IMPLEMENTASI KUTBAH HAJI WADA’ NABI SAW
DALAM KEGITAN DA’WAH ISLAMIYAH
Oleh : Anis Purwanto
Wajib kita
ingat kembali rekaman peristiwa tanggal 09 dzulhijah 1400 an tahun yang lalu,
di saat haji wada’ Nabi Muhammad saw. Berkhutbah di atas punggung unta “
Al-qashwa” di Padang Arofah, di hadapan jama’ah haji pada saat itu. Para ahli
tarikh merekam khutbah Nabi pada waktu itu dan menyebutnya sebagai khutbah
perpisahan. Sebab setelah peristiwa tersebut Nabi tidak pernah melakukan haji
lagi. Al-Qur’an menyebut haji ini sebagai haji akbar, sebab wukufnya jatuh pada
hari jum’at. Bahkan ribuan tahun sesudah itu sampai sekarang orang masih
menyebut haji yang wukufnya jatuh pada hari jum’at sebagai haji akbar.
Meskipun
menurut kalender hijriyah, pelaksanaan wukuf pada tahun ini tidak jatuh pada
hari jum’at yang berarti bukan haji akbar, namun kita sebagai umat Islam,
khususnya jama’ah haji menyebutnya ibadah haji yang dilakukan sebagai haji
akbar, karena gemuruh dzikir di Arofah tahun inipun tidak berbeda dengan
gemuruh dzikir pada waktu Nabi. Bahkan boleh jadi udara sekarang sama panasnya
dengan udara pada waktu itu. Arafah ini adalah Arafah yang dulu juga. Namun
disamping banyak yang sama, kini menurut kabar ada yang juga berbeda. Dahulu
Arafah adalah padang pasir yang gersang, sekarang pepohonan hijau tumbuh di
sana-sini bahkan fasilitas ibadah yang lain demi nyamnannya jama’ah haji
melaksanakan wukuf di Padang Arafah dapat berbeda di zaman Nabi.
Akan tetapi
di dalam kajian sederhana ini, kita akan kembali mengingat tentang isi khutbah
Nabi Muhammad saw, yang kiranya dapat kita aplikasikan dalam kehidupan beragama
dan dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat saat ini sebagian dari jama’ah haji
telah berangkat ke tanah suci (Al-Haram), memenuhi panggilan Allah melaksanakan
haji sebagaia pelaksanaan rukun Islam yang ke-5. sebab sebagaimana kita ketauhi
bersama disaat menjelang pemberangkatan calon jema’ah haji banyak umat Islam
sering terlibat dalam kegiatan “Walimatul Safar” terlebih khusus yang dilakukan oleh jama’ah
haji.
Mnurut
Muslim, Turmudzi, Abu Dawud, dan para ahli sejarah Islam, paling tidak ada
tujuh poin penting isi khutbah haji wada’ Nabi Muhammad swa:
Pertama, Nabi mengingatkan kaum muslimin untuk menghormati apa yang
sekarang disebut sebagai hak asasi manusia ”Wahai manusia, sesengguhnya darah
kamu, dan kehormatan kamu sama sucinya dengan hari ini, bulan ini, dan tempat
ini. Nanti ketika kalian berjumpa dengan Tuhan kalian, kalian harus
mempertanggung jawabkan amal-amal kalian”
Kedua, Nabi Muhammad saw memperingatkan untuk tidak
mempertahankan system ekonomi yang melestarikan penindasan.
Ke-tiga, Nabi saw menyuruh kaum muslimin berhati-hati
menjaga agama, karena setan akan selalu menyesatkan orang secara halus, bahkan
lewat amal-amal yang kita anggap remeh. ” Sesungguhnya setan sudah putus asa
untuk disembah di bumi kamu ini, tetapi ia sangat senang jika kamu mentaatinya
dalam amal-amal yang kamu remehkan. Waspadalah untuk agamamu”.
Ke-empat, Nabi saw menegaskan kewajiban semua orang,
khususnya laki-laki untuk menghormati hak-hak wanita. “ Sesungguhnya kamu
mempunyai hak atas istri kamu, juga istri kamu mempunyai hak atas kamu. Wahai
para suami, aku wasiatkan kamu berbuat baik terhadap istrimu“. Bahkan lebih
lanjut Nabi mengingatkan akan pentingnya kaum muslimin memelihara persaudaraan
diantara mereka”. Seseorang muslim adalah saudara dari muslim yang lain. Tidak
boleh ia menggunjingkannya, tidak boleh mengkhianatinya dan tidak boleh
menyebarkan aibnya:.
Ke- lima, Nabi Muhammad saw menghimbau umat Islam
untuk selalu mengiklaskan amal, patuh setia terhadap pemimpin yang benar dan
memelihara kesatuan kaum muslimin.
Ke- enam, Nabi saw menegaskan akan kesamaan derajat
diantara seluruh umat manusia. Tidak ada kelebihan orang arab dengan orang
asing “non Arab”. Derajad orang Islam diukur dari taqwanya.
Ke- tujuh, erat kaitannya dengan yang ke lima di atas,
Nabi saw mengingtakan , “ Janganlah kamu kembali menjadi kafir sehingga kamu
saling berperang”.
Menyimak isi
khutbah Nabi saw tersebut sampai kinipun masih relefan kita gelorakan dan tetap
kita upayakan terus implementasinya melalui berbagai kegiatan keagamaan
khususnya penyuluh agama Islam atau lewat kegiatan da’wah Islamiah. Sebab pada
kenyataannya poin-poin dari isi khutbah tersebut belum sepenuhnya dapat di
laksanakan dan masih terus kita upayakan dalam semua lini kehidupan. Misalnya,
dalam kenyataannya bahwa apa yang kita
sebut sebagai penghormatan hak-hak asasi manusia sampai sekarang ini masih
belum sepenuhnya dapat dilaksanakan. Terbukti masih banyaknya Negara-negara
yang lemah tertindas dengan Negara-negara yang kuat. Sebagai contoh
saudara-saudara kita yang berada di Palistina masih belum lepas dan etrus
mendapat intimidasi dan penindasan dari zionis Israil, dan masih banyak
lagi sejenis penindasan, mengalirnya
darah, bahkan peristiwa bom bunuh diri dengan dalih penegakan jiha fi
sabilillah, yang senyatanya justru mengakibatkan hilangnya hak orang lain,
nyawa, harta, dan kehormatan bangsa.
Dilain pihak
system ekonomi kapitalis banyak dianut oleh Negara-negara maju yang menguasai
perekonomian dunia. Ketidak berdayaan Negara berkembang di dalam mengejar ketertinggalannya
tersebut justru mengorbankan kepentingan umat Islam didalam menegakkan sisten
ekonomi umat Islam. Bukankan pemilik modal yang kuat dengan mudah melahap
pengusaha kecil. Bukankah para petani tidak dapat menaikkan harga produk mereka
untuk mengimbagi kenaikan harga komoditas yanglain. Bukankah kekayaan alam,
yang seharusnya diperuntukkan kesejahteraan umat manusia justru dikurupsi oleh
segelintir elite tertentu. Sementara potensi ekonomi umat Islam yang dapat
memperdayakan si-lemahpun belum sepenuhnya dapat diupayakan denagn optimal,
misalnya zakat, infaq, dan shadaqah.
Dalam bidang
iman dan taqwa Rasul Saw sangat mendekritkan kesamaan diantara umat manusia
dihadapan Allah SWT. Derajat seseorang disisi Allah diukur dari iman dan
taqwanya, bukan golongan Arab atau yang lain, bukan yang kuat atau yang lemah.
Bagaimana peran kita dalam mensucikan Agama ?. Benarkah kita sering meremehkan
hal-hal tertentu yang sebenarnya dalam jangka lama dapat merusak iman dan takwa
kita ?. Menurut Nabi Saw setan tidak akan menyesatkan umat Islam secara
langsung. Ia akan menggunakan jembatan-jembatan halus. Begitu halusnya sehingga umat Islam
menganggap enteng bahaya yang dihadapinya.
Mungkinkah yang dimaksud Nabi Saw tersebut adalah penetrasi nilai-nilai
sekuler dalam kehidupan umat karena
globalisasi ?. Apabila jawabannya ia, mestinya dalam setiap langkah kegiatan
umat Islam, khususnya kita sebagai praktisi dakwah Islamiyah terus mengupayakan
akan kokohnya iman dan taqwa sebagai landasan utama umat Islam didalam menatap
kehidupan yang serba modern.
Selanjutnya
kita berkepentingan untuk selalu menyuarakan akan pentingnya mengupayakan dan
memperhatikan yang lebih tulus pada kepentingan kaum ibu. Bukankah Nabi pernah
menegaskan agar kita memuliakan ibu. “ Siapakah yang saya muliakan terlebih
dahulu ayahku atau ibuku ?. Jawab Nabi “ibumu” sampai tiga kali, baru ayahmu”.
Namun didalam kenyataannya disamping slogan-slogan yang mengagungkan kaum ibu,
kita masih saja menemukan peristiwa-peristiwa yang menyakitkan yang berkenaan
nasib kaum wanita di Negara kita yang mayoritas penduduknya Islam.
Angka ibu
yang mati ketika melahirkan masih mencemaskan dan terus kita upayakan perbaikan
dari berbagai bidang. Rata-rata pendidikan mereka masih jauh dibawah kaum pria.
Sehingga upaya dalam rangka mengejar ketertinggalan kaum wanita terhadap kaum
pria terus kita upayakan lewat berbagai bidang, lewat pendidikan formal ataupun
non formal, misalnya kelompok-kelompok pengajian ibu atau kegiatan yang
lainnya. Di lain fihak tekanan ekonomi telah menggiring kaum wanita bekerja
diluar, di pabrik-pabrik, bahkan sebagian bekerja sebagai TKI di luar negeri.
Sehingga mereka bukan saja mengorbankan kepentingan dan kebahagiaan
keluarganya, tetapi juga jiwa dan raga mereka. Terbukti banyak kasus TKI kita
di manca Negara mendapat perlakuan yang tidak manusiawi dari majikannya.
Akhirnya,
mengacu kepada bahasan isi khotbah Nabi Saw yang disampaikan di Padang Arafah,
kita berharap semoga upaya yang kita lakukan dalam mewujudkan tatanan kehidupan
yang Islami dapat terealisasi. Sekecil apapun peranan kita, implementasi isi
khotbah Haji Wada’ Nabi Saw dalam berbagai kegiatan umat Islam wajib kita
lakukan. Apalagi mengingat begitu pentingnya pesan-pesan Nabi Saw yang
disampaiakan disaat berkumpulnya banyak orang, yang datang dari berbagai
penjuru Negara dan kota pada saat itu. Sehingga pesan-pesan tersebut merupakan
pesan universal untuk semua umat Islam. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar