KHUTBAH JUM’AT
MEMACU PRESTASI
DUNIA AKHIRAT
Oleh : ANIS PURWANTO
Ma’asyiral Muslimin jamaah
jum’ah rokhimakumullah.
Marilah kita panjatkankan puja puji syukur kehadirat Allah
SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayah kepada kita sekalian, sehingga
sampai saat ini pengakuan kita senantiasa menggerakkakan hati kita untuk selalu
mengakui kebenaran yang datang dari Allah SWT. Dengan mengakui kebenaran dari
Allah SWT secara istiqomah, insya Allah akan menjadikan kita tetap teguh untuk
selalu melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Dengan demikian diharapkan kita dapat memperoleh seluruh keuntungan dari Allah
SWT, baik dunia dan di akhirat. Sholawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Ma’asyiral Muslimin jamaah
jum’ah rokhimakumullah.
Secara sederhana, ada sesuatu yang
mesti kita tetapkan dalam benak kita sebelum memulai sebuah kegiatan, yakni
tujuan yang akan dicapai. Tujuan ini dalam bahasa yang agak keren disebut
dengan visi, yaitu cara pandang ke depan untuk meraih sasaran yang akan
dicapai.
Dalam merumuskan tujuan tentu saja
dapat dimulai dari hal-hal yang berskala kecil, seperti seorang guru yang akan
mengajar mesti merumuskan terlebih dahulu tujuan dari yang akan diajarkan.
Seorang pimpinan proyek harus menentukan dulu tujuan seperti apa yang akan
dicapai dari pembangunan yang akan dilaksanakan, pemerintah mesti merinci
sasaran dari dana bantuan yang akan diberikan ke berbagai pihak terkait.
Begitupun kita mesti merumuskan terlebih dahulu tujuan hidup di dunia ini.
Sejalan dengan hal ini, pertanyaan
yang mmendasar yang mesti dijawab adalah : Sudahkah masing-masing dari kita
merumuskan tujuan hidup kita ?. Untuk menjawab itu, Allah telah memberikan
gambaran kepada kita bahwa sasaran yang akan dicapai adalah kebahagiaan hidup
di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat. Hal ini sesuai dengan do’a yang
saban hari kita panjatkan kepada Allah SWT :
“Rabbana atina fidun ya khasanah wa
fil akhirati khasanah wa qina ‘adzabannar”
artinya “ Ya Allah berikanlah kepada kami kebahagiaan hidup di dunia dan
kebahagiaan di akhirat dan hindarkanlah kami dari siksa api neraka”.
Ma’asyiral Muslimin jamaah
jum’ah rokhimakumullah.
Untuk
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, tentu dengan prestasi. Untuk dunia,
umur panjang adalah prestasi, badan sehat, jabatan tinggi, harta yang banyak,
pendidikan tinggi semuanya adalah prestasi. Begitu pula, kebahagiaan akhiratpun
mesti diraih dengan prestasi. Bagaimana cara menentukan prestasi akhirat ?. Hal
ini, sebagaimana telah disebutkan didalam Al-Qur’an Surat Al Qashash ayat 83 :
وَٱلۡعَـٰقِبَةُ لِلۡمُتَّقِينَ (٨٣)
Dan
dengan redaksi sedikit berbeda disebutkan pada surat Hud ayat 49 :
إِنَّ ٱلۡعَـٰقِبَةَ لِلۡمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya
kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa”.
Jadi cara menentukan prestasi
akhirat adalah dengan prestasi taqwa. Taqwa adalah kehati-hatian dalam
memelihara diri dari pelanggaran terhadap segala perintah dan larangan Allah
SWT dan Rasul-Nya, sehingga terlepas dari siksa Allah SWT dan tercapainya
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Sehubungan dengan itu, Islam tida
mengajarkan kepada umatnya untuk memisahkan antara kebahagiaan dunia dan
akhirat, tetapi Islam menggadengkan kedua sisi kehidupan ini. Karenanya,
prestasi dunia yang telah kita raih mesti dipayungi oleh kesadaran ketaqwaan.
Bagaimana umur yang panjang sebagai prestasi, bias diisi dengan hal-hal yang
positif dalam kerangka taqwa, bukan malah sebaliknya. Bagaimana drajat malah
pangkat yang tinggi bias diperuntukkan kepada sesuatu yang bernilai ibadah.
Bagaimana harta yang banyak bias dimanfaatkan sebagaimana keperuntukannya, dan
bagaimana pula pendidikan yang tinggi bias merubah manusia semakin tawadhuk
kepada Allah SWT. Jadi untuk meraih kebahagiaan tadi, dunia dan akhirat, apapun
posisi dan aktivitas kita, mesti selalu dipandu oleh rambu-rambu ketaqwaan
kepada Allah SWT.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah
dengan mengikuti rambu-rambu taqwa, berbagai prestasi di dunia dapat diraih ?
Kenyataan menunjukkan, memang tidak selamanya akan sesuai dengan harapan.
Sering sekali orang yang berpedoman kepada rambu-rambu ketaqwaan pun ada yang
justru tertinggal dengan orang lain. Sering sekali pula, demi meraih prestasi
duniawiyah, seseorang menghalalkan segala cara, mereka rela menggadaikan
kehidupan akhiratnya demi kepentingan duniawinya. Terhadap orang yang model
begini Allah telah memberikan gambaran di dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah ayat
86 :
أُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ ٱشۡتَرَوُاْ ٱلۡحَيَوٰةَ
ٱلدُّنۡيَا بِٱلۡأَخِرَةِۖ فَلَا يُخَفَّفُ عَنۡہُمُ ٱلۡعَذَابُ وَلَا هُمۡ
يُنصَرُونَ (٨٦)
“Itulah
orang-orang yang menggadaikan kehidupan akhirat demi kehidupan dunia, maka
tidak akan diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong”.
Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah
rokhimakumullah.
Ketika kita dihadapkan dengan
situasi dekotomi diatas, maka bagaimana sikap kita, apakah mengikuti kesenengan
dunia dengan menggadaikan kehidupan akhirat atau sebaliknya. Al-Qur’an telah
memandu kita , sebagaimana termaktub dalan Surat Ad Dhuha ayat 4:
وَلَلۡأَخِرَةُ خَيۡرٌ۬ لَّكَ مِنَ ٱلۡأُولَىٰ (٤)
“Dan
sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan”.
Bukankah kita dalam kehidupan ini
selalu melihat dan memperhitungkan yang akhir, bukan yang awal, baik yang akhir
itu sejalan dengan yang awal atau tidak. Dulu kita kaya dan sekarang kitapun
kaya, bukankah kita tidak pernah teringat lagi dengan kekayaan yang dulu. Dulu
kita miskin kini kaya, bukankah kita tidak pernah ingin tahu bagaimana keadaan
kita dulu sebelum kaya; dulu kita sakit kini sehat, bukankah kita seolah tak
ingin tahu lagi bagaimana kita dulu sakit; atau dulu kita sehat, segar bugar
dan sekarang sakit-sakitan, lalu kemanakah kesehatan yang dulu, bukankah apa
yang kita alami sekarang itu hasil yang selalu kita perhitungkan; bagaimanapun
agaknya kehidupan akhirat yang abadi jauh lebih baik ketimbang kehidupan dunia
ini, yang sifatnya hanya sementara saja. Karenanya hanya orang-orang yang
bersungguh-sunggguh dan tangguhlah yang mampu bersaing didalam mengarungi kehidupan,
sebab untuk meraih kesuksesan ini agaknya kita selalu mempedomani sebagaimana
yang telah dilangsir oleh Allah SWT didalam Al-Qur’an Surat Muhamamad ayat 31 :
وَلَنَبۡلُوَنَّكُمۡ
حَتَّىٰ نَعۡلَمَ ٱلۡمُجَـٰهِدِينَ مِنكُمۡ وَٱلصَّـٰبِرِينَ وَنَبۡلُوَاْ
أَخۡبَارَكُمۡ
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan
menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang bersungguh-sungguh dan orang
yang tangguh diantara kamu dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal
ihwalmu”.
Melalui ayat ini Allah menginstrukksikan
kepada kita sekalian bahwa paling tidak ada dua hal yang menjadi motivator atau
penggerak agar prestasi di dunia dan prestasi di akhirat dapat diraik dengan
sukses yaitu pertama dengan cara bersungguh-sungguh. “apabila selesai satu tugas
kerjakan yang lain”.
فَإِذَا فَرَغۡتَ
فَٱنصَبۡ
“Maka
apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain”. (QS Alam Nasyhroh : 7).
Dan yang kedua tidak
bermalas-malasan, karena Islam tidak pernah mengajarkan yang demikian. Kedua
sikap inilah yang mesti kita tanamkan dengan kesadaran yang tinggi setiap kita,
didalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Demi tercapainya tujuan kita bahagia
di dunia dan di akhirat.
Demikian khotbah yang bias kami
sampaikan, semoga bermanfaat, dan selanjutnya kita mohon kepada Allah SWT
semoga kita digolongkan orang-orang yang selalu mengedepankan nilai—nilai taqwa
sebagai motivator penggerak didalam mengejar semua prstasi di dunia dan di
akhirat. Amin ya rabbal ‘alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar