Selasa, 28 Agustus 2012

MEMANDANG PERBEDAAN DENGAN KEJERNIHAN HATI


MEMANDANG PERBEDAAN DENGAN KEJERNIHAN HATI
Oleh : Anis Purwanto

            Mukmin sejati menurut pandangan Islam adalah mereka yang membenarkan keimanan dengan hatinya (tasdiqun bi al-qalb), menyatakan dengan perkataannya (taqrir bi al-lisani) dan merealisasikan keyakinannya itu dengan amal nyata (amal bi al jawarih/arhanihi). Karenanya, dalam menilai seseorang itu benar-benar beriman apa tidak, Islam lebih  menekankan kepada wujud pengabdian seseorang. Sebab yakin saja tidaklah cukup. Masih perlu pembuktian-pembuktian dengan amal nyata. Demikian pula Islam memberikan penghargaan yang setuinggi-tingginya bagi mereka yang mau melaksanakan amal kebaikan, meskipun dalam situasi tertentu niat seseorang sudah dianggap sebuah kebaikan.
            Dengan motivasi ajaran Islam tentang penting amal nyata inilah maka dalam dimensi kesejarahan umat Islam, sejak dari Rasulullah bersama sahabat, telah dikembangkan tradisi amal nyata dengan sangat ketat. Sebab salah satu bukti universalitas dan kesempurnaan ajaran Islam adalah sangat menekankan adanya pengembangan kualitas sumber daya manusia, rohaniyah dan jasmaninya, agar dapat memenuhi tugas-tugas kekhalifahannya, memimpin dan memakmurkan bumi. “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,”Aku hendak menjadikan khalifah di bumi”, Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedang kami bertasbih memuji-Mu dan mensucikan nama-Mu ?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu keyahui”. (QS. Al-Baqarah:30). Untuk dapat memenuhi tugas kekhalifahan yang sangat berat tersebut maka kesucian dan kejernihan hati sangat menentukan. Sebab baik buruknya seseorang tergantung kepada hati seseorang. Bila hatinya baik maka seluruh amalnya akan lebih  baik,atau paling tidak mempunyai kecenderungan kearah yang baik. “Sesungguhnya di dalam diri manusia itu terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, maka akan baiklah seluruh tindakannya, dan apabila ia buruk, maka akan buruklah keseluruhan tindakannya. Itulah qal-bu”. (HR Al-Bukhari dan Muslim).
            Hati yang merupakan sentral kegiatan menjadi satu daya yang terdapat dalam ruhani manusia. Meskipun ruhani manuisa mempunyai dua potensi, yakni potensi pikir (akal) yang berpusat di kepala dan potensi ruhaniyah yang berpusat di qalbu. Namun potensi qolbu sangat menentukan. Sebab kesuksesan seseorang amat tergantung kepada kecanggihannya dalam memenej dan memerankan qalbu itu dalam aktifitas sehari-hari. Karenanya kejernihan potensi hati  perlu terus di pertajam melaui amal ibadah. Dan upaya pensucian qalbu (jiwa) yang merupakan            sentral kedirian manusia akan berimplikasi langsung kepada kesuksesannya didalam melaksanakan semua tugas kekalifahan. Disisi lain mempunyai ketajaman pola pikir yang cernih didalam menatap semua persoalan yang dihadapi. Sebab sebagai mahkluk sosial manusia selalu dihadapkan berbagai persoalan umatiyah. Persoalan yang ada akan dihadapi dengan pemikiran dan hati yang jernih. Tidak emosional dan menyalahkan orang lain.
            Dengan pencerahan qalbu yang didalamnya dilakukan sejumlah kegiatan pendekatan kepada Allah SWT, maka seseorang akan memperoleh ketenangan dan kearifan, “Yaitu orang-orang yang beriman hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram”. (QS Ar Ra’du:28). Dengan shalat seseorang akan mempunyai sifat rendah hati, puasa sebagai pengendalian diri, zakat dapat menumbuhkan dan kepedulian sosial, haji lebih kepada taqqarub illallah dan mempertajam rasa syukur, dzikir untuk selalu mendekatkan kepada Allah SWT. Di sisi yang lain kesucian hati akan berpengaruh kepada seseorang, baik didalam berbicara maupun bertindak. Sangat berhati-hati didalam berbicara. Bukankah sembarangan dalam berbicara telah banyak menimbulkan fitnah dan berbagai konflek diantara umat dewasa ini. Meskipun menurut keyakinan  sendiri sesuatu dianggap yang paling benar, namun mungkin masih ada pendapat atau keyakinan orang lain juga ada benarnya. Kita ambil saja, adanya peristiwa pelaksanaan Hari Raya Idul Fitri 1428 H tahun ini. Bagi kaca mata orang awam, dipandang pelaksanaan Idul Fitri yang berbeda itu dipandang umat Islam tidak bersatu, penuh dengan konflek dan segala macam cap yang dilontarkan. Bahkan ucapan-ucapan yang bernada sinis terdengar dari seorang tokoh yang dianggap berpengaruh disuatu lingkungan.
            Karenanya, pensucian hati ini sangatlah penting , agar kita dapat meningkatkan keharmonisan masyarakat atau meningkatkan keharmonisan amal dan melahirkan saling pengertian. Bukankah kita sering dilatih didalam ritme peribadahan ?.Apalagi baru saja umat Islam selesai melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh, dan kini telah ber Idul Fitri. Hati ini terasa ringan dan kembali kepada kesucian. Segala bentuk perbedaan seyogyanya segera diakhiri, kita buka lembaran baru, babak baru, untuk menatap kehidupan selanjutnya. Umat Islam memeng masih terus dihadapkan berbagai persoalan , baik intern maupun ektern umat beragama. Persoalan penentuan Hari Raya, pelaksanaan shalat taraweh, bacaan qunut, menjadi menu persoalan yang sering memicu adanya konflek horisontal. Kalaupun kita mempunyai hati yang lapang didalam memandang persoalan itu, persoalan itu tidak akan diulang-ulang dipertentangkan. Semua akan baik-baik saja didalam melaksanakan ibadah sesuai kemantapan dan ketetapan hatinya. Bagi yang tak sepahampun mestinya tidak usah memperuncing dengan dalih dan alasan yang justru memperbesar perbedaan.
            Didalam kehidupan sehari-hari ataupun didalam pelaksanaan ibadah sekalipun perbedaan sudah menjadi hal yang sangat biasa dan sering ditemui. Tapi memperpanjang perbedaan sungguh hal yang sangat merugikan umat Islam sendiri. Sebab dihadapan umat Islam masih terbentang persoalan yang lebih besar dan lebih dibutuhkan kebersamaan, tugas kekalifahan yang kita sandang itu sungguh sangat berat. Kita tidak akan mampu untuk memikul seorang diri, kita butuh orang lain, meskipun dia tidak sepaham dan sealiran dengan kita. Kita butuh kawan yang benar-benar mau memandang bersama ditengah-tengah perbedaan. Berkeyakinan, berucap dan bertindak dengan kejernihan hati akan lebih menguntungkan dari pada mempertahankan keyakinan dan tindakan yang dapat mempertajam persoalan umat. Kita sadar bahwa perbedaan adalah rahmat yang diberikan oleh Allah SWT, yang pengejawantahannya sungguh dibutuhkan kearifan dan hati yang jernih. Sehingga dengan pencerahan hati akan berimplikasi juga pada kesuksesan kita didalam menjawab semua persoalan yang dihadapi oleh umat. Dapat dikatakan demikian karena dengan pensucian jiwa akan menyembulkan sikap ihklas dalam diri, yang akan membuat lebih bersemangat melakukan yang terbaik untuk kepentingan bersama.Tidak sendiri-sendiri tapi bersama “Ukhuwah Islamiyah”, bersatu kita maju , “crah agawe bubrah”.
            Analisis diatas, memperhatikan bahwa pensucian jiwa merupakan salah satu jalan keluar bagi kegundahan umat didalam memandang segala bentuk perbedaan amaliyah yang sering dipertentangkan dan biperuncing oleh kita sendiri. Pensucian jiwa merupakan kunci bagi kesuksesan umat Islam dalam memandang perbedaan. Dan dalam tataran makro umat Islam dihadapkan berbagai persoalan global yang sangat komplek. Wallahu  a’lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar