Rabu, 17 Oktober 2012

KHUTBAH IDUL ADHA : MENELADANI NABI IBRAHIM AS MEMBANGUN PERADAPAN MASA DEPAN


KHUTBAH IDUL ADHA  1433 H/2012M
MENELADANI NABI IBRAHIM AS MEMBANGUN PERADABAN MASA DEPAN
Oleh : Anis Purwanto


Allahu Akbar 3 X, Allahu Akbar Walillahil Hamd !
Hadirin Jamaah Shalat Ied yang dimuliakan Allah.           

Sungguh sangat patut kita berbahagia pada hari ini, sebab kita masih memiliki kesempatan untuk bernafas sebagai seorang mslim, kita pun merasa segar dan bahagia sebagai seorang mukmin yang semenjak tadi malam hingga kini kita mengumandangkan kalimah “Takbiier dan tahmied” dengan maksud mengagungkan Ilahirabbi.

            Mengumandangkan takbir, bukan sekedar ikut latah terbawa arus, akan tetapi merupakan ledakan keyakinan dan pendirian yang terkadang seperti meredup jauh ke dalam, tertindih oleh belbagai macam beben mental yang cukup menyiksa. Berteriak dengan suara lantang bersama-sama menyebut dan mengagungkan asma Allah, sungguh sangat melegakan.

            Saudara, Kadar ketaqwaan seseorang sesungguhnya dapat diukur dari seberapa besar rasa syukurnya terhadap nikmat Allah yang demikian banyak. Semakin banyak ia bersyukur, meski bagaimana keadaannya dan dimana tempat tinggalnya, maka semakin tinggi pula kadar ketaqwaannya. Syukur yang sering kita wujudkan dengan ucapan hamdallah ternyata bukanlah sekedar amalan lisan semata, ia adalah sebuah ungkapan dari serangkaian pekerjaan hati yang didalamnya sarat dengan muatan esensi atau hakekat pengabdian total kita sebagai hamba Allah SWT, Rabb semesta alam. Itulah sebabnya mengapa Allah menjadikan kata kufur sebagai lawan kata syukur, yang hal ini berarti pula bahwa tatkala kita enggan bersyukur maka sesungguhnya kita sedang terjebak dalam tabiat pembangkang. Sebuah tabiat yang diancam dengan pedihnya Adzab Allah SWT.

لَٮِٕن شَڪَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡ‌ۖ وَلَٮِٕن ڪَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ۬

 “Jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.

            Salah satu gambaran kongkrit tentang bagaimana kedua tabiat diatas selalu bergelut dalam perjalanan kehidupan manusia digambarkan oleh Allah dalam satu hikmah perjalanan hidup Nabiyullah Ibrahim as, sementara disisi lain sosok pembangkang sejati diperankan oleh Raja Namruz dan pengikutnya. Kisah keduanya digambarkan dengan sangat apik dalam banyak ayat-ayat Al-Qur’an, sebagai contoh misalnya dal Surat Al-Baqarah ayat 258 dikisahkan tentang bagaimana mereka berdebat tentang hakekat kebenaran Tuhan :

أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِى حَآجَّ إِبۡرَٲهِـۧمَ فِى رَبِّهِۦۤ أَنۡ ءَاتَٮٰهُ ٱللَّهُ ٱلۡمُلۡكَ إِذۡ قَالَ إِبۡرَٲهِـۧمُ رَبِّىَ ٱلَّذِى يُحۡىِۦ وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا۟ أُحۡىِۦ وَأُمِيتُ‌ۖ قَالَ إِبۡرَٲهِـۧمُ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَأۡتِى بِٱلشَّمۡسِ مِنَ ٱلۡمَشۡرِقِ فَأۡتِ بِہَا مِنَ ٱلۡمَغۡرِبِ فَبُهِتَ ٱلَّذِى كَفَرَ‌َ

”Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan. Ketika Ibrahim mengatakan : “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan”, orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”. Ibrahim berkata :”Sesungguhnya Allah menerbitkan matahani dari timur, maka terbitllah dia dari barat”, lalu terdiamlah orang kafir itu”

Allahu Akbar 3 X, Allahu Akbar Walillahil Hamd !
Hadirin Jamaah Shalat Ied yang dimuliakan Allah.

            Dilain ayat ada banyak kisah tentang bagaimana Ibrahim menjadi penentang utama bagi para penyembah berhala, bahkan tak terkecuali ayahnya sendiri, Azar, juga beliau tentang, hingga akhirnya berakibat pengusiran Ibrahim dari rumahnya.

            Kekuatan keyakinan dan ke-istiqomah-an Ibrahim merupakan senjata utama penentu keberhasilan beliau meletakkan landasan-landasan ketauhidan bagi kaumnya. Landasan tauhid ini penting dalam tata kehidupan kita, sebab ia akan menjadi titik tolak sekaligus ruh yang seterusnya akan mempengaruhi pola perilaku kita sehari-hari. Seorang yang memiliki keyakinan tauhid kuat, maka ia akan terus merasa diawasi oleh mata-mata Allah dimanapun dan kapanpun ia berada. Ia akan lebih berhati-hati dalam melakukan tindakan, sebab sedikit saja ia tergelincir dari jalan lurus maka telah tersedia di hadapan ancaman azab Allah.

            Inilah sesungguhnya salah satu problem dasar masyarakat kita. Tipisnya keyakinan tauhid menyebabkan kita semakin berani berkawan akrab dengan syaitan, berkawan akrab dengan dosa-dosa. Kita lebih takut pada ancaman pengawasan manusia bahkan penjara Negara dari pada pengawasan dan penjara Allah yang Maha Melihat, sehingga ketika kita merasa aman dari pengawasan manusia, secepat kilat kita langgar apa yang bukan hak kita, kita makan apa yang bukan hak kita. Naudzubillahi min dzalik.


Allahu Akbar 3 X, Allahu Akbar Walillahil Hamd !
Hadirin Jamaah Shalat Ied yang dimuliakan Allah.

            Kesalehan seseorang Ibrahim juga terlihat dari keikhlasan beliau untuk mengorbankan apa yang sangat beliau cintai. Kisah penyembelihan putra beliau Ismail dalam Al-Qur’an Surat Ash Shaffat ayat 102 dapat menjadi buktinya :

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡىَ قَالَ يَـٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلۡمَنَامِ أَنِّىٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰ‌ۚ قَالَ يَـٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُ‌ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ 

“Maka tatkala anak itu sampai berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata :”Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”. Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

.           Bahkan saudara, kisah uji iman yang dilakonkan oleh Ibrahim as, menjadi simbul pengorbanan yang luar biasa kadar keihklasannya. Bahkan kisah dari peristiwanya masih sangat relevan serta memiliki arti yang amat penting dalam hidup dan kehidupan kaum mukminin sepanjang masa. Yakni kisah dua insane hamba Allah yang telah diuji keimanannya, dimana Nabi Ibrahim as yang telah berpuluh tahun mendambakan hadirnya anak, lalu berhasil memiliki anak yaitu Nabi Ismail. Akan tetapi menginjak usia remaja yang begitu disayangnya, tiba-tiba Nabi Ibrahim as menerima wahyu dalam bentuk mimpi berisi perintah untuk menyembelih Ismail as. Anak satu-satunya yang amat disayanginya.

            Demikian kokohnya keimanan kedua hati hamba Allah SWT, yang telah teruji itu bukannya goncang, akan tetapi justru melahirkan suatu keteguhan. Sedemikian nikmatnya hidup yang penuh rasa taqwa, sehingga cobaan yang seberat apapun menjadi ringan dan bahkan membahagiakan.

            Perjalanan emas Nabi Ibrahim as dan putera beliau Ismail as ini kemudian menjadi inspirasi dari kewajiban kita untuk melaksanakan ibadah Qurban. Selain merupakan ujian atas keikhlasan kita untuk mengorbankan sesuatu yang kita cintai, ibadah qurban juga mendidik kita untuk lebih banyak peduli terhadap sesama. Betapa harus kita akui bahwa berbagai pertimbangan sosial yang terjadi pada masyarakat kita banyak dipengaruhi oleh kurang meratanya pendistribusian hasil-hasil pembangunan di Negara kita. Si kaya terus menerus menumpuk perpendaharaan harta, sementara si miskin dibiarkan terus hidup berkubang dalam kesengsaraan. Keadaan semacam ini jika terus dibiarkan akan menjadi bom waktu yang siap meledak setiap saat, dan jika ini terjadi maka akan menjadi ancaman terhadap stabilitas dan pada gilirannya disintegrasi bangsa akan sulit dielakkan.

            Sekali lagi, kesalehan merupakan kata kunci bagi dibukanya jalan menuju berkah Allah, dan jika jalan ini yang hendak kita pilih maka Ibrahim dan keturunannya merupakan suri tauladan yang ideal bagi kita. Allah berfirman :

قَدۡ كَانَتۡ لَكُمۡ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٌ۬ فِىٓ إِبۡرَٲهِيمَ وَٱلَّذِينَ مَعَهُ 

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia” (QS. Al Mumtahanah : 4).

Allahu Akbar 3 X, Allahu Akbar Walillahil Hamd !
Hadirin Jamaah Shalat Ied yang dimuliakan Allah.

            Bersamaan dengan Hari Raya Idul Adha yang kita nikmati hari ini, saudara-saudara kita yang memiliki kemampuan dan kesanggupan tengah khusuk melaksanakan ibadah haji di Mekkah Al Mukarramah. Mereka bersama-sama bertalbiyah mengagungkan asma Allah, mengakui bahwa Dialah pemilik segala keagungan, dan bahwa manusia dihadapan Allah tak lebih dari debu yang akan terbang kemana angin qudrah-iradah Allah swt membawa. Ibadah haji disamping merupakan salah satu bentuk ibadah mahdhah juga merupakan sebuah wisata sejarah tentang bagaimana Nabi Ibrahim as meletakkan dasar-dasar keyakinan tauhid yang disimbolkan dengan peninggian dan pembangunan pilar-pilar Ka’bah. Tujuannya tidak lain adalah untuk menyegarkan kembali ingatan umat Islam tentang bagaimana perjuangan Ibrahim membangun peradaban             umat melalui prinsip-prinsip dasar ke-ilahi-an. Dan hasilnya luar biasa, semua mengakui keunggulan peradaban ini, sehingga berpijak pada argument ini, founding father bangsa kita-pun menjadikan Ketuhanan Yang Maha Esa, sila pertama dari dasar Negara kita Pancasila, sebagai landasan bagi dinamika peradaban bangsa Indonesia. Namun diakui atau tidak, kita yang kebetulan menerima amanah untuk meneruskan cita-cita besar bangsa ini seringkali lupa. Kita suka bermain dalam sekat-sekat subhat yang sarat dengan iming-iming kenikmatan sesaat produk tipu daya iblis, dan tanpa kita sadari perlahan-lahan kitapun terperosok dalam perangkap mereka. Cahaya ilahi-pun kemudian redup bersamaan dengan munculnya aneka logika pembesar bagi jalan salah yang kita pilih, lalu jadilah kita teman sejati setan, kita sering halalkan yang haram dan kita haramkan yang halal.

            Apa yang kita alami sekarang ini pada dasarnya adalah konsekwensi dari apa yang kita lakukan kemarin, Senang susah, sukses dan tidaknya hidup kita hari ini tergantung kita sendiri. Sebab kita telah diberi hak dan kesempatan yang sama oleh Allah swt untuk mewujudkan hidup kita sesuai keinginan kita. Dan kita sadar bahwa kebanyakan dari kita, tidak berani bila mendapat tantangan dengan tanggung jawab yang berat. Karena senyatanya, orang-orang yang mempunyai jiwa sukses itu senang adanya tantangan-tantangan, dan sadar bahwa tantangan-tantangan itu mengandung tanggung jawab, sebab disitulah sebetulnya ia melihat adanya kesempatan yang besar. Sifat dan sikap tanggung jawab yang kita maksudkan disini paling tidak mempunyai 3 (tiga) macam aspek :

Pertama, adalah berani menanggung resiko. Artinya, semua yang kita lakukan pasti ada resikonya. Seorang petani mempunyai resiko, panen atau gagal panen.  Seorang pedagang mempunyai resiko, dagangannya hari itu mendapat laba atau malah rugi besar. Pejabat resikonya bisa naik pangkat atau malah di pecat. Bahkan ibadahpun ada resikonya, yaitu di terima oleh Allah atau ditolak. Hal itu tergantung dari pelaksanaannya, sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulnya apa tidak, berlandaskan ihklas karena mengharap ridha Allah atau hanya ingin mendapat pujian semata. Pendeknya, semua yang kita lakukan akan kembali kepada kita sendiri. Apa yang terjadi hari ini adalah hasil dari tindakan kita di hari kemarin.

مَّنۡ عَمِلَ صَـٰلِحً۬ا فَلِنَفۡسِهِۦ‌ۖ وَمَنۡ أَسَآءَ فَعَلَيۡهَا‌ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّـٰمٍ۬ لِّلۡعَبِيدِ   
“Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri, dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-ham(Nya)”. (QS Fushshilat : 46).

            Kedua, adalah berani menghadapi kesulitan. Disini Allah telah memberikan rumus kepada kita :

فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا (٥) إِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرً۬ا (٦)

 “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (QS Alam Nasyrah : 5-6).

            Saudara, bagaimana jikalau rumus Allah tersebut kita balik, “barang siapa yang senang mengahadapi masalah yang ringan dan mudah, maka ia akan selalu mendapat kesulitan dan kesusahan”. Kerja kita berangan-angan, berkhayal yang indah-indah, hidup kita dalam pusaran jikalau, jikalau saya jadi orang yang kaya, jikalau saya hidup berkecukupan, tanpa  harus bekerja keras, tanpa mengalami kesulitan. Karena senyatanya, orang yang berani mengalami kesulitanpun  terkadang masih juga mengalami kegagalan dalam segala urusannya, akan tetapi dari berbagai  kegagalan yang kita alami, terselip pengalaman yang sangat berharga, demi meraih kesuksesan dikemudian hari. “Sing sopo wonge doyan rekasa, dheweke bakal beja. Sapa gawe, nganggo. Sing nandur bakal ngundhuh, lan jer basuki mawa beya”.  Kesemuanya itu merupakan konsekwensi dan tanggungjawab bagi seseorang yang ingin berhasil di kemudian hari.
Ketiga, adalah mengerjakan semua amal dengan sebaik-baiknya. Mengerjakan amal shaleh dengan sebaik-baiknya, sudah termasuk tanggung jawab yang berat. Berhasil apa tidak semua usaha kita tergantung bagaimana kesungguhan kita didalam mengupayakan. Yang pasti Allah senang terhadap sesuatu yang paling baik. “ Sesungguhnya Allah senang kepada perkara-perkara yang paling unggul dan paling tinggi mutunya. Dan Allah benci kepada perkara-perkara yang buruk, hina dan tidak sempurna”. (Kitab Al-Mu’jam Al-Kabir, Imam Tabrani, 2826).

Allahu Akbar 3 X, Allahu Akbar Walillahil Hamd !
Hadirin Jamaah Shalat Ied yang dimuliakan Allah.

Inilah sebagian kecil dari butir-butir hikmah Idul Kurban yang dapat kita implementasikan, dipedomani untuk kita praktekkan di tengah-tengah sisa kehidupan kita. Tentu semuanya berpulang kepada kita masing-masing, sejauh mana kepedulian kita memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalam pelaksanaan Idul Adha kali ini. Sekali lagi semoga saudara-saudara kita yang kebetulan saat ini sedang melaksanakan ibadah haji benar-benar mendapat haji yang mabrur, sehingga barokah kemabrurannya dapat menjadi kunci terbukanya pintu rahman-rahim Allah swt. Kelak saat mereka kembali ke tanah air, mereka akan menjelma menjadi manusia-manusia mumpuni yang tidak saja mampu mengidentifikasi problem-problem zaman tetapi juga mampu menjadi solusi-solusi atas problematika zaman.

Karenanya, lahirnya manusia-manusia semacam ini menjadi sebuah keniscayaan bagi bangsa kita saat ini, sebab kenyataannya dari sekian banyak keberhasilan pembangunan masih menyisakan berbagai problem sosial seperti ketimpangan dan disharmonisasi hubungan antar elemen bangsa, tak pelak masih terus tumbuhsuburnya perilaku koruktif, kolotif dan nepotif dan bentuk-bentuk pembangkangan terhadap ruh dan cita-cita reformasi.

Akhirul kalam, mari kita berharap dan memohon kehadirat Allah swt, emoga kita semua, selalu mendapat hidayah, ma’unah dari Allah swt. Sehingga tergolong hamba-hamba-Nya yang tetap sabar dalam menghadapi problematika hidup yang semakin lama semakin berat, kapan dan dimanapun kita berada saat ini. Tetap istiqomah menjalankan nilai-nilai iman dan taqwa secara konsekwen lestari.

Sebagai penutup khutbah, marilah kita menundukkan kepala dan mengheningkan hati kita, berdo’a mohon kepada Allah swt , semoga semua upaya dan harapan kita mendapat ridha Allah SWT. Amin ya rabbal ‘alamin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar