Rabu, 17 Januari 2018

NASKAH KHUTBAH JUM’AT : HIDUP HARMONI DENGAN PEDULI SESAMA



NASKAH KHUTBAH JUM’AT
HIDUP HARMONI DENGAN PEDULI SESAMA
Ed : ANIS PURWANTO
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَهُوَ الْمُهْتَدُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًا مُرْشِدًا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَي حَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا وَمَوْلَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأصَحابهِ اْلأَخْيَارِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
قَالَ تَعَالَي عَزَّ مِنْ قَائِلٍ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. أَمَّا بَعْدُ.

Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Rasa syukur adalah alat ukur bagi kualitas keimanan seorang hamba, dengan alat ukur ini pula kita dapat menilai kadar ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Keengganan kita untuk bersyukur akan membuat kita terus terlunta-lunta dalam pencarian yang tak terbatas terhadap setiap keinginan nafsu. Setiap kita meraih sebuah puncak, maka terlihat disekeliling kita puncak-puncak lain yang tinggi, dan lagi-lagi dengan penuh nafsu kitapun berusaha menggapainya.
Inilah sesungguhnya yang terjadi pada seorang Fir’aun pada zamannya. Sehingga ketika ia telah mencapai puncak tetinggi derajat kemuliaan duniawi, ia pun melirik singgasana milih Ilahi dan celakanya ia pun ingin meraihnya. Kemudian dengan kekerdilannya ia pun mencoba menduduki singgasana Tuhan dengan menisbahkan dirinya sebagai Illah yang harus disembah. Dan tentunya, pemilik singgasana diatas singgasana pun tidak tinggal diam melihat kecongkakan dan ketamakan Fir’aun dan ia ditenggelamkan oleh Allah di laut Merah tanpa seorang pembantunya yang dapat menolongnya.
Dan apa yang terjadi pada Fir’aun tersebut juga terjadi pada kadernya, yakni Qarun. Sebagaimana yang telah dikisahkan didalam Al-Qur’an Surat Al-Qashash ayat 76 : betapa kunci-kunci dari brangkas harta bendanya terasa sangat berat dipikul oleh beberapa orang yang bertubuh besar, kekar dan kuat.
إِنَّ قَـٰرُونَ ڪَانَ مِن قَوۡمِ مُوسَىٰ فَبَغَىٰ عَلَيۡهِمۡ‌ۖ وَءَاتَيۡنَـٰهُ مِنَ ٱلۡكُنُوزِ مَآ إِنَّ مَفَاتِحَهُ ۥ لَتَنُوٓأُ بِٱلۡعُصۡبَةِ أُوْلِى ٱلۡقُوَّةِ إِذۡ قَالَ لَهُ ۥ قَوۡمُهُ ۥ لَا تَفۡرَحۡ‌ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡفَرِحِينَ
 “Sesungguhnya Karun termasuk kaum Musa, tetapi dia terlalu zalim terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, “janganlah engkau terlalu bangga. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri”.
            Kader Fir’uan yang satu ini tampaknya juga tertulari oleh sifat buruk pendahulunya, yaitu arogansi dan kecongkakan yang luar biasa, ia lupa bahwa melimpahnya kekuasaan yang ia miliki masih teramat sangat kecil dibandingkan dengan kuasa Allah yang Maha Kaya. Maka ia pun akhirnya ditenggelamkan oleh Allah kedalam perut bumi dengan seluruh harta bendanya.
Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.        
            Menghindari sikap dan sifat materialisme, itulah sesungguhnya pesan Islam bagi para pemeluknya. Harta benda dalam konsep Islam adalah amanah. Hakekatnya ia adalah milik Allah yang dititipkan kepada kita. Kearifan dalam menggunakan dan mentasyarufkannya akan menentukan seberapa tinggi nilai yang diberikan Tuhan terhadap sifat amanah kita. Bila kita mampu mengelolanya dengan baik, maka pahala dan berbagai kemudahan hidup akan menjadi milik kita :
فَأَمَّا مَنۡ أَعۡطَىٰ وَٱتَّقَىٰ (٥) وَصَدَّقَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ (٦) فَسَنُيَسِّرُهُ ۥ لِلۡيُسۡرَىٰ (٧)
 “Adapun orang yang memberikan (hartanya dijalah Allah) dan bertaqwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik yaitu surga, maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah”. (QS. Al-Lail:5-7).
            Dan sebaliknya jika bakhil dan terus memperkaya diri sendiri, maka kesulitan hiduplah yang kita peroleh :
وَأَمَّا مَنۢ بَخِلَ وَٱسۡتَغۡنَىٰ (٨) وَكَذَّبَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ (٩) فَسَنُيَسِّرُهُ ۥ لِلۡعُسۡرَىٰ
 “Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar”. (QS. Al-Lail :8-10)
Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Bebagai bentuk ketidakharmonisan hidup yang terjadi pada masyarakat, sesungguhnya lebih banyak terjadi karena pengkhianatan terhadap ayat Allah diatas. Sistem ekonomi, yang sengaja atau tidak sengaja, cenderung menganut madzhab kapitalisme, dimana kesempatan berusaha dan berkembang lebih banyak dimiliki oleh kaum bermodal, sementara orang kecil lebih diposisikan sebagai konsumen semata, yang sering mengakibatkan kecemburuan yang acapkali berakhir dengan anarkhisme serta menimbulkan tidak stabilnya tata kehidupan masyarakat.
Selain itu, kapitalisme juga melahirkan budaya materialisme, yakni faham yang segala sesuatu selalu dinilai dari seberapa banyak keuntungan materi yang didapat.”Apa yang tak dapat dibeli dengan uang”, demikian kata hampir semua orang. Jabatan, kedudukan, keadilan, kehormatan dan bahkan harga diri menjadi sekedar barang murahan jika sudah dihadapkan dengan uang. Pendek kata semua boleh ditukar dengan uang.
Pertanyaannya kemudian adalah ,”Apakah ini pertanda akan lahirnya bangsa Fir”aun atau lahirnya kader Qorun baru. Waktulah yang akan menjawabnya. Namun sebelum adzab Allah itu datang marilah kita coba ingat akan firman Allah dalam Suroh At Takatsur ayat 1-4:
أَلۡهَٮٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ (١) حَتَّىٰ زُرۡتُمُ ٱلۡمَقَابِرَ (٢) كَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُونَ (٣) ثُمَّ كَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُونَ (٤)
 “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk liang kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahuinya”. (QS At Takatsur :1-4).
            Sekali lagi, selagi nyawa masih dikandung badan, selagi waktu masih berpihak kepada kita, marilah kita kembali merenungi diri, tentang apa yang telah kita perbuat bagi orang lain. Sebab cita-cita akan lahirnya sebuah masyarakat madani di negara kita yang multiras, multi suku, multi agama dan tentu saja dengan latar belakang sosial ekonomi yang beragam, mustakhil dapat terwujud, manakala kita tetap membiarkan masyarakat kita terjebak dalam kubangan Koropsi, Kolosi dan Nepoteisme, yang semakin dalam. Dan kini, mestinya umat Islam menjadi pelopor perubahan. Semoga cita-cita besar bangsa dan negara yang baldatul toyyibatun wa robbun ghofur, terwujud atas ridlo Allah SWT, amin ya rabbal ‘alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar