DAKWAH ISLAM
Tinjauan Tentang Langgam Dakwah, Bil Yad, Bil Lisan
dan Bil Qalbi
Oleh : Anis Purwanto
“Barang siapa di antara kamu melihat
kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya (mencegahnya) dengan tangannya
(kekuasaannya), apabila ia tidak sanggup dengan lidahnya (nasehat) apabila ia
tidak kuasa, maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman”. (HR Muttafaq
Alaih)
Berangkat dari konsep dakwah Islam yang
telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa berdakwah itu harus dimulai
dengan tangan (bil yad), kemudian dengan lisan (bil lisan) dan selanjutnya
dengan hati (bil qalbi). Maka adalah perlu kita untuk memberi penafsiran secara
sederhana bagaimana bentuk pendekatan
dengan bil yad, bil lisan dan bil qalbi. Sebab secara bijaksana (bil hikmah) perbedaan
penonjolan dari ketiga pendekatan/langgam dakwah ini terletak dari cara
operasionalnya.
Pendekatan bil yad, penonjolannya
adalah sedikit bicara banyak kerja (amal yang kongkrit) dalam menangani urusan
kemasyarakatan (umat) dan menyatukan umat dalam satu bangunan kekeluargaan.
Pendekatan ini bersifat masal dan ekspansif dalam mengurus persoalan umat ini
adanya aksi-aksi social, pembagian makanan dan pakaian kepada para yatim piatu,
terbentuknya lembaga social, koperasi, penddidikan, kesejahteraan dan kesehatan
adalah contoh dari pendekatan bil yad.
Praktek nyata dalam sejarah dakwah
Islam menggunakan pendekatan initerlihat pada dakwah Nabi Muhammad SAW di kota
Madinah. Di madinah Nabi Muhammad telah dapat menciptakan suatu tatanan
masyarakat Islam yang memiliki tali persaudaraan yang erat. Masyarakat hidup
dalam ikatan social yang utuh, tidak menonjolkan kelompok atau golongan
masing-masing. Kelompok pedagang, petani, buruh, pengusaha, semuanya hidup rukun
dan saling tolong menolong dengan tanpa tendensi untuk saling meremehkan
kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Nabi telah membangun masyarakat
ideal (madani) inilah keberhasilan Nabi dengan menggunakan dengan pendekatan
dakwah bil yad.
Pendekatan bil lisan, penonjolannya
terletak pada keterampilan lisan (ucapan) dalam mengutarakan suatu cita-cita,
keyakinan, pandangan dan pendapat khususnya tentang ajaran Islam kepada
masyarakat (obyek dakwah). Pendekatan ini banyak digunakan para da’I atau para
muballigh kita. sehingga ada kesan atau anggapan bahwa dakwah Islam identik
dengan ceramah agama. Dan memang kita telah mengakui bahwa pendekatan bil lisan
telah banyak mewarnai gerak langkah dakwah Islam secara keseluruhan. Bahkan
dengan kemahiran pidatonya seorang da’I atau muballigh dapat mempengaruhi
banyak orang dalam waktu singkat. Kita catat saja kiprah KH Zainuddin MZ (alm)
da’I sejuta umat. Karena kepandaiannya mengolah kata-kata hikmah, maka beliau dicatat
sebagai da’I ‘sejuta umat’ kondang yang yang
ketenarannya sejajar dengan para selebritis.
Terlepas dari kenyataan yang ada
dilapangan dakwah dalam masyarakat kita, sebagaimana diketahui sebetulnya juga
pendekatan bil yad cirinya pada terjun langsung ke lapangan (kancah) untuk
menata masyarakat, maka pendekatan bil lisan hanya sampai kepada taraf rumusan
teori, pemaparan sesuatu, menjelaskan dan menentukan alternative pemecahan
masalah yang dihadapi umat. Sebab tanpa terapan yang kongkrit bil lisan dianggap
tidak berhasil. Apabila keberhasilan suatu kegiatan dakwah dengan pendekatan
bil lisan (ceramah agama) diukur dengan banyaknya pengunjung, atau karena
adanya anggapan bahwa ceramahnya menarik karena diukur dengan banyaknya para
audien yang tertawa, sebab dibawakan dengan banyolan-banyolan.
Kita sadar bahwa tidak semua orang
dapat menjadi sorang orator (pandai ceramah agama), ini perlu latihan-latihan
atau adanya bakat sejak lahir.
Dan pendekatan bil qalbi,
penonjolannya adalah mementingkan bagaimana suatu usaha atau kegiatan keagamaan
dapat memuaskan batin (menenangkan batin). Cirinya adalah pengambilan sikap
diam yang diliputi suasana selalu taqarrub kepada Allah. Bentuk kongkrit dari
pendekatan dakwah bil qalbi ini seperti dapat kita lihat sekarang adanya banyak
kelompok tariqat atau kumpulan-kumpulan orang shaleh. Suatu contoh dalam
sejarah dakwah yang paling banyak menggunakan pendekatan dakwah bil qalbi ini
adalah Umar bin Abdul Aziz (khalifah Bani Ummayah). Beliau telah berhasil
merombak struktur masyarakat yang tadinya berengsek menjadi masyarakat yang
diliputi oleh suasana keagamaan yang mantap.
Dan yang lebih penting bagi kita
adalah semestinya segera ambil peran dalam dakwah Islam, apapun pendekatan yang
kita pilih (bil yad, bil lisan, dan bil qalbi). Apalagi didalam menghadapi
corak masyarakat kita sekarang ini, banyak diliputi oleh keresahan rohani,
ketidakpastian, kecemasan, merasa tidak aman, melonggarnya ikatan social dan
menggejalanya pandangan hidup materialistic sekularistik, perlu langkah pasti
dalam dakwah di masa sekarang dan akan dating.
Hemat kita, sikap dakwah Islam adalah
harus melibatkan ketiga pendekatan/langgam dakwah tersebut, yakni bil yad, bil
lisan dan bil qalbi. Jadi untuk masyarakat kota, karena telah banyak dilakukan
dengan pendekatan bil yad, maka sekarang diusahakan penggabungan dengan
pendekatan bil qalbi. Di kota sudah mulai terasa keresahan rohani dan kejenuhan
terhadap gejala modern, maka dapat diusahakan dan dibentuk kelompok-kelompok
yasinan misalnya atau semacam amalan dzikrullah. Dengan pendekatan ini akan
memberikan makna yang dalam, misalnya ketenangan batin, ketenteraaman,
kepasrahan, dan sebagainya. Disamping itu, di kota juga diperlukan pendekatan
dakwah bil lisan, misalnya senantiasa menyuburkan dialog Islam terbuka, seminar
dakwah islam dalam rangka menggali teori-teori baru yang berkaitan dengan
strategi dakwah.
Apapun tentang pendekatan dakwah
Islam dalam masyarakat di pedesaan, dapat dipastikan bahwa pergeseran nilai dan
kecenderungan masyarakat sebagaimana dialami oleh masyarakat perkotaan akan
menimpa pula di pedesaan. Akan tetapi kecenderungan itu belum begitu terasa.
Oleh karena itu sebagai antisipatif dakwahnya, maka pendekatan dakwah di desa
harus segera diubah. Kalau tadinya di desa banyak menggunakan pendekatan bil
qalbi, maka sekarang telah saatnya lebih diutamakan pendekatan bil yad.
Maksudnya tidak lain agar masyarakat desa tidak hanya menghidupkan
kelompok-kelompok shalawatan, yasinan saja, tetapi juga amal kongkrit dalam
urusan kemasyarakatan (pembangunan) dalam membentuk masyarakat yang madani di
pedesaan, seimbang antara dunia dan akhirat. Membangun lembaga-lembaga social
ekonomi, pendidikan yang berbasis wong cilik, pelayanan kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat harus digalakkan di desa.
Upaya inilah yang kita yakini
merupakan sebagaian dari alternative pemecahan masalah yang dihadapi oleh umat.
Sebab berbicara tentang dakwah pada hakekatnya adalah berbicara tentang umat
dengan segala permasalahannya. Sekecil apapun yang kita lakukan dalam upaya
dakwah, itulah yang terbaik bagi kita.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar