DAKWAH ISLAM
(Suatu
Tinjauan Tentang Pentingnya Komonikasi Dakwah)
Oleh : Anis Purwanto
Dakwah
Islam pada hakekatnya adalah aktualisasi teologi dalam dataran kenyataan, yang
merupakan panggilan jiwa setiap ,uslim, untuk menciptakan kondisi kehidupan
masyarakat yang lebih baik dan sempurna sebagai mahkluk Allah SWT. Salah satu
sunatullah yang berlaku dalam kehidupan masyarakat (menurut Al-Qur’an) adalah
bahwa masyarakat akan jaya (mencapai puncak peradapan) jika masyarakat itu
mengikuti Dienul Islam yang sejalan dengan fitrah manusia, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (QS. Asy Syams: 1-9). Dan
masyarakat akan hancur jika mengikuti hawa nafsu (menjadikan manusia sebagai
sumber nilai dan kehidupan. (QS. Yusuf:53).
Untuk
mewujudkan tatanan masyarakat, yang dalam istilah Al Qur’an adalah masyarakat
yang “baldatun toyyibatun warabbun ghafur”, sebagaimana dimaksud diatas
diperlukan adanya profil da’I yang professional dan berkualitas, yang mempunyai
pengetahuan luas, yang mampu memberikan jawaban terhadap permasalahan yang
sedang dan akan dihadapi oleh masyarakat, sesuai dengan situasi dan kondisi saat
ini. Menurut Al Qur’an, manusia dijadikan khalifah di muka bumi dan diberikan
derajat yang tinggi untuk dapat dipertanggungjawabkan kepada khaliknya, “Dan Dialah yang menjadikan kamu
penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang
lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan kepadamu”.
(QS An An’am:165).
Sejalan
dengan itu, selanjutnya da’I tersebut juga akan menjadi pemimpin dan pengelola
dakwah (Lembaga Dakwah), yang bertanggungjawab dalam maju mundurnya kegiatan dakwah.
Oleh sebab itulah, betapa pentingnya menjalin komonikasi yang harmonis antara
da’I dengan jamaahnya dan organisasi/lembaga dakwah. Sebab didalam menghadapi
semua permasalahan dakwah tidak mungkin akan dapat terselesaikan secara
perseorangan, tetapi diperlukan adanya kesatuan gerak dengan membentuk
organisasi/lembaga dakwah. Karena lembaga itu adalah bentuk persyarikatan
manusia untuk mencapai suatu maksud dan tujuan bersama. (James D. Zoney,
Dasar-Dasar Manajemen).
Sejalan
dengan gerak dakwah di Indonesia yang dimulai sejak abad VII M, yang dalam
perkembangannya banyak memberikan aou put (pengaruh) terhadap lingkungan dan
dapat membentuk wajah sosio cultural yang bercorak Islam, tumbuhlah
organisasi/lembaga dakwah seperti SI, NU, Muhammadiyah dan lain-lain dalam
membentuk kesatuan akidah dan ukhuwah Islamiyah berdasarkan Al Qur’an dan
As-Sunnah. Kehadiran organisasi/lembaga dakwah ini, banyak memberikan andil
bagi pembinaan umat Islam, karena setiap organisasi/lembaga dakwah itu
mempunyai metode dakwah tertentu yang sesuai dengan corak obyek yang dihadapi.
Nampaknya sekarang ini memang ada kesan bahwa lembaga dakwah yang ada itu
berjalan sendiri-sendiri sesuai dengan pola dan kebijakan masing-masing,
kendati demikian tetap dalam kesatuan aqidah dan tetap tejalin hubungan antar
lembaga yang harmonis dalam kerangka ukhuwah islamiyah.
Jadi
dalam hal ini seseorang da’I harus bias berkomonikasi dengan masyarakat yang
dihadapi, “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha suci Allah, dan aku
tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS Yuusuf:108). Komonikasi adalah
suatu factor yang penting bagi perkembangan hidup manusia sebagai mahkluk
social. Tanpa mengadakan komonikasi, individu manusia tidak mungkin dapat
berkembang dengan normal dalam lingkungan sosialnya.
Oleh
karenanya, dakwah Islam dapat terialisir dengan mengadakan komonikasi yang
timbale balik antara subyek dakwah (yang khoiro ummatin) dengan obyek dakwah,
menuju kepada masyarakat yang adil dan makmur dalam ridla Allah SWT (ummatan
wahidatan). Dan peranan da’i/penyuluh agama tetap diperlukan, selama ia masih
dapat mempertahankan peranannya sebagai da’I yang betul-betul konsesten sebagai
uswatun khasanah didalammasyarakat, baik dari segi ucapan maupun tindakannya.
Komonikasi timbale balik abtara da’I dengan umat dakwah ini perlu dijalin terus
sampai tercapainya tujuan yang diharapkan. Dan apabila komonikasi tersebut
putus mala petaka bagi seseorang da’I, sebab tidak hanya ditolaknya materinya
saja, tapi dapat juga dia mendapat cacian dan hujatan.
Disamping
itu para da’I perlu mengadakan hubungan formal dengan organisasi/lembaga
dakwah, sehingga didalam gerak dan lembaga dakwahnya tersinergi sevara utuh
dalam masyarakat, misalnya dengan mengadakan dialog, diskusi dan lain-lain.
Selain untuk mengakrapkan hubungan antar da’I, juga saling mendapatkan ilmu
terutama dalam bidang dakwah, dalam rangka untuk perbekalan dakwah akan dating.
Dalam
hal inilah, kita menangkap peran yang sangat penting yang dipikul oleh
Kementerian Agama. Sebagai lembaga pemerintah, Kementerian agama terutama di
lingkungan Kantor Kementerain agama kabupaten dan kota, lewat seksi Pendidikan
agama Islam pada Masyarakat dan Pemberdayaan Masjid (Penamas), pada setiap
tahun mengangkat Penyuluh Agama Non PNS dari tingkat kecamatan dan desa
diseluruh kabupaten dan kota, disamping adanya Penyuluh Agama Fungsional.
Dengan ini akan mudah didalam menjalin komonikasi dan pembinaan, paling tidak
2-3 kali dalam satu tahunnya dapat diketahui macam dan langkah kegiatan dakwah
Islam di seluruh kabupaten dan kota. Langkah ini menjadi penting sekali, sebab
para penyuluh agama tersebut berangkat dari latar belakang yang bermacam-macam,
yang dapat mewarnai corak dakwah. Mengingat yang dihadapi para da’I dan
Penyuluh Agama Islam itu sangat komples, dilain pihak terdapat perbedaan antara
wilayah yang satu dengan yang lain. Mengingat pentingnya keberadaan para
Penyuluh agama/da’I sebagai aset bangsa, maka peran dan potensinya perlu terus
ditingkatkan dan dikembangkan kearah peningkatan fungsi dan peran da’i. Wllahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar