PUASA
SEBAGAI MADRASAH RUHIYAH
Oleh : Anis
Purwanto
Bulan
Ramadhan adalah bulan dimana kita diwajibkan untuk melaksanakan ibadah puasa.
Oleh karena itu sudah sepantasnya apabila umat Islam selalu gembira setiap
datangnya bulan Ramadhan. Sebab bulan Ramadhan dipandang sebuah bulan yang
sangat istimewa, karena satu bulan dimana Allah nenebarkan semua kebaikan
dimuka bumi. Perasaan ini selalu “deg-degan” laksana seorang gadis yang menanti
datangnya seorang kekasih yang bertandang “apel” dimalam minggu. Di dalam hati
sanubari bergejolak, tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Rasa gugup, cemas,
senang, penuh jadi satu, tetapi juga terselip rasa pengharapan yang tidak
terhingga. Demikian halnya kehadiran bulan Ramadhan, perasaan yang sangat
manusiawi itu merupakan pertanda dimana umat Islam sangat mengharap akan
menjadikan Ramadhan sebagai tonggak sejarah pembaharuan iman dan taqwa kepada
Allah. Ramadhan sebagai undangan Allah bagi seluruh umat manusia yang beriman
kepada Allah SWT. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah ayat
185 :
شَہۡرُ رَمَضَانَ
ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدً۬ى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَـٰتٍ۬ مِّنَ
ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ فَمَن شَہِدَ مِنكُمُ ٱلشَّہۡرَ فَلۡيَصُمۡهۖ
“Beberapa hari yang ditentulkan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang
didalamnya diturunkan permulaan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan
yang batil. Karena itu, barang siapa diantara kamu hadir dinegeri tempat tinggalnya
dibulan ini, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”.
Undangan
Allah SWT untuk orang yang beriman tentu mengandung maksud bahwa Allah SWT
sangat cinta kepada umat-Nya. Oleh karena itu undangan yang mengandung
pengharapan umat agar mendapat rahmat dan ampunan Allah SWT, menjadi momentum
yang sangat penting dalam proses pencapaian kualitas manusia, “Barang siapa berpuasa Ramadhan yang
didasarkan iman dan mengharap rahmat Allah, akan diampuni segala dosa yang
telah lalu”.
Pengampunan
akan dosa sampai batas yang tidak terhingga (yang telah lalu), membuktikan
bahwa Allah SWT benar-benar mempunyai perhatian dan kasih saying kepada Allah
SWT. Paling tidak dapat dipergunakan sebagai pembuktian adanya pengorbanan yang
tulus dari hamba kepada sang kholik.
Bulan
Ramadhan oleh umat Islam sering difahami mempunyai tingkatan mulai dari
“rahmat” tengahnya “maghfirah” dan akhirnya “itqun minan-n-nar”. Pemahaman yang
demikian itu msti mengandung maksud hikmah dan perhatian yang sangat penting..
Sebagaimana orang yang baru menaiki tangga, kita mesti menapak anak tangga yang
paling bawah terlebih dahulu, kemudian seterusnya sampai akhirnya pada tataran
yang tertinggi. Akan tetapi esensi terpenting dari disyariatkan puasa adalah
tercapainya kualitas ketaqwaan kepada Allah SWT.
Undangan
resmi Allah kepada semua orang yang beriman, bertujuan merajut komonikasi yang
sangat erat dengan Allah SWT. Karena itu
sangat merugi bagi umat manusia yang mengaku beriman kepada Aallah SWT tidak
memanfaatkan kesempatan luas, yang hanya terjadi satu kali dalam satu tahun
itu. Siapkah kita menerima kehadiran tamu ‘Ramadhan’ ?. Apakah kita selalu
menyiapkan diri serta ‘uba rampe’ untuk menyambut dan ‘mangayubagya’ pertemuan
kita dengan syahrun Mubarak, bulan yang diberkahi. Menyiapkan fisik yang sehat
agar ringan didalam melaksanakan tugas ilahiyah. Mmmpunyai semangat yang tinggi
didalam melaksanakan semua amaliyah Ramadhan. termasuk menyiapkan jiwa dan
mental agar kuat menghadapi godaan.
Apabila
dapat kita ibaratkan, kita kedatangan seorang tamu “agung”, seorang tokoh yang
kita anggap sebagai panutan atau pimpinan yang berlefel pejabat tinggi,
tentunya kita merasa senang dan mendapat kehormatan yang sangat tinggi. Semua
kita siapkan untuk menyambut dan menjamu tamu kita itu “saguh, gupuh, lungguh
dan suguh”. Tak terkecuali semua kerabat kita ajak agar dapat menyaksikan tamu
kita itu. Paling tidak akan merasakan enaknya oleh-oleh yang dibawa sang tamu.
Demikian juga Ramadhan, kita sambut, kita nikmati hasil dari keihklasan kita
dalam menjalankan ibadah puasa. Apalagi yang namanya bulan Ramadhan bagi umat
Islam adalah bulan yang sangat istimewa. Bulan Ramadhan ditempatkan sebagai
p[eristiwa yang sangat “pethingan”, sebab didalamnya membawa bermacam-macam
kebaikan dari Allah SWT, dunia dan akhirat. Bulan Ramdhan laksana jembatan nahkan
jalan tol yang mempermudah proses “kemesraan” antara umat yang beriman dengan
Allah. Selain itu Ramadhan menjadi “terop agung” dan gapura masuknya orang
mukmin ke sutga. Karena kedekatan kita dengan Allah terjalin sangat mesra,
apapun yang kita minta akan dipertimbangkan oleh Allah. Malah syetan dan jin yang
diidentikkan dengan godaan menjadi tak berkutik, “Apabila malam pada bulan Ramadhan, syetan-syetan dan jin yang durhaka
dan sangat engkar itu dibelenggu. Pintu neraka ditutup rapat, tak satupun yang
terbuka. Dan pintu-pintu surge semua dibuka, tak satupun yang tertutup” (HR.
Tirmidzi).
Makanya
santa rugi apabila momentum ibadah di bulan Ramadhan, yang merupakan undangan
Allah ini tidak mendapat jawaban yang positif dan dukungan semua kaum muslimin.
Mestinya dalam setiap detiknya kesempatan ini bias kita manfaatkan untuk
kebaikan, meningkatkan jumlah amal shaleh dan mohon terampuninya segala dosa.
Pelatihan Rohani.
Bulan
Ramadhan adalah merupakan bulan pelatihan rohani (spiritual exercise). Dimana fisik
dan rohani manusia ibarat mesin yang harus istirahat untuk menjalani servis
total di bengkel, agar bias awet dan lebih baik kerjanya serta dapat
menghasilkan lebih optimal.
Komponen
manusia secara fisik dan mental dalam putaran kehidupan setahun, kemungkinan
besar mengalami gangguan tehnis, ada saluran darah yang tidak beres, ada urat
yang terjepit, ada jantung, mag dan ginjal yang terganggu dan lain sebagainya.
Sehingga akibatnya, semangat ibadahnya bias menurun, gerakan shadaqohnya
menjadi lemah. Rasa toleransinya juga tidak peka.
Dengan
masuknya kita dibengkel Ramadhan, maka jasmani dan rohani akan menjadi sehat
dan kuat. Paling tidak semua dorongan nafsu dan keinginan yang berlebihan dan
tidak proporsional bias ditekan pada batas yang wajar, atau bahkan bias
dikurangi. Selanjutnya kita bias menciptakan suasana kehidupan yang sederhana,
harmonis dan penuh kedamaian.
وَلَا تُسۡرِفُوٓاْۚ
إِنَّهُ ۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ
“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al An’am : 141).
Apabila
mengingat akibat dari adanya era modernisasi seperti sekarang ini, dimana
kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi sangat pesat, sedikit banyak akan dapat
mempengaruhi tata kehidupan manusia. Selain dampak positip modernisasi akan
membawa kepada kesejahteraan, akan tetapi juga membawa dampak negatip, dimana
kerusakan akibat dari modernisasi lebih kita rasakan dari pada kemaslahatannya.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang melaju dengan cepat ternyata
banyak juga yang didak memberikan makna
pada kehidupan. Kita lupa bahwa dibalik kemajuan itu ada azab sengsara
karena modernisasi (the egony of
modernization) , misalnya kian meningkatnya kriminalitas dengan tindak
kekerasan, pemerkosaan, judi, narkoba, kenakalan remaja, prostitusi, bunuh
diri, gangguan jiwa dan berbagai kerusakan lingkungan hidup dan tata nilai
kehidupan. Bahkan penyelesaian yang ditawarkan terkadang justru akan menambah
kebinasaan. Oleh karena itulah kemudian Allah memberi jalan keluar penyelesaian
yang sangat bagus, sebagaimana yang dijanjikan didalam Al-Qur’an Surat Ath
Tholaq ayat 2 dan 4 :
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ
يَجۡعَل لَّهُ ۥ مَخۡرَجً۬ا
“Barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar”.
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ
يَجۡعَل لَّهُ ۥ مِنۡ أَمۡرِهِۦ يُسۡرً۬ا
“Barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya Allah
menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”.
Bahkan
untuk memberikan penekanan akan pentingnya peranan puasa didalam upaya
peningkatan ketaqwaan kepada Allah SWT maka puasa Ramadhan dapat dipergunakan
sebagai training raksasa. Sebuah
pendidikan dan pelatihan ruhaniyah besar-besaran yang diikuti jutaa peserta
yang menyatakan diri sebagai muslim, dalam waktu yang bersamaan. Tidak ada
pelatihan di dunia ini yang hebatnya melebihi puasa Ramadhan. Tanpa penilaian,
tanpa dukungan biaya, anggaran murah, produktif dan efektif. Sebab setiap
peserta mengikuti pendidikan dan pelatihan ini dengan tertip, tekun dan
disiplin diri yang ekstra ketat.
Diketahui
orang atau tidak, ditempat sepi sendiri atau ditempat ramai ditengah kerumunan
masa, dia tetap disiplin berpuasa. Selain disiplin dan jujur, peserta pelatihan
raksasa di bulan Ramadhan itu berwatak sabar, tabah dan tahan uji. Betapapun
rasa haus dan lapar, bila niat dan tekat telah bulat, pantang mundur selangkah,
tak mau minum bila belum waktu berbuka. Serempak dengan itu, akan tumbuh etika
social yang membekas dalam kalbu. Dan alangkah sedih dan pedihnya nasib orang
yang tidak berpuasa, yang tidak punya hari esok, hari demi hari dililit nestapa
yang tidak berkesudahan, kapan derita hidup itu akan berakhir. Sebaliknya orang
yang berpuasa, betapapun beratnya, masih punya harapan yang cerah, tidak lama
lagi, nanti sore, bila saat berbuka puasa telah tiba.
Madrasah Ruhaniyah.
Bulan
Ramadhan adalah merupakan Syahrun ruki
wal imani yakni bulan yang mengandung nilai-nilai ruhaniyah dan keimanan.
Karena isi dari madrasah ruhiyah melatih dan membina umat Islam untuk
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Sehingga agenda utamanya
yaitu sebagai proses untuk meningkatkan iman menjadi taqwa. Orang beriman
menjadi lebih bermutu setelah menjalankan puasa dan ibadah lainnya dalam bulan
suci. Ketaqwaannya meningkat ditandai dengan makin bagus ibadah dan amal shalihnya.
Keihklasannya dalam beribadah dan beramal selama satu bulan penuh berhasil
membina karakter dan perilaku terpuji, kebajikan yang terbentuk bukan hanya
kesalehan individual tetapi juga kesalehan social.
Puasa
salah satu bentuk ibadah yang bertujuan untuk menjadikan pelakunya sebagai
orang yang bertaqwa, akan berhasil dicapai oleh orang yang sungguh-sungguh
dalam melaksanakan ibadahnya. Oleh karena itu ibadah puasa harus kita
laksanakan dengan penuh kesadaran yang tinggi. Tidak hanya kita laksanakan
pokok gugur kewajibana atau ibadah yang bersifat rutin. Namun puasa merupakan
sarana olah kejiwaan, harus kita raih hasil dan pengaruhnya bagi upaya
peningkatan kualitas ketaqwaan. Bagi orang yang tidak masuk dalam katagori
orang beriman atau lemah imannya akan menemui kegagalan dalam madrasah
Ramadhan. Sebab masih banyak gejala bagi kaum muslimin, bahwa puasa hanya
terjadi pada bulan puasa Ramadhan, setelah bulan Ramadhan habis, mental atau
rohaniyahnya kembali lagi seperti sebelum melaksanakan ibadah puasa. Mereka
hanya ikut-ikutan dan asal-asalan, seperti prediksi Nabi – “Hanya akan mendapatkan lapar dan dahaga saja dalam puasanya”,
alias sia-sia. Kita memang harus puasa sepanjang masa, artinya nilai-nilai
puasa yang kita peroleh dalam satu bulan, harus dapat menjiwai hidup dan
kehidupan kita selama satu tahun, sampai datangnya Ramadhan lagi.
Sebagaimana
disebutkan didalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 183 :
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡڪُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن
قَبۡلِڪُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ (١٨٣)
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa”.
Agar kamu bertaqwa, di akhir ayat
tersebut merupakan nilai yang sangat tinggi, yang akan dicapai oleh orang-orang
yang menjalankan ibadah puasa. Sebab taqwa mempunyai makna yang sanagat
mendalam dan mulia, yang mencakup semua kebaiakan dan menghilangkan semua
kemungkaran. Sehingga taqwa yang menjadi tujuan puasa juga merupakan akumulasi
ahklak Islam. Oleh karena itu betapa erat dan kuatnya hubungan antara ibadah
dengan ahklak. Ibadah yang dikerjakan dengan sempurna, akan mmenghasilkan
ahklak yang mulia “al-aklakul al karimah”,
atau ahklak yang mulia merupakan hasil dari ibadah yang baik.
Secara
antalogis taqwa berarti menghadirkan kesadaran berketuhanan dalam kehidupan
sehari-hari. Eksestensinya hanya diakui sebagaimana pesan Al-Qur’an dalam Surat
Al-Baqarah ayat 115:
وَلِلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ
وَٱلۡمَغۡرِبُۚ فَأَيۡنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ
وَٲسِعٌ عَلِيمٌ۬ (١١٥)
“Dan kepunyaan Allah-lah timu dan barat, maka kemanapun kamu menghadap
disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha
Mendengar”.
Kehadiran transenden ditengah-tengah
kita harus bias mempengaruhi perilaku dan pikiran kita agar menjadi lebih
berbobot, amanah, taat dan manfaat bagi sesame. Menghadirkan spirit ilahiyah
dalam pribadi kita akan dapat memperkukuh niat tulus kita untuk memahknai hidup
ini lebih baik lagi, memperteguh keimanan kita, membangun diri kita menjadi
manusia pemberani untuk peduli menegakkan kejujuran, keadilan dan kebenaran
serta menghadirkan rasa takut hanya kepada Allah SWT. Sebagaimana termaktub
dalam Al-Qur’an Surat Al Maidah ayat 8 :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٲمِينَ لِلَّهِ شُہَدَآءَ بِٱلۡقِسۡطِۖ وَلَا
يَجۡرِمَنَّڪُمۡ شَنَـَٔانُ قَوۡمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعۡدِلُواْۚ ٱعۡدِلُواْ هُوَ
أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا
تَعۡمَلُونَ (٨)
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.
Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.
Karena
barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, dengan mengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan
larangan-Nya niscaya diberi bimbingan untuk mengetahui yang hak dan yang batil.
Sebab taqwa adalah barometer keimanan seseorang muslim. Dengan taqwa mata hati
akan terbuka untuk melihat dan menerima kebenaran.
Karena
itu rasulullah memberikan penekanan kepada orang yang berpuasa dengan kata “imanan wahtisaban”, artinya ibadah siyam dilakukan atas dasar
keimanan yang benar, keyakinan yang mantap dan perhitungan atau evaluasi yang
terus menerus. Karena itu puasa mesti dimulai dengan niat yang ihklas. Tanpa
niat yang terpancar dari hati yang tulus, puasa tidak tidak mempunyai makna apa-apa.
Orang
beriman yang berhasil mencapai tingkatan taqwa dengan puasanya, akan mampu
mengendalikan diri secara sempurna. Bukan hanya dosa-dosanya yang telah lalu
diampuni, tetapi juga kesalahan-kesaalahannya yang akan dating. Karena mereka
para muttaqin akan mampu mengontrol perbuatannya di masa depan. Sehingga tidak
terjerembab pada laku dan perbuatan yang merugikan. Sebaliknya yang tumbuh dari
padanya adalah amal kebajikan yang membawa manfaat untuk dirinya dan orang
lain.
Sebab
kehidupan manusia di dunia ini tidak hanya bersifat individual, melainkan juga
berdimensi spiritual dan social. Seseorang tidak mungkin hidup sendiriian. Dia
pasti membutuhkan orang lain. Orang yang dalam hidupnya tidak mempedulikan
sesamanya, usahanya semata-mata untuk kepentingan dirinya sendiri. Sesungguhnya
dia berada pada tingkatan hidup yang paling rendah. Orang yang seperti ini
tidak akan menjumpai kebahagiaan hakiki. Hidupnya terasa hampa dan tidak
sempurna.
Madrasah
Ramadhan mendidik dan melatih manusia beriman agar menjadi insane kamil,
manusia yang mulia disisi Allah. Hidupnya berjalan sesuai fitrahnya. Dan secara
fitrah manusia diciptakan oleh Allah bukan sekedar mahkluk individual, tetapi
juga sebagai mahkluk social dan spiritual. Siyam Ramadhan melatih dan
menghidupkan benih-benih social dan spiritual, sehingga realitas hidupnya akan
berjalan dengan tuntutan jiwa dan fitrahnya. Dan kebahagiaan itu akan dinikmati
tatkala kehidupan yang ia jalani sesuai dengan tuntutan fitrahnya. Mereka
menemukan hidup yang berkualitas, baik sebagai mahkluk individu, social dan
spiritual. Karenanya tiga karakter dasar manusia inilah yang dikembangkan
secara harmonis didalam madrasah Ramadhan.
Siyam
dan ibadah lainnya dalam bulan Ramadhan dikatakan berhasil bila memberikan
dampak positif dalam kehidupan seseorang, yakni adanya peningkatan kualitas
hidup, baik secara individual, peningkatan kualitas komunal dan social,
peningkatan kesadaran terhadap lingkungannya dan peningkatan spiritual dalam
hubungannya dengan Allah SWT.
Peningkatan
kualitas dalam wujud kesalehan individual dan kesalehan social yang dilakukan
dalam rangka ibadah kepada Allah merupakan manifestasi dari taqwa dan bukti
bahwa mereka berhasil kembali kepada fitrahnya. Sebagai indikasinya, ibadahnya
lebih fungsional, hatinya bersih, lembut dan memiliki kepekaan social. Sebab
jurang pemisah antara dua golongan
agniya’ – orang-orang kaya, dengan kaum dhuafa’,
yaitu para fakir miskin hingga saat ini masih sangat dalam.
Terjadinya
kecemburuan social yang timbul karena adanya kepincangan social dan
ketidakadilan secara ekonomi juga disebabkan oleh sifat egoism dan materialism.
Sifat ini menjadi subur dalam system ekonomi kapitalis liberal yang menggelobal
dewasa ini. Sebab sikap hidup yang materialistis memandang bahwa harta
merupakan ukuran segala-galanya dalam hidup.
Gengsi
hidup dengan standar materi bersemayam dalam diri manusia modern. Hal ini mengakibatkan hilangnya kepeduliaan social. Kaum agniya’ tidak menyadari bahwa mereka menjadi kaya
berkat bantuan orang-orang miskin. Sifat serakah menutup hati mereka yang
berhasil dalam hidupnya. Sehingga tidak peduli dengan penderitaan
saudara-saudaranya. Nafsu ingin menumpuk kekayaan untuk diri sendiri dan tidak
berfungsi social ini harus sirna selama seseorang menjalankan puasa Ramadhan.
Hikmah
yang terkandung dalam ibadah puasa adalah mengurangi potensi badan sebagai
bentuk penyeimbangan lahiriyah. Meningkatkan kejujuran seseorang, perilaku
sabar, mampu mengendalikan diri dalam menghadapi masalah hidup. Memberikan mata
hati (bashiroh) terbuka. Sehingga
kekuatan berfikir akan meningkat, menimbulkan jiwa seseorang akan terdidik
untuk tahan penderitaan hidup yang dijalani, serta sebagai wahana pelatihan dan
pendidikan peningkatan ibadah yang mendorong untuk menciptakan bayangan surge
di dunia, untuk dirinya sendiri dan orang lain.
Semuanya
itu pada hakekatnya menghantarkan seseorang pada ketaqwaan dan membawa dalam ashi-rah al-muttaqin yakni jalan yang
lurus dan luas. Sehingga dari keseluruhan dan keluasan tersebut dapat menembus
banyak jalan yang berbeda-beda selama jalan tersebut penuh dengan kedamaian dan
ketenteraman. Sebagaimana yang tersebut dalam Al-Qur’an Surat Al Hasyr ayat 18 :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٌ۬ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٍ۬ۖ
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ (١٨)
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
dipersiapkan untuk (menghadapi) hari esok. Dan bertaqwalah kalian kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kalian kerjakan”.
Dalam ayat tersebut paling tidak ada
tiga pedoman hidup yang harus selalu kita jadikan pegangan dimana saja, kapan
saja dan dalam keadaan bagaimanapun kita berada. Pertama, perintah agar kita
bertaqwa kepada Allah SWT. Demikian pentingnya taqwa itu sehingga dalam satu
ayat uni saja dua kali perintah taqwa itu difirmankan. Bahkan dalam Al-Qur’an
kata taqwa itu disebutkan tidak kurang dari dua ratus lima puluh kali dalam
berbagai bentuk dan konteknya. Artinya taqwa secara singkat dan sederhana
adalah melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Demikian
singkat dan sederhana rumusan taqwa itu, namun dalam pelaksanaannya tidaklah
mudah dan sederhana sebagaimana telah kita alami dan rasakan bersama selama
ini. Bekal dan modal taqwa ini semakin kita rasakan pentingnya dalam hidup dan
kehidupan dengan berbagai tantangan yang sangat kompleks sekarang ini. Dan
sebagaimana kita ketahui taqwa itu akan tercapai antara lain dengan
melaksanakan puasa dalam bulan Ramadhan.
Hikmah
Ramadhan yang amat besar dan banyak itu jangan sampai lewat begitu saja.
Melainkan harus dilestarikan dan kita kekalkan dalam kehidupan sehari-hari ke
depan. Kita harus menjadikan ibadah puasa sebagai wahana untuk menggapai fitrah
insane. Sehingga jiwa raga kita menjadi fitrah kembali, menjadi manusia yang
mempunyai jiwa yang suci, Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar