. Dan memang kita telah mengakui bahwa pendekatan bil lisan telah banyak mewarnai gerak langkah dakwah Islam secara keseluruhan. Bahkan dengan kemahiran pidatonya seorang da’I atau muballigh dapat mempengaruhi banyak orang dalam waktu singkat. Kita catat saja kiprah KH Zainuddin MZ (alm) da’I sejuta umat. Karena kepandaiannya mengolah kata-kata hikmah, maka beliau dicatat sebagai da’I ‘sejuta umat’  kondang yang yang ketenarannya sejajar dengan para selebritis.
Terlepas dari kenyataan yang ada dilapangan dakwah dalam masyarakat kita, sebagaimana diketahui sebetulnya juga pendekatan bil yad cirinya pada terjun langsung ke lapangan (kancah) untuk menata masyarakat, maka pendekatan bil lisan hanya sampai kepada taraf rumusan teori, pemaparan sesuatu, menjelaskan dan menentukan alternative pemecahan masalah yang dihadapi umat. Sebab tanpa terapan yang kongkrit bil lisan dianggap tidak berhasil. Apabila keberhasilan suatu kegiatan dakwah dengan pendekatan bil lisan (ceramah agama) diukur dengan banyaknya pengunjung, atau karena adanya anggapan bahwa ceramahnya menarik karena diukur dengan banyaknya para audien yang tertawa, sebab dibawakan dengan banyolan-banyolan.
Kita sadar bahwa tidak semua orang dapat menjadi sorang orator (pandai ceramah agama), ini perlu latihan-latihan atau adanya bakat sejak lahir.
Dan pendekatan bil qalbi, penonjolannya adalah mementingkan bagaimana suatu usaha atau kegiatan keagamaan dapat memuaskan batin (menenangkan batin). Cirinya adalah pengambilan sikap diam yang diliputi suasana selalu taqarrub kepada Allah. Bentuk kongkrit dari pendekatan dakwah bil qalbi ini seperti dapat kita lihat sekarang adanya banyak kelompok tariqat atau kumpulan-kumpulan orang shaleh. Suatu contoh dalam sejarah dakwah yang paling banyak menggunakan pendekatan dakwah bil qalbi ini adalah Umar bin Abdul Aziz (khalifah Bani Ummayah). Beliau telah berhasil merombak struktur masyarakat yang tadinya berengsek menjadi masyarakat yang diliputi oleh suasana keagamaan yang mantap.
Dan yang lebih penting bagi kita adalah semestinya segera ambil peran dalam dakwah Islam, apapun pendekatan yang kita pilih (bil yad, bil lisan, dan bil qalbi). Apalagi didalam menghadapi corak masyarakat kita sekarang ini, banyak diliputi oleh keresahan rohani, ketidakpastian, kecemasan, merasa tidak aman, melonggarnya ikatan social dan menggejalanya pandangan hidup materialistic sekularistik, perlu langkah pasti dalam dakwah di masa sekarang dan akan dating.
Hemat kita, sikap dakwah Islam adalah harus melibatkan ketiga pendekatan/langgam dakwah tersebut, yakni bil yad, bil lisan dan bil qalbi. Jadi untuk masyarakat kota, karena telah banyak dilakukan dengan pendekatan bil yad, maka sekarang diusahakan penggabungan dengan pendekatan bil qalbi. Di kota sudah mulai terasa keresahan rohani dan kejenuhan terhadap gejala modern, maka dapat diusahakan dan dibentuk kelompok-kelompok yasinan misalnya atau semacam amalan dzikrullah. Dengan pendekatan ini akan memberikan makna yang dalam, misalnya ketenangan batin, ketenteraaman, kepasrahan, dan sebagainya. Disamping itu, di kota juga diperlukan pendekatan dakwah bil lisan, misalnya senantiasa menyuburkan dialog Islam terbuka, seminar dakwah islam dalam rangka menggali teori-teori baru yang berkaitan dengan strategi dakwah.
Apapun tentang pendekatan dakwah Islam dalam masyarakat di pedesaan, dapat dipastikan bahwa pergeseran nilai dan kecenderungan masyarakat sebagaimana dialami oleh masyarakat perkotaan akan menimpa pula di pedesaan. Akan tetapi kecenderungan itu belum begitu terasa. Oleh karena itu sebagai antisipatif dakwahnya, maka pendekatan dakwah di desa harus segera diubah. Kalau tadinya di desa banyak menggunakan pendekatan bil qalbi, maka sekarang telah saatnya lebih diutamakan pendekatan bil yad. Maksudnya tidak lain agar masyarakat desa tidak hanya menghidupkan kelompok-kelompok shalawatan, yasinan saja, tetapi juga amal kongkrit dalam urusan kemasyarakatan (pembangunan) dalam membentuk masyarakat yang madani di pedesaan, seimbang antara dunia dan akhirat. Membangun lembaga-lembaga social ekonomi, pendidikan yang berbasis wong cilik, pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat harus digalakkan di desa.
Upaya inilah yang kita yakini merupakan sebagaian dari alternative pemecahan masalah yang dihadapi oleh umat. Sebab berbicara tentang dakwah pada hakekatnya adalah berbicara tentang umat dengan segala permasalahannya. Sekecil apapun yang kita lakukan dalam upaya dakwah,  itulah yang terbaik bagi kita. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar