Selasa, 02 Oktober 2012

DAKWAH ISLAM : Suatu Tinjauan Tentang Pentingnya Komonikasi Dakwah


DAKWAH ISLAM
(Suatu Tinjauan Tentang Pentingnya Komonikasi Dakwah)
Oleh : Anis Purwanto

            Dakwah Islam pada hakekatnya adalah aktualisasi teologi dalam dataran kenyataan, yang merupakan panggilan jiwa setiap ,uslim, untuk menciptakan kondisi kehidupan masyarakat yang lebih baik dan sempurna sebagai mahkluk Allah SWT. Salah satu sunatullah yang berlaku dalam kehidupan masyarakat (menurut Al-Qur’an) adalah bahwa masyarakat akan jaya (mencapai puncak peradapan) jika masyarakat itu mengikuti Dienul Islam yang sejalan dengan fitrah manusia, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (QS. Asy Syams: 1-9). Dan masyarakat akan hancur jika mengikuti hawa nafsu (menjadikan manusia sebagai sumber nilai dan kehidupan. (QS. Yusuf:53).
            Untuk mewujudkan tatanan masyarakat, yang dalam istilah Al Qur’an adalah masyarakat yang “baldatun toyyibatun warabbun ghafur”, sebagaimana dimaksud diatas diperlukan adanya profil da’I yang professional dan berkualitas, yang mempunyai pengetahuan luas, yang mampu memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang dan akan dihadapi oleh masyarakat, sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini. Menurut Al Qur’an, manusia dijadikan khalifah di muka bumi dan diberikan derajat yang tinggi untuk dapat dipertanggungjawabkan kepada khaliknya, “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan kepadamu”. (QS An An’am:165).
            Sejalan dengan itu, selanjutnya da’I tersebut juga akan menjadi pemimpin dan pengelola dakwah (Lembaga Dakwah), yang bertanggungjawab dalam maju mundurnya kegiatan dakwah. Oleh sebab itulah, betapa pentingnya menjalin komonikasi yang harmonis antara da’I dengan jamaahnya dan organisasi/lembaga dakwah. Sebab didalam menghadapi semua permasalahan dakwah tidak mungkin akan dapat terselesaikan secara perseorangan, tetapi diperlukan adanya kesatuan gerak dengan membentuk organisasi/lembaga dakwah. Karena lembaga itu adalah bentuk persyarikatan manusia untuk mencapai suatu maksud dan tujuan bersama. (James D. Zoney, Dasar-Dasar Manajemen).
            Sejalan dengan gerak dakwah di Indonesia yang dimulai sejak abad VII M, yang dalam perkembangannya banyak memberikan aou put (pengaruh) terhadap lingkungan dan dapat membentuk wajah sosio cultural yang bercorak Islam, tumbuhlah organisasi/lembaga dakwah seperti SI, NU, Muhammadiyah dan lain-lain dalam membentuk kesatuan akidah dan ukhuwah Islamiyah berdasarkan Al Qur’an dan As-Sunnah. Kehadiran organisasi/lembaga dakwah ini, banyak memberikan andil bagi pembinaan umat Islam, karena setiap organisasi/lembaga dakwah itu mempunyai metode dakwah tertentu yang sesuai dengan corak obyek yang dihadapi. Nampaknya sekarang ini memang ada kesan bahwa lembaga dakwah yang ada itu berjalan sendiri-sendiri sesuai dengan pola dan kebijakan masing-masing, kendati demikian tetap dalam kesatuan aqidah dan tetap tejalin hubungan antar lembaga yang harmonis dalam kerangka ukhuwah islamiyah.
            Jadi dalam hal ini seseorang da’I harus bias berkomonikasi dengan masyarakat yang dihadapi, “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS Yuusuf:108). Komonikasi adalah suatu factor yang penting bagi perkembangan hidup manusia sebagai mahkluk social. Tanpa mengadakan komonikasi, individu manusia tidak mungkin dapat berkembang dengan normal dalam lingkungan sosialnya.
            Oleh karenanya, dakwah Islam dapat terialisir dengan mengadakan komonikasi yang timbale balik antara subyek dakwah (yang khoiro ummatin) dengan obyek dakwah, menuju kepada masyarakat yang adil dan makmur dalam ridla Allah SWT (ummatan wahidatan). Dan peranan da’i/penyuluh agama tetap diperlukan, selama ia masih dapat mempertahankan peranannya sebagai da’I yang betul-betul konsesten sebagai uswatun khasanah didalammasyarakat, baik dari segi ucapan maupun tindakannya. Komonikasi timbale balik abtara da’I dengan umat dakwah ini perlu dijalin terus sampai tercapainya tujuan yang diharapkan. Dan apabila komonikasi tersebut putus mala petaka bagi seseorang da’I, sebab tidak hanya ditolaknya materinya saja, tapi dapat juga dia mendapat cacian dan hujatan.
            Disamping itu para da’I perlu mengadakan hubungan formal dengan organisasi/lembaga dakwah, sehingga didalam gerak dan lembaga dakwahnya tersinergi sevara utuh dalam masyarakat, misalnya dengan mengadakan dialog, diskusi dan lain-lain. Selain untuk mengakrapkan hubungan antar da’I, juga saling mendapatkan ilmu terutama dalam bidang dakwah, dalam rangka untuk perbekalan dakwah akan dating.
            Dalam hal inilah, kita menangkap peran yang sangat penting yang dipikul oleh Kementerian Agama. Sebagai lembaga pemerintah, Kementerian agama terutama di lingkungan Kantor Kementerain agama kabupaten dan kota, lewat seksi Pendidikan agama Islam pada Masyarakat dan Pemberdayaan Masjid (Penamas), pada setiap tahun mengangkat Penyuluh Agama Non PNS dari tingkat kecamatan dan desa diseluruh kabupaten dan kota, disamping adanya Penyuluh Agama Fungsional. Dengan ini akan mudah didalam menjalin komonikasi dan pembinaan, paling tidak 2-3 kali dalam satu tahunnya dapat diketahui macam dan langkah kegiatan dakwah Islam di seluruh kabupaten dan kota. Langkah ini menjadi penting sekali, sebab para penyuluh agama tersebut berangkat dari latar belakang yang bermacam-macam, yang dapat mewarnai corak dakwah. Mengingat yang dihadapi para da’I dan Penyuluh Agama Islam itu sangat komples, dilain pihak terdapat perbedaan antara wilayah yang satu dengan yang lain. Mengingat pentingnya keberadaan para Penyuluh agama/da’I sebagai aset bangsa, maka peran dan potensinya perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan kearah peningkatan fungsi dan peran da’i.  Wllahu a’lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar