KHUTBAH
IDUL ADHA 1433 H/2012M
MENELADANI
NABI IBRAHIM AS MEMBANGUN PERADABAN MASA DEPAN
Oleh : Anis Purwanto
Allahu Akbar 3 X, Allahu Akbar Walillahil Hamd !
Hadirin Jamaah Shalat Ied yang dimuliakan Allah.
Sungguh sangat patut kita
berbahagia pada hari ini, sebab kita masih memiliki kesempatan untuk bernafas
sebagai seorang mslim, kita pun merasa segar dan bahagia sebagai seorang mukmin
yang semenjak tadi malam hingga kini kita mengumandangkan kalimah “Takbiier dan
tahmied” dengan maksud mengagungkan Ilahirabbi.
Mengumandangkan
takbir, bukan sekedar ikut latah terbawa arus, akan tetapi merupakan ledakan
keyakinan dan pendirian yang terkadang seperti meredup jauh ke dalam, tertindih
oleh belbagai macam beben mental yang cukup menyiksa. Berteriak dengan suara
lantang bersama-sama menyebut dan mengagungkan asma Allah, sungguh sangat
melegakan.
Saudara,
Kadar ketaqwaan seseorang sesungguhnya dapat diukur dari seberapa besar rasa
syukurnya terhadap nikmat Allah yang demikian banyak. Semakin banyak ia
bersyukur, meski bagaimana keadaannya dan dimana tempat tinggalnya, maka
semakin tinggi pula kadar ketaqwaannya. Syukur yang sering kita wujudkan dengan
ucapan hamdallah ternyata bukanlah sekedar amalan lisan semata, ia adalah
sebuah ungkapan dari serangkaian pekerjaan hati yang didalamnya sarat dengan
muatan esensi atau hakekat pengabdian total kita sebagai hamba Allah SWT, Rabb
semesta alam. Itulah sebabnya mengapa Allah menjadikan kata kufur sebagai lawan
kata syukur, yang hal ini berarti pula bahwa tatkala kita enggan bersyukur maka
sesungguhnya kita sedang terjebak dalam tabiat pembangkang. Sebuah tabiat yang
diancam dengan pedihnya Adzab Allah SWT.
لَٮِٕن شَڪَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَٮِٕن ڪَفَرۡتُمۡ
إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ۬
“Jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Salah
satu gambaran kongkrit tentang bagaimana kedua tabiat diatas selalu bergelut
dalam perjalanan kehidupan manusia digambarkan oleh Allah dalam satu hikmah
perjalanan hidup Nabiyullah Ibrahim as, sementara disisi lain sosok pembangkang
sejati diperankan oleh Raja Namruz dan pengikutnya. Kisah keduanya digambarkan
dengan sangat apik dalam banyak ayat-ayat Al-Qur’an, sebagai contoh misalnya
dal Surat Al-Baqarah ayat 258 dikisahkan tentang bagaimana mereka berdebat
tentang hakekat kebenaran Tuhan :
أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِى حَآجَّ إِبۡرَٲهِـۧمَ فِى رَبِّهِۦۤ
أَنۡ ءَاتَٮٰهُ ٱللَّهُ ٱلۡمُلۡكَ إِذۡ قَالَ إِبۡرَٲهِـۧمُ رَبِّىَ ٱلَّذِى
يُحۡىِۦ وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا۟ أُحۡىِۦ وَأُمِيتُۖ قَالَ إِبۡرَٲهِـۧمُ فَإِنَّ
ٱللَّهَ يَأۡتِى بِٱلشَّمۡسِ مِنَ ٱلۡمَشۡرِقِ فَأۡتِ بِہَا مِنَ ٱلۡمَغۡرِبِ
فَبُهِتَ ٱلَّذِى كَفَرََ
”Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat
Ibrahim tentang Tuhannya karena Allah telah memberikan kepada orang itu
pemerintahan. Ketika Ibrahim mengatakan : “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan
mematikan”, orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”. Ibrahim
berkata :”Sesungguhnya Allah menerbitkan matahani dari timur, maka terbitllah
dia dari barat”, lalu terdiamlah orang kafir itu”
Allahu Akbar 3 X, Allahu Akbar Walillahil Hamd !
Hadirin Jamaah Shalat Ied yang dimuliakan Allah.
Dilain
ayat ada banyak kisah tentang bagaimana Ibrahim menjadi penentang utama bagi
para penyembah berhala, bahkan tak terkecuali ayahnya sendiri, Azar, juga
beliau tentang, hingga akhirnya berakibat pengusiran Ibrahim dari rumahnya.
Kekuatan
keyakinan dan ke-istiqomah-an Ibrahim merupakan senjata utama penentu
keberhasilan beliau meletakkan landasan-landasan ketauhidan bagi kaumnya.
Landasan tauhid ini penting dalam tata kehidupan kita, sebab ia akan menjadi
titik tolak sekaligus ruh yang seterusnya akan mempengaruhi pola perilaku kita
sehari-hari. Seorang yang memiliki keyakinan tauhid kuat, maka ia akan terus
merasa diawasi oleh mata-mata Allah dimanapun dan kapanpun ia berada. Ia akan
lebih berhati-hati dalam melakukan tindakan, sebab sedikit saja ia tergelincir
dari jalan lurus maka telah tersedia di hadapan ancaman azab Allah.
Inilah
sesungguhnya salah satu problem dasar masyarakat kita. Tipisnya keyakinan
tauhid menyebabkan kita semakin berani berkawan akrab dengan syaitan, berkawan
akrab dengan dosa-dosa. Kita lebih takut pada ancaman pengawasan manusia bahkan
penjara Negara dari pada pengawasan dan penjara Allah yang Maha Melihat,
sehingga ketika kita merasa aman dari pengawasan manusia, secepat kilat kita
langgar apa yang bukan hak kita, kita makan apa yang bukan hak kita.
Naudzubillahi min dzalik.
Allahu Akbar 3 X, Allahu Akbar Walillahil Hamd !
Hadirin Jamaah Shalat Ied yang dimuliakan Allah.
Kesalehan
seseorang Ibrahim juga terlihat dari keikhlasan beliau untuk mengorbankan apa
yang sangat beliau cintai. Kisah penyembelihan putra beliau Ismail dalam
Al-Qur’an Surat Ash Shaffat ayat 102 dapat menjadi buktinya :
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ
ٱلسَّعۡىَ قَالَ يَـٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلۡمَنَامِ أَنِّىٓ أَذۡبَحُكَ
فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَـٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِىٓ
إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ
“Maka tatkala anak itu sampai berusaha bersama-sama
Ibrahim, Ibrahim berkata :”Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”. Ia menjawab: “Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
. Bahkan
saudara, kisah uji iman yang dilakonkan oleh Ibrahim as, menjadi simbul
pengorbanan yang luar biasa kadar keihklasannya. Bahkan kisah dari peristiwanya
masih sangat relevan serta memiliki arti yang amat penting dalam hidup dan
kehidupan kaum mukminin sepanjang masa. Yakni kisah dua insane hamba Allah yang
telah diuji keimanannya, dimana Nabi Ibrahim as yang telah berpuluh tahun
mendambakan hadirnya anak, lalu berhasil memiliki anak yaitu Nabi Ismail. Akan
tetapi menginjak usia remaja yang begitu disayangnya, tiba-tiba Nabi Ibrahim as
menerima wahyu dalam bentuk mimpi berisi perintah untuk menyembelih Ismail as.
Anak satu-satunya yang amat disayanginya.
Demikian
kokohnya keimanan kedua hati hamba Allah SWT, yang telah teruji itu bukannya
goncang, akan tetapi justru melahirkan suatu keteguhan. Sedemikian nikmatnya
hidup yang penuh rasa taqwa, sehingga cobaan yang seberat apapun menjadi ringan
dan bahkan membahagiakan.
Perjalanan
emas Nabi Ibrahim as dan putera beliau Ismail as ini kemudian menjadi inspirasi
dari kewajiban kita untuk melaksanakan ibadah Qurban. Selain merupakan ujian
atas keikhlasan kita untuk mengorbankan sesuatu yang kita cintai, ibadah qurban
juga mendidik kita untuk lebih banyak peduli terhadap sesama. Betapa harus kita
akui bahwa berbagai pertimbangan sosial yang terjadi pada masyarakat kita
banyak dipengaruhi oleh kurang meratanya pendistribusian hasil-hasil
pembangunan di Negara kita. Si kaya terus menerus menumpuk perpendaharaan
harta, sementara si miskin dibiarkan terus hidup berkubang dalam kesengsaraan.
Keadaan semacam ini jika terus dibiarkan akan menjadi bom waktu yang siap
meledak setiap saat, dan jika ini terjadi maka akan menjadi ancaman terhadap stabilitas
dan pada gilirannya disintegrasi bangsa akan sulit dielakkan.
Sekali
lagi, kesalehan merupakan kata kunci bagi dibukanya jalan menuju berkah Allah,
dan jika jalan ini yang hendak kita pilih maka Ibrahim dan keturunannya
merupakan suri tauladan yang ideal bagi kita. Allah berfirman :
قَدۡ كَانَتۡ لَكُمۡ
أُسۡوَةٌ حَسَنَةٌ۬ فِىٓ إِبۡرَٲهِيمَ وَٱلَّذِينَ مَعَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu
pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia” (QS. Al Mumtahanah : 4).
Allahu Akbar 3 X, Allahu Akbar Walillahil Hamd !
Hadirin Jamaah Shalat Ied yang dimuliakan Allah.
Bersamaan
dengan Hari Raya Idul Adha yang kita nikmati hari ini, saudara-saudara kita
yang memiliki kemampuan dan kesanggupan tengah khusuk melaksanakan ibadah haji
di Mekkah Al Mukarramah. Mereka bersama-sama bertalbiyah mengagungkan asma
Allah, mengakui bahwa Dialah pemilik segala keagungan, dan bahwa manusia
dihadapan Allah tak lebih dari debu yang akan terbang kemana angin
qudrah-iradah Allah swt membawa. Ibadah haji disamping merupakan salah satu
bentuk ibadah mahdhah juga merupakan sebuah wisata sejarah tentang bagaimana
Nabi Ibrahim as meletakkan dasar-dasar keyakinan tauhid yang disimbolkan dengan
peninggian dan pembangunan pilar-pilar Ka’bah. Tujuannya tidak lain adalah
untuk menyegarkan kembali ingatan umat Islam tentang bagaimana perjuangan
Ibrahim membangun peradaban umat
melalui prinsip-prinsip dasar ke-ilahi-an. Dan hasilnya luar biasa, semua
mengakui keunggulan peradaban ini, sehingga berpijak pada argument ini,
founding father bangsa kita-pun menjadikan Ketuhanan Yang Maha Esa, sila
pertama dari dasar Negara kita Pancasila, sebagai landasan bagi dinamika
peradaban bangsa Indonesia. Namun diakui atau tidak, kita yang kebetulan
menerima amanah untuk meneruskan cita-cita besar bangsa ini seringkali lupa.
Kita suka bermain dalam sekat-sekat subhat yang sarat dengan iming-iming
kenikmatan sesaat produk tipu daya iblis, dan tanpa kita sadari perlahan-lahan
kitapun terperosok dalam perangkap mereka. Cahaya ilahi-pun kemudian redup
bersamaan dengan munculnya aneka logika pembesar bagi jalan salah yang kita
pilih, lalu jadilah kita teman sejati setan, kita sering halalkan yang haram
dan kita haramkan yang halal.
Apa
yang kita alami sekarang ini pada dasarnya adalah konsekwensi dari apa yang
kita lakukan kemarin, Senang susah, sukses dan tidaknya hidup kita hari ini
tergantung kita sendiri. Sebab kita telah diberi hak dan kesempatan yang sama
oleh Allah swt untuk mewujudkan hidup kita sesuai keinginan kita. Dan kita
sadar bahwa kebanyakan dari kita, tidak berani bila mendapat tantangan dengan
tanggung jawab yang berat. Karena senyatanya, orang-orang yang mempunyai jiwa
sukses itu senang adanya tantangan-tantangan, dan sadar bahwa
tantangan-tantangan itu mengandung tanggung jawab, sebab disitulah sebetulnya
ia melihat adanya kesempatan yang besar. Sifat dan sikap tanggung jawab yang
kita maksudkan disini paling tidak mempunyai 3 (tiga) macam aspek :
Pertama,
adalah berani menanggung resiko. Artinya, semua yang kita lakukan pasti ada
resikonya. Seorang petani mempunyai resiko, panen atau gagal panen. Seorang pedagang mempunyai resiko,
dagangannya hari itu mendapat laba atau malah rugi besar. Pejabat resikonya
bisa naik pangkat atau malah di pecat. Bahkan ibadahpun ada resikonya, yaitu di
terima oleh Allah atau ditolak. Hal itu tergantung dari pelaksanaannya, sesuai
dengan tuntunan Allah dan Rasulnya apa tidak, berlandaskan ihklas karena
mengharap ridha Allah atau hanya ingin mendapat pujian semata. Pendeknya, semua
yang kita lakukan akan kembali kepada kita sendiri. Apa yang terjadi hari ini
adalah hasil dari tindakan kita di hari kemarin.
مَّنۡ عَمِلَ صَـٰلِحً۬ا
فَلِنَفۡسِهِۦۖ وَمَنۡ أَسَآءَ فَعَلَيۡهَاۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّـٰمٍ۬
لِّلۡعَبِيدِ
“Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka
(pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat maka
(dosanya) atas dirinya sendiri, dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya
hamba-ham(Nya)”. (QS Fushshilat : 46).
Kedua, adalah berani menghadapi
kesulitan. Disini Allah telah memberikan rumus kepada kita :
فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا (٥) إِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ
يُسۡرً۬ا (٦)
“Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan”. (QS Alam Nasyrah : 5-6).
Saudara,
bagaimana jikalau rumus Allah tersebut kita balik, “barang siapa yang senang
mengahadapi masalah yang ringan dan mudah, maka ia akan selalu mendapat
kesulitan dan kesusahan”. Kerja kita berangan-angan, berkhayal yang
indah-indah, hidup kita dalam pusaran jikalau, jikalau saya jadi orang yang
kaya, jikalau saya hidup berkecukupan, tanpa
harus bekerja keras, tanpa mengalami kesulitan. Karena senyatanya, orang
yang berani mengalami kesulitanpun
terkadang masih juga mengalami kegagalan dalam segala urusannya, akan
tetapi dari berbagai kegagalan yang kita
alami, terselip pengalaman yang sangat berharga, demi meraih kesuksesan
dikemudian hari. “Sing sopo wonge doyan rekasa, dheweke bakal beja. Sapa gawe,
nganggo. Sing nandur bakal ngundhuh, lan jer basuki mawa beya”. Kesemuanya itu merupakan konsekwensi dan
tanggungjawab bagi seseorang yang ingin berhasil di kemudian hari.
Ketiga,
adalah mengerjakan semua amal dengan sebaik-baiknya. Mengerjakan amal shaleh
dengan sebaik-baiknya, sudah termasuk tanggung jawab yang berat. Berhasil apa
tidak semua usaha kita tergantung bagaimana kesungguhan kita didalam
mengupayakan. Yang pasti Allah senang terhadap sesuatu yang paling baik. “
Sesungguhnya Allah senang kepada perkara-perkara yang paling unggul dan paling
tinggi mutunya. Dan Allah benci kepada perkara-perkara yang buruk, hina dan
tidak sempurna”. (Kitab Al-Mu’jam Al-Kabir, Imam Tabrani, 2826).
Allahu Akbar 3 X, Allahu Akbar Walillahil Hamd !
Hadirin Jamaah Shalat Ied yang dimuliakan Allah.
Inilah sebagian kecil dari
butir-butir hikmah Idul Kurban yang dapat kita implementasikan, dipedomani
untuk kita praktekkan di tengah-tengah sisa kehidupan kita. Tentu semuanya
berpulang kepada kita masing-masing, sejauh mana kepedulian kita memetik
butir-butir hikmah yang terkandung di dalam pelaksanaan Idul Adha kali ini.
Sekali lagi semoga saudara-saudara kita yang kebetulan saat ini sedang
melaksanakan ibadah haji benar-benar mendapat haji yang mabrur, sehingga
barokah kemabrurannya dapat menjadi kunci terbukanya pintu rahman-rahim Allah
swt. Kelak saat mereka kembali ke tanah air, mereka akan menjelma menjadi
manusia-manusia mumpuni yang tidak saja mampu mengidentifikasi problem-problem
zaman tetapi juga mampu menjadi solusi-solusi atas problematika zaman.
Karenanya, lahirnya
manusia-manusia semacam ini menjadi sebuah keniscayaan bagi bangsa kita saat
ini, sebab kenyataannya dari sekian banyak keberhasilan pembangunan masih
menyisakan berbagai problem sosial seperti ketimpangan dan disharmonisasi
hubungan antar elemen bangsa, tak pelak masih terus tumbuhsuburnya perilaku
koruktif, kolotif dan nepotif dan bentuk-bentuk pembangkangan terhadap ruh dan
cita-cita reformasi.
Akhirul kalam, mari kita berharap
dan memohon kehadirat Allah swt, emoga kita semua, selalu mendapat hidayah,
ma’unah dari Allah swt. Sehingga tergolong hamba-hamba-Nya yang tetap sabar
dalam menghadapi problematika hidup yang semakin lama semakin berat, kapan dan
dimanapun kita berada saat ini. Tetap istiqomah menjalankan nilai-nilai iman
dan taqwa secara konsekwen lestari.
Sebagai penutup khutbah, marilah
kita menundukkan kepala dan mengheningkan hati kita, berdo’a mohon kepada Allah
swt , semoga semua upaya dan harapan kita mendapat ridha Allah SWT. Amin ya
rabbal ‘alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar