MEMELIHARA
CINTA KASIH ALLAH
Oleh : Anis
Purwanto
Sebagai
wujud bahwa Allah SWT itu Maha Rahman dan Maha Rahim kepada semua mahkluknya,
maka diutuslah manusia pilihan dinatara ummat-Nya, yang selanjutnya kita sebut
sebagai Nabi dan Rasul. Nabi dan Rasul membawa petunjuk ilahiyah untuk pedoman
hidup dan kehidupan manusia di dunia, agar semua mahkluk-Nya hanya beribadah
kepada Allah, bukan kepada” Ilah” yang yang lain. Sebab hakekat penciptakan
manusia di dunia ini hanyalah untuk ‘menyembah’ Allah SWT. Misi Nabi dan Rasul
di dunia ini membawa semua umatnya agar berprilaku yang baik dan menjauhi semua
tindak kemungkaran.
Dalam Islam
kita mengenal Rasul berjumlah 25 orang, meskipun sebagian ulama ada yang
menyebutkan jumlahnya lebih dari itu bahkan ratusan dan Nabi jumlahnya ribuan.
Karena setiap umat mempunyai Nabi sendiri-sendiri. Sedang Nabi Muhammad SAW,
sebagaimana kepercayaan Islam merupakan Nabi dan Rasul penutup zaman, yang
mempunyai umat terbesar sampai di akhir zaman nanti.
Umat Nabi
Muhammad SAW, yaitu umat yang hidup di zaman Nabi Muhammad SAW sampai kurun
waktu setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Misi Nabi Muhammad SAW membawa manusia kebahagiaan hakiki di dunia dan
akherat, yaitu kebahagiaan yang telah dijelaskan dengan jelas dalam Al-Qur’an,
bukan kebahagiaan menurut teorinya manusia ahli sekalipun. Sebab kebahagiaan
menurut teori manusia cenderung mempunyai sifat yang sangat relatif, yang
dibentuk menurut keinginan, selera dan bahkan hawa nafsu duniawiyah.
Kebahagiaan yang hakiki yaitu kebahagiaan yang dirumuskan oleh Allah dan Rasul
yang jadi panutannya. Teori kebahagiaan yang pasti cocok dengan tingginya
martabat manusia, sebagai “kalifatullah fil ardh”. Bukan kebahagiaan yang
justru malah menurunkan nilai kemanusiaan, kebahagiaan semu, yang secara
lahiriyah nampak indah dan mempesona,
akan tetapi mengandung ancaman dan bahaya , baik untuk dirinya,
keluarganya maupun negara.
Misi Nabi Muhammad, yang juga misi
Islam yang tujuannya menyebarluaskan dan memberikan rahmat Allah untuk semua
mahkluk di jagat raya ini. Dengan Islam, rahmat Allah akan terlihat indah dan
dapat dirasakan nikmat bagi pemeluknya, termasuk kepada non muslim. Dan setiap
muslim, dengan segala kemampuannya, dituntut agar bisa dan mau berperan
meratakan rahmat Allah kepada semua mahkluk. “Sebenarnya Allah telah membeli
jiwa raga, kemampuan, tenaga dan fikiran kaum muslim, seerta harta bendanya,
yaitu yang akhirnya akan diganti dengan sorga”. (QS. At-Taubah:111).
Disini telah
terlihat adanya kontrak antara Allah dengan orang yang beriman, bahwa jiwa
raga, harta benda serta semua potensi diri orang yang beriman kepada Allah SWT,
akan dibeli dan ditukar oleh Allah
dengan jaminan sorga. Imbalan Allah yang diberikan kepada orang yang dengan
semua potensi diri hanya untuk mengabdi Allah itu, hanya sebagian kecil dari
wujud kasih sayang Allah.
Sebab masih banyak
lagi wujud kasih sayang Allah yang akan terus menerus diberikan Allah kepada
umat yang mau “syukur” atas semua nikmat-Nya. “Barang siapa yang mau bersyukur
akan nikmat Allah akan ditambah kenikmatan yang lebih banyak lagi”. Pengaruh
dari tindakan orang mukmin didalam pengabdiannya kepada Allah SWT sebagai
rahmat yang membawa manfaat kepada orang lain disekitarnya.
Namun karena
kemampuan seseorang yang satu dengan yang lainnya tidak sama, baik di bidang
lahiriyah, seperti harta benda, dan lain-lainnya, maka rahmat Allah yang
disebarluaskan kepada orang lain juga tidak sama. Ada orang yang mempunyai
ketrampilan dan kemampuan yang sangat tinggi, sedang dan ada yang rendah. Ada
yang kaya, cukup dan fakir miskin. Ada yang kuat fisiknya, lemah dan ada yang
sakit-sakitan. Bahkan ada yang secara lahiriyah dia mampu akan tetapi secara
batiniyah ia sangat ringkih. Meskipun ini semua merupakan sunatullah, yang
dapat terjadi pada semua masyarakat. “Barang siapa mengetahui hal-hal yang
bersifat mungkar, maka rubahlah dengan tanganmu (kemampuan fisik, karena
mempunyai jabatan, kekuasaan dll), apa bila tidak mampu maka rubahlah dengan
lesanmu, bila tidak mampu maka berdo’alah kepada Allah, meskipun upaya ini
merupaka model dari selemah-lemah usaha (iman)”.
Karena
adanya perbedaan kemampuan seseorang didalam menyebarluaskan rahmat Allah
kepada orang lain, maka setiap mukmin mempunyai kesempatan yang tidak sama juga
didalam menyebarluaskan rahmat Allah kepada orang lain. Namun karena sudah ada
kontrak antara seorang mukmin dengan Allah SWT, maka menjadi kewajiban setiap
kaum muslimin, sesuai dengan kemampuan yang ia miliki, supaya rahmat Allah itu
bisa merata . Rahmat Allah tersebut bisa berupa ahklakul karimah, harta benda
yang diinfakkan untuk jalan Allah, dan lain-lainnya.
Bila
Rasulullah SAW di “utus” sebagai rahmat bagi seluruh alam, maka alangkah indah
dan bangganya hati kita, bila kita sebagi umat pengikut Rasul juga berperan aktif menyebarluskan rahmat
Allah. Tidak perlu, seluas isi alam seperti yang dilakukan Rasul, saya kira,
untuk kita cukuplah rohmat Allah itu kita dahulukan untuk keluarga kita, saudara,
teman karip, tetangga, dan bila sudah mampu baru kita lanjutkan untuk
masyarakat luas.
Rahmat untuk
keluarga , kita upayakan agar rahmat itu
menjadi pondasi yang kokoh didalam membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah
dan warhmah, “Rumahku adalah sorgaku”. Kita berupaya bagaimana agar Rumahku
adalah surgaku jadi kenyataan. Inilah rahmat Allah yang selalu menjadi
cita-cita bagi setiap pasangan suami istri. Keluarga yang sakinah, mawadah dan
warahmah tercurah untuk semua anggota keluarga. Sebab cita-cita ini terwujud
secara tiba-tiba, akan tetapi haruslah kita tanam mulai pertama masuk dijenjang
perkawinan, yang selanjutnya mempunyai anak yang harus kita didik sejak dini,
kita beri ajaran ahklakul karimah, kita arahkan berjalan di jalan yang baik
“sirotol mustakim”. Sebab melalui keluarga inipun kita nanti akan dimintai
pertanggungjawaban oleh Allah dihari pengadilan Ilahi Rabbi.
Untuk
Masyarakat sekeliling, peran kita sebagai seorang muslim juga diharapkan dapat
menjadi rahmat untuk orang lain. Hal ini bisa kita lakukan, paling tidak dengan
memperlihatkan ahklakul karimah, budi
pekerti yang luhur kepada orang lain, tetangga, sekampung . Sebab pada
hakekatnya sebaik-baik manusia adalah mereka yang dapat memberi jasa kepada
sesama manusia. Dengan syarat, iklas karena Allah.
Allah yang
telah “ngontrak” jiwa dan raga setiap muslim, untuk berperan aktif
menyebarluaskan rahmat Allah kepada sesama. Ini merupakan bentuk pengabdian
yang kaffah kepada sang Khalik. Sebagai pembawa rahmat, Al-Qur’an dan Al Hadist
menjadi pedoman utamanya. Sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dan ini
salah satu upaya kaum muslim didalam memelihara dan menyebarluaskan rahmat
Allah untuk sesama “rahmatan lil “alamin”. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar