SIKAP TEGAS TERHADAP
YANG SESAT DAN TOLERANSI AGAMA
Oleh : Anis Purwanto
Munculnya berbagai aliran yang
dianggap sesat didalam masyarakat akhir-akhir ini sangat mengganggu
ketenteraman hidup beragama. Apalagi aliran sesat dan menyesatkan tersebut
nyata-nyata hidup subur berdampingan, yang secara nyata berada disekitar kita,
ditengah-tengan upaya kita menegakkan kebenaran. Hal tersebut membuat kalangan
umat Islam menjadi resah, bingung. Pasalnya, mereka membawa ajaran baru yang
bertentangan dengan prinsip keagamaan Islam. Meski, secara lahiriyah aliran
yang kemudian kita anggap sesat tersebut menggunakan atribut islam, cara
ibadahnya mirip dengan ibadah umat Islam, ia juga mengaku beragama Islam.
Sebagaimana yang dilakukan oleh golongan Ahmadiyah paham yang dibawa oleh Mirza
Ghulam Akhmad, yang dianggap oleh pengikutnya sebagai nabi yang terakhir
setelah Nabi Muhammad SAW.
Untung kita selaku umat Islam
memiliki barometer Al-Qur’an dan As-Sunah sebagai tolok ukur untuk mengetahui
kebohongan seseorang, yang berani mengaku mendapat wahyu dan diangkat menjadi
utusan Tuhan, “Muhammad itu bukannya bapak seseorang dari padamu, tetapi ia
pesuruh Allah dan penutup sekalian Nabi” (QS. Al-Ahzab:40). Malah dengan tegas berani di katakanan ,”Dalam
umatku akan ada pendusta-pendusta, semuanya mengaku dirinya Nabi,. Padahal, aku
ini penutup sekalian Nabi, yang tidak ada Nabi setelah aku”. HR. Mardawaih dan
Tsauban). Sikap tegas terhadap adanya penyimpangan didalam pelaksanaan
beragama ini memang harus kita lakukan.
Dengan adanya prediksi yang tersurat
didalam Al-Qur’an dan As-Sunah tersebut menjadi bukti yang kuat akan kebenaran
mutlak agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW hingga akhir zaman.
Namun, anehnya kita selalu terlambat menghendus kesesatan suatu ajaran. Kita
menjadi sangat kaget, tiba-tiba mencuat besar dan menghebohkan umat Islam.
Lagi-lagi yang menjadi korban adalah orang muslim yang masih awam. Lalu
bagaimana sikap kita terhadap orang-orang yang terperangkap dalam aliran sesat
tersebut ? Apakah kita dibenarkan bersikap marah dan brutal menghakimi mereka
?. menangkap, menghajar, membakar rumah dan tempat ibadah mereka ? . ingat
Islam adalah agama damai, jangan kita kotori dengan cara anarkhis dan main
hakim sendiri. Kalau demikian cara penyelesaiannya, kita sama-sama tersesat
didalam kebingungan. Mestinya kita harus bersikap tasamuh atau toleransi yaitu
sikap tak keberatan terhadap adanya perbedaan, akan tetapi bersikap tegas
terhadap adanya penyimpangan.
Sikap tegas terhadap ajaran yang
kita anggap sesat dan menyesatkan umat itu, tercermin dari adanya Keputusan
Gubernur Jawa Timur Nomor :188/94/KPTS/013/2001, tanggal 28 Februari 2011
tentang Larangan Aktifitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Jawa Timur.
Pelarangan tersebut dilakukan karena Aktifitas Jamaat Ahmadiyah (JAI) yang
dapat memicu dan/atau menyebabkan terganggunya keamanan dan ketertiban
masyarakat di Jawa Timur, yang meliputi larangan menyebarkan ajaran Ahmadiyah
secara lisan, tulisan maupun melalui media elektronik, larangan memasang papan
nama ditempat umum, memasang papan nama pada masjid, lembaga pendidikan dan
lain-lain dengan identitas JAI dan larangan menggunakan atribut JAI dalam
segala bentuknya. Hal ini sebagai tindak lanjut dari Keputusan Bersama Menteri
Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia ( SKB 3 Menteri), Nomor : 3 Tahun 2008. Nomor :
KEP-033/A/JA/6/2008. Nomor : 199 Tahun 2008, tentang Peringatan dan Perintah
kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia
(JAI) dan Warga Indonesia. Sebab mengingat adanya aksi keras penolakan umat
Islam terhadap aktifitas JAI, yang nyata-nyata telah banyak membawa banyak
kerugian di masyarakat. Sebab warga masyarakat khusunya warga Jawa Timur wajib
menjaga dan memelihara kerukunan antar umat beragama untuk menciptakan
ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
demi terwujudnya persatuan dan kesatuan nasional.
Kita mengetahui bahwa sikap tegas
kita terhadap penyimpangan akidah selama ini, mesti kita barengi dengan sikap
toleransi, dengan cara bil hikmah. Hal ini untuk mencegah bermainnya pihak
ketiga yang ingin mengail di air yang keruh, “Serulah (semua manusia) kepada
jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui pada
siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia-lah yang lebih mengetahui pada
orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. An Nahl: 125).
Sebagai seorang muslim, terlebih
sebagai seorang praktisi penyiaran agama islam,
mempunyai kewajiban amar makruf nahi mungkar , dengan cara-cara yang
bijaksana, demi terrwujudnya keteduhan dan kesejukan umat beragama dalam mengamalkan
ajaran agamanya, menurut agama dan keyakinan masing-masing. Prinsip penyiaran tersebut harus memakai
rambu-rambu yang telah diatur, antara lain :
Pertama,
Pelaksanaan penyiaran agama dilakukan dengan semangat kerukunan, tenggang rasa,
saling menghargai dan saling menghormati antara sesamA umat beragama dengan
berlandaskan pada penghormatan terhadap hak dan kemerdekaan seseorang untuk
memeluk/menganut dan melakukan ibadah menurut agamanya (SK Bersama menag dan
Mendagri No. 1 Tahun 1979).
Tata cara berdakwah telah diatur
dengan baik dalam Al-Qur’an, yang berarti umat lain tidak boleh lompat pagar
didalam menjalankan misi agamanya. Ajaklah seseorang untuk berusaha memahami
agama dengan benar, terutama saudara kita seiman dan seagama untuk memahami agama
yang dipeluk dan diyakini kebenarannya. Cara main paksa dalam penyiaran agama
tidak dibenarkan. “tidak ada paksaan didalam beragama”. (QS Al-Baqarah : 256).
Kadua, penyiaran agama tidak
boleh dengan caci maki, menghina agama lain, apalagi memaksakan kehendaknya
kepada orang lain dengan cara anarkis dan main hakim sendiri. Didalam UUD 1945
pasal 29 (1), disebutkan bahwa Negara menjamin kebebasan penduduknya untuk
memeluk agama dan kepercayaan masing-masing. Beribadah menurut agama dan
keyakinan itu. Didalam berdakwah dilarang menjelek-jelekkan agama/kelompok
lain, “Dan janganlah kamu memaki-maki (berhala-berhala) yang mereka sembah
selain Allah, maka mereka nanti akan memaki-maki Allah dengan melampui batas
dengan tanpa pengetahuan”(QS.Al-An’am:108).
Ketiga,
Penyiaran agama dilarang dengan mencampuradukkan akidah/keyakinan. Toleransi
dalam agama bukan berarti dengan semau gue mencampur adukkan urusan ibadah dan akidah antara suatu agama
dengan agama lain. Kita seling
menghormati dan saling menghargai pelaksanaan ibadah agama lain, “Untukmu
agamamu, dan untukku agamaku” (QS. Al-Kafirun:6).
Memang Allah telah memberi perintah kepada
umat Islam untuk menyerang dan memberantas kemungkaran di muka bumi ini, tetapi
dengan cara yang hikmah. Prinsip dakwah ini sama dengan prinsip toleransi
didalam hidup beragama dan bernegara. Akan tetapi tetap bersikap tegas terhadap
yang sesat dan kemusyrikan. Kaum muslimin harus mampu menunjukkan bahwa dirinya
merupakan umat yang paling unggul, yang mendapat tugas untuk mengeluarkan orang
lain dari jurang kesesatan “mengajak kepada yang makruf dan mencegah dari yang
mungkar”.
Kita sungguh menyesalkan lahirnya
kelompok yang mengaku Islam tetapi membawa ajaran-ajaran yang sesat. Memang ada
pandangan satu Islam seribu satu paham, namun mestinya hal-hal yang asasi dalam
agama Islam harus menjadi rujukan utama, sehingga islam tidak semakin terpecah
belah dan berkeping-keping dalam golongan yang tidak lazim. Sebab ajaran yang
wajar dan tidak aneh-aneh pun masih banyak yang belum diamalkan, kenapa mencari
yang tidak lazim. Dan sangat tinggi resiko yang dihadapi umat Islam jika terus
menerus dihadapkan kepada masalah-masalah yang berhubungan dengan aliran sesat
dan menyesatkan. Bahkan didalam upaya penyelesaian konflik teologis yang berkepanjangan selalu diwarnai
dengan konflik klasik, seperti perusakan, tindakan anarkis sampai kepada adanya
pembunuhan.
Kita juga menyesalkan setiap
tindakan kekerasan atas nama agama Islam. Kendati menghadapi paham sesat
sekalipun, sebaiknya serahkan penyelesaian tindakan kepada system hukum yang
berlaku atau melalui pendekatan-pendekatan yang lebih bermuatan dakwah Islam.
Sebab masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, tatapi jangan
sampai melembagakan kebiasaan tindakan anarkis atas nama Islam. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar