HARMONIS DITENGAH
KEBERAGAMAN BERAGAMA
Oleh : Anis Purwanto
Bagi kita umat Islam, Islam adalah
agama yang paling hak disisi Allah SWT. Keyakinan ini mutlak dan tidak bisa
ditawar-tawar lagi. Sebab, kita yakin bahwa Islam adalah agama yang mampu
menata kehidupan manusia di dunia sampai di akhirat, sehingga tercipta tatanan
yang sempurna, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu”.(QS.Al-Maidah:3).
Pemahaman umat Islam tentang agama
juga sangat beragam. Perbedaan penafsiran dan cara pandang terhadap suatu hal
akan sangat mempengaruhi kepada pelaksanaan ajaran agama itu sendiri, sehingga konsekuensinya pelaksanaan terhadap
ajaran agama juga sangat beragam, meskipun hanya dalam persoalan khilafiyah.
Hal inilah yang kemudian kita sering dipandang bahwa agama Islam terpecah dalam
beberapa golongan. Apalagi hidup dijaman yang serba terbuka seperti sekarang ini,
kebebasan beragama, berkeyakinan dan beribadah sangat dijamin. Sehingga
seseorang atau kelompok tertentu tidak lagi bisa memaksakan kehendaknya untuk
masuk dalam satu keyakinan tertentu. Meskipun kita yakin Islam adalah agama
yang paling hak disisi Allah, tetapi kita tidak boleh memaksa orang lain untuk
masuk agama Islam. Apalagi sampai menghakimi sendiri suatu kelompok. Sekalipun
kelompok tertentu kita anggap sesat. Sebab Islam adalah agama damai.
Akan tetapi kedamaian ajaran agama
Islam, akhir-akhir ini menjadi tercemari oleh kita umat Islam sendiri dengan
mengatas namakan Islam berusaha membajak Islam dengan berdalih ingin menegakkan bendera agama. Akan tetapi
tindakan yang ia lakukan justru merusak kedamaian Islam dan itu bukan nilai
Islam. Kita masih ingat dengan peristiwa bentrokan antara Ahmadiyah dan warga
Cikeusik, Pandeglang, Banten (6/2/11), yang juga terjadi pada hari yang sama
serta perusakan gereja di Temanggung, Jawa Tengah (8/2/11). Padahal dalam
Negara yang berpaham bhineka tunggal ika, keberagaman dalam berbagai hal sangat
mungkin dan sangat dihargai “meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu jua”,
termasuk kehidupan beragama masyarakat juga mengarah kepada situasi yang kian
pluralistis.
Ada banyak hal yang mempengaruhi terjadinya
keberagaman beragama, salah satunya adalah terjadinya gerakan keagamaan baru,
yang dilakukan oleh golongan minoritas tertentu. Seperti apa yang dilakukan
oleh saudara kita golongan Ahmadiyah. Golongan yang mengatasnamakan pengikut
Mirza Ghulam Ahmad ini, mengaku beragama Islam, tetapi mereka memeiliki kitab
dan nabi sendiri, adalah bentuk penodaan terhadap agama. Hal inilah yang
kemudian menjadi masalah yang serius. Sebab Islam telah mematok doktrin bahwa
Nabi Muhammad adalah Nabi dan Rasul terakhir. Sehingga setelah ada gerakan yang
atas nama Islam tetapi mengaku mempunyai Nabi selain Nabi Muhammad SAW,
ramai-ramai kita menentang, bahkan fatwa MUI mengatakan bahwa Ahmadiyah adalah
sebagai aliran sesat,
Untuk mencegah terjadinya konflik
horizontal yang berkepanjangan ditengah-tengah keberagaman pelaksanaan agama di
tengah-tengah masyarakat, mengingat seringa terjadinya gesekan yang berkenaan
Ahmadiyah ini, maka pemerintah bersikap tegas. Jika Ahmadiyah masih menyebarkan
ajarannya akan ditindak tegas. Sebab pemerintah telah mempunyai dasar untuk
menindak tegas jemaat Ahmadiyah, yang salah satunya adalah berdasar pada fatwa
MUI , kedua Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia ( SKB 3
Menteri), Nomor : 3 Tahun 2008. Nomor : KEP-033/A/JA/6/2008. Nomor : 199 Tahun
2008, tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau
Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Indonesia. Dalam SKB pemerintah
meminta penganut Ahmadiyah meninggalkan ajaran yang bertentangan dengan ajaran
Islam.
Sikap tegas umat Islam terhadap
adanya penistaan agama memang hal yang harus dilakukan. Karena ajaran yang
nyata-nyata sesat dan menyesatkan tidak dapat dibiarkan menyeret banyak korban.
Meskipun berlainan paham di Negara Pancasila sangat dihargai, tetapi apabila
sudah menyangkut hal-hal yang bersifat doktrin Islam, penyimpangan yang sekecil
apapun tidak dapat dibiarkan. Karenanya
upaya pembenaran terus menerus dilakukan, akan tetapi mestinya tidak lantas
harus memaksanakan kehendak apalagi sampai arogansi, yang justru melanggar
hak-hak azasi manusia. “Barang siapa mengetahui adanya kemungkaran maka
rubahlah dengan tanganmu, bila tidak dapat dengan lesan, bila tidak dapat
dengan hati, meskipun yang demikian ini selemah-lemah iman”.
Upaya yang telah kita lakukan memang
sudah memenuhi standar kearifan sebagaimana yang telah diajarkan dalam agama
Islam, bahkan masih ada pertimbangan lain yang mungkin boleh dilakukan oleh
jemaat Ahmadiyah yakni menjadikan Ahmadiyah menjadi agama baru yang tersendiri
dan terpisah dari ajaran Islam. Sehingga mereka harus menanggalkan
atribut-atribut dalam ajaran Islam seperti Kitab suci Al-Qur’an, masjid dan
tidak menaganggap Nabi Muhammad sebagai Nabi yang terakhir. Atau pilihan yang terakhir
adalah kembali kepada ajaran Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunah.
Atau Ahmadiyah kita biarkan berkembang di Indonesia, karena hal itu dianggap
sebagai bagian dari hak azasi manusia.
Sayangnya sikap tegas kita terhadap
adanya penodaan agama di masyarakat mendapat kesan yang kurang simpatik, karena
adanya tindakan anarkis dari segelintir orang yang mengatas namakan Islam.
Sehingga yang menonjol dari upaya perbaikan tersebut adalah adanya kerusakan
terhadap harta benda dan pelanggaran hak pribadi, malah terjadi jatuhnya korban
tewas. Ini yang justru membawa implikasi hukum tersendiri. Sebab tindakan
anarkis, apalagi sampai jatuh korban adalah tindakan yang melanggar hukum dan
mesti ada tindakan tegas.
Sekali
lagi Islam adalah agama damai, semua persoalan mestinya dapat kita upayakan
dengan cara-cara yang damai, meski dalam satu hal kita harus bersikap tegas,
akan tetapi sikap tegas tidak harus kita barengi dengan tindakan anarkis,
brutal, menang sendiri, apalagi sampai menganggap orang lain lebih hina dari
kita, sebagai orang kafir, mbesuk akan disiksa di neraka jahanam. Kalau itu
yang terjadi, Islam akan mendapat simpati dari semua lapisan masyarakat, bahkan
non Islam akan menghormati sebagai agama pembawa rahmat seluruh alam, namun
bila sikap arogansi yang kita tonjolkan, Islam akan mendapat kecaman baik
nasional sampai internasional. Islam dianngap sebagai paham yang menghalalkan
kekerasan bahkan teroris. Kita
bisa hidup damai ditengah-tengah keberagaman beragama di Indonesia sebagaimana yang selama
ini terjadi, Tri kerukunan antar umat beragama “kerukunan antar umat beragama,
antara agama satu dengan agama yang lain, antara agama dengan pemerintah” perlu
kita tonjolkan kembali. Sebab kita semua ingin hidup harmonis di tengah-tengah
keberagaman beragama, dengan tetap menonjolkan peran kita dalam upaya
pembangunan umat di Indonesia.
“Dan hendaklah diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan,
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah
orang-orang yang beruntung”. Sekecil apapun peran kita adalah upaya yang
terbaik bagi terwujudnya kedamaian dan keharmonisan hidup. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar