Rabu, 28 November 2012

CORAK MASYARAKAT DAKWAH


CORAK MASYARAKAT DAKWAH
Oleh : Anis Purwanto

Berbicara dakwah berarti berbicara juga tentang obyek dakwah dengan segala permasalahan dan coraknya. Bahkan dalam era keterbukaan ini permasalahan yang dihadapi masyarakat dakwah kita semakin berat dan semakin komplek. Malah semakin beratnya, untuk pemenuhan hajat hidup saja sangat sulit. Apalagi bagi  masyarakat yang berpendapatan pas-pasan.
Sesungguhnya masyarakat kita sudah bias hidup dalam alam industry, kendatipun masih ada pola-pola tradisional yang kuat dan mengakar di lingkungan masyarakat pedesaan, namun nuansa industry sudah merambah di seluruh pelosok Negara, dengan segala masalah dan corak.
Dengan nuansa yang demikian itu, maka sesungguhnya masyarakat kita telah meninggalkan pola masyarakat tradisional menuju masyarakat modern dan industrial. Dalam era ini paling tidakkita menemukan ada tiga corak masyarakat, yang menjadi garapan misi dakwah islam secara menyeluruh. Pertama, masyarakat yang bercorak materialis sekularis, yaitu suatu pandangan hidup masyarakat yang segala sesuatu berdasarkan rasio dalam setiap penyelesaian masalah. Memang kecenderungan ini nampak dalam kalangan masyarakat kelas menengah ke atas, dimana nilai-nilai gotong royong telah ditinggalkan, semuanya dinilai dengan uang. Dengan uang kita akan mudah berbuat apa saja, menurut kehendak dan keinginan. Sehingga kita sering mendengar slogan ‘ waktu adalah uang’, ‘ada uang ada barang’, bahkan ada uang kita akan senang. Banyak sekali kita memergoki gejala yang semacam ini dalam masyarakat kita terutama di dalam memecahkan semua permasalahan.
Begitulah contoh corak kemasyarakatan kita pada saat ini, yang secara kasat mata telah menggejala disetiap relung kehidupan. Contoh ini pada teori kebijakan pembangunan yang dicetuskan oleh para ilmuwan penentu kebijakan, memang mengakar dari Negara barat yang mendambakan dan mementingkan rasio. Mestinya bila kita semua menginginkan adanya kemakmuran yang adil dan adil yang makmur, konsepsi agama Islam yang semestinya dikedepankan dalam menjawab setiap persoalan, yang ternyata justru dikesampingkan dan tidak mendapat tempat untuk dijadikan sebagai dasar pijak dalam memecahkan masalah.
Ini semua tantangan yang dihadapi oleh para pengelola dan pelaku dakwah Islam. Dakwah harus mampu mengembalikan citra Islam sebagai agama pembawa rahmah Allah. Agama yang paripurna dan agama yang mengedepankan adanya keseimbangan antara duniawi dan uhkrawi, meskipun uhkrawi lebih utama.
Kedua, krisis rohani. Di kota-kota besar dan bahkan disesa terpelosok sekalipun, sekarang ini masyarakat mengalami keresahan rohani yang luar biasa. Hidup masyarakat mengalami keresahan rohani yang luar biasa. Hidup masyarakat dikejar dengan ketidak menentuan dan seakan-akan setiap saat dikejar oleh bermacam-macam ancaman. Sehingga ada yang menempuh jalan alternative sehingga konpensasi terhadap ketidak mampuan menghadapi beban hidup yang semakin berat. Misalnya dengan ‘ngepil’ narkoba, ganja, dan semacam obat terlarang lainya. Minum-minum yang memabukkan menjadi minuman yang ‘ngetrend’. Bahkan mabuk sampai ‘nyungset’ menjadi bangga dan dikatakan jantan dan ‘jegek’. Kasus bunuh diri, perkosaan, perjudian, dan perampokan semakin meraja lela. Di desa dan lebih-lebih di kota besar pengamalan  keagamaan kian hari kian menurun. Kemudian kasus pindah agama dari Islam ke agama lain semakin Nampak, akibat semakin gencarnya upaya missionarissasi di Indonesia. Bahkan kerusuhan yang berkedok agama sering terjadi belum mendapat penyelesaian yang tuntas. Contoh-contoh ini tiada lain bahwa masyarakat yang berada dalam alam kebebasan cenderung mengalami keresahan rohani yang komplek. Maka tiada lain solusinya yang sangat jitu adalah kembali kepada dasar semula, yakni Al-Qur’an dan As Sunah.
 Ketiga, alienasi dan melonggarnya ikatan social masyarakat. Masyarakat antara yang satu dengan yang lain tidak ada hubungan kebersamaan, toleransi dan tenggang rasa, akan tetapi hubungan mereka hanya bersifat ‘mekanisme impersonal’, yaitu hubungan yang didasarkan pada aspek kebutuhan semata. Di dalam masyarakat pedesaan yang masih subur pola tradisionalnya, memang masih ada kita lihat sikap gotong royong diantara sesama. Akan tetapi didalam masyarakat perkotaan, apalagi di kota-kota besar yang bernuansa industrialnya sangat tinggi, sifat gotong royong telah hilang. Didalam ajaran Islam, misalnya, ada suatu ketentuan bahwa tidak beriman seseorang jika membiarkan tetangganya tidak mempunyai makanan. Bahkan sifat kesetiakawanan dalam Islam dipupuk dengan subur, lewat motivasi-motivasi pahala yang sangat tinggi, sebagaimana diajarkan bila kita memberi makan atau berbuka bagi orang yang berpuasa maka pahalanya sama dengan pahala orang yang mengerjakan puasa. Ini semua artinya bahwa Islam dengan program dakwahnya berkeinginan untuk tetap menempatkan eksistensi manusia dalam tempat yang sangat terhormat, ‘memanusiakan manusia’ baik dihadapan Allah sebagai mahkluk social yang diciptakan oleh Allah untuk mengeluarkan manusia dari keterpurukan social. (QS Ali Imran:10).
Dalam masyarakat modern yang ikatan sosialnya yang semakin memudar , kita tidak melihat siapa diantara yang mengalami kesusahan dan minta pertolongan, lu-lu, gue-gue, bahkan tidak mengenal dan tidak tahu siapa tetangga kita, siapa mengalami kesusahan dan perlu dibantu, kita tidak tahu apakah tetangga sebelah makan atau tidak. Tetangga mengalami kesusahan, ‘sripah’ pun tidak tahu. Pokoknya dapat dikatakan pada taraf ini masyarakat hidup serba didasarkan atas kepentingan pribadi dan mengabaikan kepentingan umum.
Dengan ketiga corak masyarakat dakwah kita yang demikian itu, dakwah Islam betul-betul dihadapkan kepada tugas yang sangat luar biasa beratnya. Dan tolok ukur keberhasilan dakwah adalah adanya bekasan nyata didalam masyarakat. Masyarakat lebih tinggi kesadaran keagamaannya, sosialnya dan ahklakul karimahnya. Oleh karena itu dakwah harus mau menampilkanprofil pelaksana dakwah yang mempunyai integritas tinggi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat obyek dakwah. Sanggup menghadapi berbagai kendala dan memberikan jawaban tuntas dalam setiap permasalahan yang terjadi dalam masyarakat dakwah. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar