Sabtu, 04 Agustus 2012

RAMADHAN DAN KEMERDEKAAN HAKIKI


RAMADHAN DAN KEMERDEKAAN HAKIKI
Oleh : Anis Purwanto

Merupakan nikmat yang sangat besar dan tiada tara, bahwa pada tahun ini kita dipertemukan kembali oleh Allah Azza wa jalla dengan Ramadhan dalam kedaan Islam dan Imann. Bahkan pertemuan kita kali ini sangatlah istimewa, bila kita bandingkan dengan Ramadhan pada tahun-tahun yang lalu. Sebab Ramadhan 1433 H ini ada keistimewaan bagi umat Islam Indonesia, yakni bertepatan dengan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-67. Hal ini mengingatkan kita dengan saat detik-detik Proklamasi RI terjadi pada bulan Ramadhan, tanggal 17 Agustus 1945. Harapannya, semoga kaum muslimin menyadari bahwa kemerdekaan dari penjajahan bukanlah kemerdekaan yang final, dan Ramadhan merupakan momentum bagi perbaikan diri dan bangsa untuk meraih kemerdekaan yang sebenarnya. Sebab, senyatanya ada korelasinya antara Ramadhan dengan kemerdekaan hakiki bagi bangsa Indonesia ini.       Sebenarnya cukuplah bagi seorang hamba mengetahui bahwa Allah memerintahkan untuk berpuasa itu menjadikan keutamaan yang besar yang akan diraihnya dengan menjalankan perintah itu, “Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan puasa atas kalian sebagaimana telah diwajibkan pula kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa” (QS. Al Baqarah :183). Karena dia menyadari bahwa Allah yang Maha Penyayang pasti tidak menginginkan untuk mencelakakan hamba-Nya. Sehingga apa yang diperintahkan-Nya pasti mengandung kebaikan. Kata la’allakum tattaqun, disini merupakan nilai final yang akan kita raih, artinya supaya kalian bertaqwa kepada Allah, sehingga engkaupun meninggalkan apa yang diharamkan oleh Allah dan engkau menegakkan apa yang diwajibkan oleh Allah.                                       Puasa termasuk ibadah dan ketundukan kepada Allah, sehingga puasa itu menjadikan orang yang berpuasa hanya menghadapkan dirinya kepada Allah, tunduk dan khusuk dihadapan-Nya tatkala dia harus menolak kekuasaan syahwat. Disisi lain bersatunya umat dalam menjalankan satu ibadah dalam satu waktu dan menempa kesabaran mereka secara bersama-sama, baik orang-orang yang kuat maupun yang lemah, terpandan maupun tidak, kaya maupun miskin guna bersama-sama menanggung kewajiban ini yang akan membuahkan keterikatan hati dan ruh mereka serta bersatunya kalimat mereka. Puasa juga menjadi sebab terjalinnya kasih saying antara umat ini satu sama lain.                                                                                             Maka ini adalah kesempatan yang besar, sekaligus nikmat yang agung. Akan tetapi, peluang besar ini juga menjadi sebuah kecelakaan bagi orang-orang yang menyia-nyiakannya, sehingga ia keluar dari Ramadhan tanpa ampunan dari Rabb-Nya, “Celakalah seorang yang memasuki bulan Ramadhan namun dia tidak diampuni” (HR. Hakim dan Thabrani). Sehingga harapan diampuni dosa adalah merupakan cita-cita besar bagi setiap muslim, sebab untuk meraih derajat itu dibutuhkan perjuangan yang sangat berat. Maka pantaslah jikalau Ramadhan juga disebut sebagai syahrul jihad. Bahwa Ramadhan adalah bulan disaat kaum muslimin memiliki gairah besar untuk berjihad menegakkan agama Allah, bukan bulan yang memperlemah umat Islam dalam hari-hari yang penuh kelesuan.                                                                                                                                                   Maka peristiwa heroik para pejuang bangsa didalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia, menjadi inspirasi utama didalam upaya mngisi kemerdekaan ini dengan pembangunan disegala bidang. Tentu saja kesemuanya ini dapat kita hitung sebagai upaya berjihad. Bahkan sejarah umat telah berbicara, perang Badar yang terjadi pada bulan Ramadhan, kaum muslimin menunai kemenangan gemilang, 313 pasukan Islam berhasil mengalahkan 1000 pasukan kafir Quraisy yang bersenjatakan lengkap. Kemenangan gemilang pertama yang diraih umat Islam ini kemudian menjadi penguat eksistensi kaum muslimin di Madinah dan pembuka bagi kemenangan-kemenangan Islam berikutnya. Adakah pakar militer saat itu yang bisa memprediksi bahwa Rasulullah dan para sahabatnya bisa memenangkan peperangan. Dan kemenangan jihad ini terjadi pada bulan Ramadhan. Meskipun kemudian peristiwa perang Badar ini oleh Nabi dinilai sebagai peperangan yang kecil, Sebab senyatanya, menurut Nabi kita selalu dihadapkan dengan peperangan yang lebih besar, yakni jihadun nafs.                                                                                                                                                                  Meski demikian adanya, namun enam tahun kemudian terjadi peristiwa yang jauh lebih besar dan mempesona, ada penaklukan paling indah dalam sejarah umat manusia yakni peristiwa fathul mekkah. Penaklukan tanpa korban jiwa. Kemenangan besar tanpa tetesan darah. Sepuluh ribu pasukan Islam yang dipimpin oleh Rasulullah memasuki Makkah dengan tenang, menang tanpa perlawanan. Bukan hanya kemenangan fisik yang membuat pasukan Makkah tidak berani memberontak, tetapi juga kemenangan jiwa, sehingga keimanan masuk ke jiwa-jiwa mayoritas penduduk Makkah, menggantikan seluruh kekufuran dan permusuhan mereka. Maka, tidak ada satupun yang membela saat 360-an berhala di sekeliling Ka’bah dihancurkan. Tidak ada yang meratapi atau melakukan demonstrasi saat berhala-berhala itu dilenyapkan. Sebab, sesaatlum dilenyapkan dari Masjidil Haram, Allah telah melenyapkan dari hati mereka. Inilah jihad dan kemenangan besar yang juga terjadi di bulan Ramadhan. 
                                                                                                                                                           Jika Ramadhan telah mmenjadi bulan jihad, maka mari kita berdiri untuk memandangi wajah negeri kita. Sudahkah ia merdeka secara hakiki. Dan sudahkah kita mendapatkan kemerdekaan hakiki sebagai umat Islam Indonesia ?. Bila jawabnya belum, maka senyatanya kita harus tetap berjuang menegakkan syariat Islam, agar dapat dilaksanakan dengan baik dan benar oleh umat Islam. Perjuangan itu tiada henti kita lakukan, sebab “sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa” (QS.Al-Hujurat:13). Maka kemerdekaan yang utama bagi umat Islam adalah kemerdekaan dari segala bentuk peribadatan kepada selain Allah “kemerdekaan aqidah”, Kita hanya beribadah kepada Allah, takut kepada Allah, dan mengharap hanya kepada Allah. Bertauhid dengan benar. Sehingga seseorang mukmin tidak lagi memiliki kekhawatiran dan ketakutan melaksanakan ibadah, sesuai dengan syariat islam. “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman, (QS.Ali Imran:139). Sebab kemerdekaan ber-akidah ini membawa implikasi yang sangat besar pada kemerdekaan menjalankan syariat Islam, agar Islam dapat dijalankan secara kaffah.
Kemerdekaan hakiki juga berarti seseorang merdeka untuk memperbanyak kebaikan, tidak ada halangan seseorang untuk melaksanakan yang makruf dan meninggalkan yang mungkar. Sekarang ini,  saatnya kita mendapatkan semuanya, di bulan Ramadhan yang penuh berkah dan ampunan Allah SWT, di bulan Agustus disaat kita juga memperingati kembali HUT RI dan di akhir bulan Agustus ini pula kita akan mengakhiri ibadah Ramadhan dengan ber-Idul Fitri. Umat Islam mempunyai kesempatan yang sangat besar untuk kembali kepada fitrahnya, kembali kepada kemerdekaan hakiki. Banyak yang dapat kita perbuat untuk meraih kemerdekaan hakiki, sebab QS An Nisa’: 97 telah memberikan ibrah kepada kita mengenai orang yang berdiam diri dalam keterjajahan, “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya:”Dalam keadaan bagaimana kamu ini?. Mereka menjawab:”Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para Malaikat berkata:”Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu “. Orang-orang itu tempatnya neraka jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”.                                                                                                                                                      Sebab senyatanya, ada diantara umat Islam yang  ketika mengetahui kemungkaran dia tidak “mampu” untuk mencegahnya. Namun ketika didalam Islam terlihat menguntungkan, beramai-ramai berteriak “kembali kepada Islam”. Ini artinya, kita tidak boleh berdiam diri dalam kelemahan, tidak boleh menyerah dalam kondisi yang tidak ideal sekalipun. Kita tetap berupaya sekuat kemampuan, untuk sama-sama meneriakkan “Islam itu indah kawan”. Sekecil apapun peran kita, itulah sumbang sih terbesar, “Barang siapa mengetahu ada kemungkaran, maka rubahlah dengan tanganmu, apabila tidak mampu, maka rubahlah dengan lesanmu, dan apabila itu juga tidak mampu, maka rubahlah dengan hatimu, meski jalan itu adalah pertanda selemah-lemah iman ( upaya)”. Maka bula Ramadhan merupakan momentum yang sangat tepat bagi kita untuk bangkit. Bangkit dalam beraqidah yang benar, bangkit dalam menjalankan syariat Islam. Bangkit untuk menunjukkan peran dan semua potensi kita. Bahkan  kita harus siap, dengan identitas kita mencapai kemerdekaan hakiki. Mencapai kemuliaan hidup di dunia dan di akhirat. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar