Senin, 17 Juli 2017

KHUTBAH JUM’AT : PASCA RAMADHAN DAN IDUL FITRI



KHUTBAH JUM’AT
PASCA RAMADHAN DAN IDUL FITRI
Oleh : Drs. Anis Purwanto
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَهُوَ الْمُهْتَدُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًا مُرْشِدًا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَي حَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا وَمَوْلَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأصَحابهِ اْلأَخْيَارِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
قَالَ تَعَالَي عَزَّ مِنْ قَائِلٍ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. أَمَّا بَعْدُ.
Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Segala puji atas limpahan karunia Allah yang tak pernah habis-habisnya kita rasakan dan nikmati. Sebagai ungkapan rasa syukur kita,  marilah kita perbaiki hubungan kita dengan Allah SWT. Dengan meningkatkan kualitas iman dan taqwa kepada Allah SWT, menjadikan setiap gerak dan langkah kita mencari keridhoaan Allah semata.  Shalawat dan salam kepada baginda Rasulullah SAW, teladan umat semesta, panutan dalam merealisasikan ketaqwaan dalam kehidupan nyata, dalam bermasyarakat dan bernegara.
Dari mimbar Jum’at ini, kita mengajak kepada kita sekalian untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Peningkatan iman terus dilakukan dengan cara peningkatan amal shaleh. Karena derajat kemuliaan seorang hamba di sisi Allah hanyalah dinilai dengan ketakwaannya.
إِنَّ أَڪۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَٮٰكُمۡ‌ۚ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa”. (QS. Al Hujarat: 13).
            Hidup memang penuh dengan pilihan dan hamba-hambaNya  yang shalih selalu memilih jalan Allah sebagai penuntun lankahnya, sebab ia sadar bahwa apapun ketetapan Allah atas dirinya adalah ujian dariNya, apakah ia akan tetap pada keimanannya atau malah ia menjadi kufur karenanya. Marilah kita ingat kata-kata nabi Sulaiman ketika singgasana diletakkan dihadapannya :

هَـٰذَا مِن فَضۡلِ رَبِّى لِيَبۡلُوَنِىٓ ءَأَشۡكُرُ أَمۡ أَكۡفُرُ‌ۖ
“Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari”. (QS. An Naml: 40).
Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Ramadhan dan Idul Fitri telah berlalu. Kenangan indah sewaktu menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh masih terpatri kuat dalam ingatan. Semarak beridul fitri juga masih kita rasakan. Akan tetapi sesungguhnya yang menjadi perhatian kita selanjutnya adalah lebih kepada bagaimana pelaksanaan ibadah puasa itu sendiri. Sebab kemampuan menahan diri ini akhirnya tidak dipahami hanya dilakukan pada bulan Ramadhan saja akan tetapi terus berlanjut pada bulan-bulan berikutnya. Kegembiraan pada Hari Raya Idul Fitri adalah hak bagi setiap orang, namun kegembiraan ini tidak hanya sekedar menunjukkan partisipasi lahiriyah yang semu ketika menyambut hari yang mulia ini. Akan tetapi kegembiraan dimaksud dapat terpancar melalui adanya suatu keyakinan bahwa puasa dan amal ibadahnya yang lain selama Ramadhan ini diterima oleh Allah SWT.

وَلِتُڪۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُڪَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَٮٰكُمۡ وَلَعَلَّڪُمۡ تَشۡكُرُونَ

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangan Ramdahan dan hendaklah kamu mengagungkan Tuhan sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan-Nya kepadamu supaya kamu bersyukur”. (QS Al-Baqarah :185)

Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Idul Fitri merupakan terminal baru yang kita singgahi setelah satu bulan penuh menjalankan ibadah puasa. Terminal ini ternyata lebih sulit bila dibanding dengan terminal sebelumnya yakni puasa itu sendiri. Karena terminal puasa hanya dijejali dengan latihan-latihan sesuai dengan namanya syhr al-riyadhah (bulan latihan). Hasil dari latihan ini akan dipertandingkan dengan masuknya hari raya Idul Fitri, untuk mengevaluasi sejauhmana kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh sewaktu latihan, kemudian akan dipertandingkan dalam rentang waktu yang sangat panjang.

Maka kemudian yang sangat berat adalah ketika kita memasuki terminal pasca lebaran yakni memelihara dan melestarikan nilai-nilai Ramadhan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah puasa selesai nampaknya kita harus tetap “puasa”. Sebab tugas memelihara ini justru lebih berat ketimbang melaksanakan perintah ibadah puasa itu sendiri. Selama bulan suci Ramadhan, ada faktor pendukung yang sangat menguntungkan, sehingga kita kuat menghadapi godaan dan ujian iman. Ketika itu seluruh kaum muslimin serentak melaksanakan ibadah puasa, taraweh rame-rame, tadarus bersama. Begitupun lingkungan sekitar kita , ikut menghormati bulan suci Ramadhan , warung makan tidak buka disiang hari. Begitupula seluruh tayangan TV, sangat sarat dengan muatan dakwah. Bergagai paket acara yang bernuansa Ramadhan pun disajikan. Seakan tiada hari tanpa dakwah. Sehingga selama Ramadhan kita merasakan suasana yang sangat Islami, jauh dari aroma mungkarot yang kerap mewarnai kehidupan kita.
Sehingga setelah puasa dan Idul Fitri, kita masih harus tetap menjalankan puasa sepanjang masa. Dan Idul Fitri merupakan awal perjanjian manusia dengan Allah SWT, untuk melanjutkan tradisi positip yang telah dibangun ketika puasa Ramadhan, sehingga masuk bulan Ramadhan berikutnya, yakni mengaplikasikan amalan-amalan yang dilakukan pada bulan Ramadhan baik amalan yang berkaitan dengan pisik maupun yang berkaitan dengan mental.
            Sayangnya situasi itu hanya dalam bulan Ramadhan, setelah Ramadhan usai semuanya kembali pada posisinya masing-masing. Seakan kita tak pernah dilalui bulan Ramadhan. Ibadah puasa dan qiyamullail (shalat malam) yang kita lakukan selama satu bulan, tak nampakkan bekas sama sekali dalam diri kita. Sehingga inilah nampaknya sinyalemen Rasulullah SAW, bahwa “sesungguhnya kita baru pulang dari perang kecil menuju perang yang lebih dahsyat lagi, yaitu perang melawan hawa nafsu”, menjadi kenyataan. Kita memang masih harus puasa lagi setelah puasa usai. Buah nilai puasa satu bulan sebetulnya sudah mampu mewarnai corak kehidupan kita selanjutnya. Dengan catatan bahwa puasa yang kita lakukan itu puasa yang “imanan wah tisyaban” dan “ghufiralahu mataqodan min dambih”. Sebab ada banyak model puasa yang juga banyak dilakukan , dimana dia melaksanakan puasa akan tetapi dia tidak mendapatkan apa-apa keculai hanya lapar dan haus. Kasihan tentunya orang yang model puasa seperti itu, laksana orang yang jatuh ketimpa tangga.

Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
            Selama bulan Ramadhan pelaksanaan ibadah kita sangat baik, setidaknya menurut kita, bahkan iman dan taqwa kita terasa sangat mantap. Laksana seorang prajurit yang pulang dari medan peperangan dengan membawa kemenangan yang gilang gemilang. Kita kembali menjadi suci lahir batin,  bahkan kita terasa dilahirkan kembali dari kandungan ibu, mental kita jadi kuat, kesabaran kita menjadi tangguh, watak dan kepribadian kita berubah menjadi pribadi yang luhur, sikap kita menjadi sikap yang siap menghadapi ujian didalam menghadapi segala persoalan hidup dan kehidupan. Bahkan selama bulan Syawal, kita aktip silaturahmi ke mana-mana, berhalal bihalal, minta maaf kepada sanak kerabat dan handai taulan.
            Akan tetapi kini, kita saksikan, semua yang pernah ada hilang begitu saja. Semua kembali kepada posisinya masing-masing. Bahkan sifat kemalas-malasan beribadah kambuh lagi. Tradisi keislaman dalam bulan Ramadhan dan Idul Fitri tenggelam seakan ditelan bumi. Masjid-masjid tampak sepi.
            Jadi meraih suatu prestasi  memang sangatlah berat, akan tetapi lebih berat lagi mempertahankannya. Selama Ramadhan dan Idul Fitri kita telah diikat dengan tradisi keagamaan yang kuat dan kita berhasil meraihnya. Karena itu tak pantaslah apabila kemudian tradisi keagamaan itu kita tinggalkan. Selanjutnya terserah kepada kita masing-masing. Bagaimana merealisasikan semua yang telah diterima selama ini dalam kegiatan nyata, Sehingga pasca Ramadhan dan Idul Fitri ini nampaklah ada perubahan, dari yang negatip kepada yang positip dalam segala hal. Semoga kita tergolong orang-orang yang tetap bertaqwa kepada Allah SWT , dalam situasi dan kondisi apapun. Bahagia di dunia dan di akhirat. Amin ya rabbal ‘alamin.
                                                                                            
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar