INVESTASI AKHIRAT
Oleh : Anis Purwanto
Setiap
hari kita bekerja guna mendapatkan nafkah, demi memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Diantara kita ada yang berprofesi sebagai PNS, pedagang, petani
dan lain-lain. Namun prinsip dan tujuannya sama. Untuk memenuhi tujaun
tersebut, sebagian tenaga, pikiran dan potensi yang kita miliki kita kerahkan
untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut. Bahkan sebagian diantara kita, upaya
tersebut terasa sangat berat. Hujan kehujanan, panas kepanasan. Dengan peras
keringat dan banting tulang pun terkadang hasilnya sangat minim. Meskipun sebagian orang nampak sangat
bahagia. Dapat menikmati hasil dari usahanya. Secara lahiriyah hidupnya sangat
berkecukupan. Rumah mewah bertingkat-tingkat, kendaraan mengkilat.
Semua
usaha yang kita laksanakan di dunia ini sering lebih mengatasnamakan
kepentingan dunia semata. Dengan perkataan lain kita bekerja untuk kepentingan
dunia kita. Bahkan, terkadang
terlupakan, bahwa nawaitu kita untuk bekerja tersebut adalah untuk kepentingan
ibadah, untuk kepentingan dunia dan akhirat.
Yang terbayang di benak kita adalah materi. Soal pahala dan akhirat yang
melekat pada setiap pekerjaan tak terpikirkan. Padahal kalau niat kita
tiap-tiap melakukan pekerjaan tersebut sebagai ibadah, maka nilai yang terkandung
didalam seluruh upaya, baik sistem, proses maupun hasil yang kita peroleh akan
bernilai ibadah, yang berdimensi dunia akhirat. Artinya, kita bekerja untuk
kepentingan materi, tetapi juga mengharap pahala dan ridha Allah.
Sebab,
tanpa sadar kita sering juga menjadikan dunia ini menjadi tujuan, bukan sebagai
alat untuk mencapai tujuan yang lebih mulia,
yakni untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. Karena itu apabila kita
hanya mementingkan materi , kita bisa saja bekerja melanggar aturan agama dan
hukun negara. Menghalalkan segala cara, seperti menipu, memanipulasi, koropsi,
kolosi dan nepotesme dan lain-lain, karena tidak mengenal dosa dan tidak
mementingkan pahala dan akhirat. Padahal menurut pemahaman muslim, akhirat
adalah segala-galanya. Dunia ”materi”
memang penting. Untuk memenuhi kebahagiaan dunia perlu materi, untuk
beribadahpun juga perlu materi.
Bagi kita seorang muslim, niat kita bekerja adalah
mencari nafkah, untuk kebahagiaan di dunia, yang sekaligus mencari pahala
sebagai pelaksanaan ibadah ”Ghaira mahdhah” kepada Allah SWT.
Bahkan dimensi ibadah/pahala yang ada di sisi Allah dipandang sebagai lebih
baik dan abadi dari apa yang diperoleh berupa materi. Materi yang kita peroleh
dari hasil kerja akan habis kalau kita gunakan, tetapi pahala di sisi Allah
akan tetap kekal, dan merupakan investasi untuk kita dalam kehidupan di akhirat
nanti. ”Dan apa yang diberikan kepada
kalian, maka itu adalah suatu kenikmatan hidup dunia dan perhiasannya. Sedang
apa yang ada di sisi Allah (pahala) jauh lebih baik dan lebih kekal”(Al-Baqarah
: 60). Karena itu adalah suatu kekeliruan jika kita meninggalkan nawaitu
untuk akhirat, hanya untuk mencari materi saja, apalagi materi yang digunakan
untuk maksiat.
Investasi
akhirat, yaitu tabungan yang berupa amal shaleh untuk keperluan hidup di
akhirat. Malah bunga dari upaya ini, nanti tidaklah sulit kita peroleh. Sebab,
modalnya tidak perlu harus berjuta-juta ataupun ber M bahkan ber T, tetapi
cukuplah apa yang kita peroleh saat ini, malah dengan tanpa materipun kita
dapat memperoleh hasil yang abadi nanti diakhirat, misalnya dengan berbudi
pekerti yang luhur, berahklak mulia dalam hidup bermasyarakat. Tidak berbuat yang merugikan orang lain, baik fisik
maupun mental. Sebaliknya berwajah manis dan bersikap akrap dan lain-lain. Yang paling sederhana dan
tak terlupakan oleh seorang muslim adalah di saat mengawali suatu pekerjaan
mulia tidak lupa membaca basmallah.
Arti basmallah tidak sekedar kita telah ingat kepada Allah, akan tetapi
sekaligus memohon pertolongan kepada Allah, agar apa yang diupayakan itu
berhasil dengan baik seperti yang diharapkan serta terjauh dari rintangan dan
hambatan. Karena itu bagi seorang
muslim, nawaitu merupakan modal utama dalam melaksanakan semua kegiatan, baik
yang bersifat mahdhah maupun ghira mahdhah. ”Sesungguhnya
amal perbuatan itu tergantung kepada niatnya”. Bagi Allah seseorang yang
baru beriniat akan melaksanakan perbuatan yang mulia sudah mendapat pahala
meskipun nantinya tidak jadi di laksanakan, apa lagi kalau nanti betul
dilaksanakan, tentu akan mendapat pahala yang berlipat dari Allah SWT.
Oleh
karena itu pahala yang akan diperoleh di kampung akhirat merupakan buah dari
tanaman kita di kampung dunia, sebab sesungguhnya dunia adalah ladang akhirat. Jikalau kita rajin menanam pasti akan
mengetam dikemudian hari. Kenikmatan dan kebahagiaan dunia bersifat semu sedang kenimatan dan kebahagiaan
akhirat adalah kenikmatan abadi. Rasulullah membandingkan kenikmatan yang
diperoleh di dunia dengan kenikmatan di akhirat, dalam Hadits yang artinya : ”Demi Allah, tidaklah perumpamaan kenikmatan
kehidupan di dunia dengan kehidupan di akhirat, kecuali seperti salah seorang
di antara kalian mencelupkan jarinya di lautan, maka apa yang hendaknya
diperhatikan adalah apa yang melekat di jari itu saja”.
Allah Maha Murah dan Maha Pengasih. Apa pun yang kita
perbuat, sekalipun diumpamakan amal seberat biji sawipun, Allah akan memberi
pahala dan bahkan dilipat gandakan.Sedikitpun Alah tidak akan menyia-nyiakan
amal shaleh yang dilakukan dengan penuh keihklasan dan hanya mencari keridhaan
Allah semata. ”Sesungguhnya Allah tidak
menyia-nyiakan amal seseorang walau seberat dzarrah. Dan jika ada kebaikan
dalam amalnya sebesar dzarrah itu, niscaya akan dilipatgandakan dan memberikan
dari sisi-Nya pahala yang besar” (An
Nisa:40).
Kunci pokok agar seorang muslim menjadikan akhirat
sebagai ladang investasi adalah penyadaran diri akan hakekat hidup yang
sesungguhnya. Sebab masih begitu kuatnya
kekuasaan nafsu jahat ditengah tergila-gilanya dengan kemewahan duniawiyah.
Menganggap seakan-akan dunia ini abadi, kemewahannya kekal, dan seolah-olah
merupakan puncak kepuasan hakiki. Padahal jika mau merenung, akan disadari
bahwa pada hakekatnya manusia akan mati, semua kesenangan duniawiyah seperti harta,
tahta dan wanita akan ditinggalkan, rela atau tidak rela. Jasmani yang
terbuat dari tanah akan kembali kepada tanah, sedang ruhani yang berasal dari
Allah akan kembali kepada Allah, dengan membawa pertangungjawaban hidup. ”Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal
kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan
dihidupkan Nya kembali, kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan”
(Al-Baqarah:28).
Oleh karena itu untuk apa kita hidup di dunia ini jika
semua kesenangan duniawi pada akhirnya ditinggalkan. Allah telah menegaskan
bahwa sesungguhnya tujuan hidup manusia di dunia ini adalah henya mengabdi
kepada Allah. Mengabdi bukan dalam arti sempit, tetapi dalam arti yang
seluas-luasnya, yakni seluruh aktivitas hidup untuk mengabdi kepada Allaj.
Mengabdi kepada Alah berarti menjalankan tuntunan-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. ”Dan Aku tidak menciptakan
jin dan mnusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS.Adz-Dzariyat :
56). Semua itu kita kerjakan dengan
penuh keihklasan, kecintaan dan penuh kesemangatan, tanpa sedikitpun beban pada
dirinya, karena hidupnya telah diwakafkan untuk mengabdi kepada Allah Swt.
Pengabdian inilah yang merupakan investasi kita nanti diakhirat. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar