MEMANDANG
PERBEDAAN DENGAN KEJERNIHAN HATI
Oleh : Anis
Purwanto
Mukmin
sejati menurut pandangan Islam adalah mereka yang membenarkan keimanan dengan
hatinya (tasdiqun bi al-qalb), menyatakan dengan perkataannya (taqrir bi
al-lisani) dan merealisasikan keyakinannya itu dengan amal nyata (amal bi al
jawarih/arhanihi). Karenanya, dalam menilai seseorang itu benar-benar beriman
apa tidak, Islam lebih menekankan kepada
wujud pengabdian seseorang. Sebab yakin saja tidaklah cukup. Masih perlu
pembuktian-pembuktian dengan amal nyata. Demikian pula Islam memberikan
penghargaan yang setuinggi-tingginya bagi mereka yang mau melaksanakan amal
kebaikan, meskipun dalam situasi tertentu niat seseorang sudah dianggap sebuah
kebaikan.
Dengan
motivasi ajaran Islam tentang penting amal nyata inilah maka dalam dimensi
kesejarahan umat Islam, sejak dari Rasulullah bersama sahabat, telah dikembangkan
tradisi amal nyata dengan sangat ketat. Sebab salah satu bukti universalitas
dan kesempurnaan ajaran Islam adalah sangat menekankan adanya pengembangan
kualitas sumber daya manusia, rohaniyah dan jasmaninya, agar dapat memenuhi
tugas-tugas kekhalifahannya, memimpin dan memakmurkan bumi. “Dan (ingatlah)
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,”Aku hendak menjadikan khalifah
di bumi”, Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak
dan menumpahkan darah di sana, sedang kami bertasbih memuji-Mu dan mensucikan
nama-Mu ?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu
keyahui”. (QS. Al-Baqarah:30). Untuk dapat memenuhi tugas kekhalifahan yang
sangat berat tersebut maka kesucian dan kejernihan hati sangat menentukan.
Sebab baik buruknya seseorang tergantung kepada hati seseorang. Bila hatinya
baik maka seluruh amalnya akan lebih
baik,atau paling tidak mempunyai kecenderungan kearah yang baik.
“Sesungguhnya di dalam diri manusia itu terdapat segumpal daging. Apabila ia
baik, maka akan baiklah seluruh tindakannya, dan apabila ia buruk, maka akan
buruklah keseluruhan tindakannya. Itulah qal-bu”. (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Hati yang
merupakan sentral kegiatan menjadi satu daya yang terdapat dalam ruhani
manusia. Meskipun ruhani manuisa mempunyai dua potensi, yakni potensi pikir
(akal) yang berpusat di kepala dan potensi ruhaniyah yang berpusat di qalbu.
Namun potensi qolbu sangat menentukan. Sebab kesuksesan seseorang amat
tergantung kepada kecanggihannya dalam memenej dan memerankan qalbu itu dalam
aktifitas sehari-hari. Karenanya kejernihan potensi hati perlu terus di pertajam melaui amal ibadah.
Dan upaya pensucian qalbu (jiwa) yang merupakan sentral
kedirian manusia akan berimplikasi langsung kepada kesuksesannya didalam
melaksanakan semua tugas kekalifahan. Disisi lain mempunyai ketajaman pola
pikir yang cernih didalam menatap semua persoalan yang dihadapi. Sebab sebagai
mahkluk sosial manusia selalu dihadapkan berbagai persoalan umatiyah. Persoalan
yang ada akan dihadapi dengan pemikiran dan hati yang jernih. Tidak emosional
dan menyalahkan orang lain.
Dengan
pencerahan qalbu yang didalamnya dilakukan sejumlah kegiatan pendekatan kepada
Allah SWT, maka seseorang akan memperoleh ketenangan dan kearifan, “Yaitu orang-orang
yang beriman hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya
dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram”. (QS Ar Ra’du:28). Dengan
shalat seseorang akan mempunyai sifat rendah hati, puasa sebagai pengendalian
diri, zakat dapat menumbuhkan dan kepedulian sosial, haji lebih kepada taqqarub
illallah dan mempertajam rasa syukur, dzikir untuk selalu mendekatkan kepada
Allah SWT. Di sisi yang lain kesucian hati akan berpengaruh kepada seseorang,
baik didalam berbicara maupun bertindak. Sangat berhati-hati didalam berbicara.
Bukankah sembarangan dalam berbicara telah banyak menimbulkan fitnah dan
berbagai konflek diantara umat dewasa ini. Meskipun menurut keyakinan sendiri sesuatu dianggap yang paling benar,
namun mungkin masih ada pendapat atau keyakinan orang lain juga ada benarnya.
Kita ambil saja, adanya peristiwa pelaksanaan Hari Raya Idul Fitri 1428 H tahun
ini. Bagi kaca mata orang awam, dipandang pelaksanaan Idul Fitri yang berbeda
itu dipandang umat Islam tidak bersatu, penuh dengan konflek dan segala macam
cap yang dilontarkan. Bahkan ucapan-ucapan yang bernada sinis terdengar dari
seorang tokoh yang dianggap berpengaruh disuatu lingkungan.
Karenanya,
pensucian hati ini sangatlah penting , agar kita dapat meningkatkan
keharmonisan masyarakat atau meningkatkan keharmonisan amal dan melahirkan
saling pengertian. Bukankah kita sering dilatih didalam ritme peribadahan
?.Apalagi baru saja umat Islam selesai melaksanakan ibadah puasa selama sebulan
penuh, dan kini telah ber Idul Fitri. Hati ini terasa ringan dan kembali kepada
kesucian. Segala bentuk perbedaan seyogyanya segera diakhiri, kita buka
lembaran baru, babak baru, untuk menatap kehidupan selanjutnya. Umat Islam
memeng masih terus dihadapkan berbagai persoalan , baik intern maupun ektern
umat beragama. Persoalan penentuan Hari Raya, pelaksanaan shalat taraweh,
bacaan qunut, menjadi menu persoalan yang sering memicu adanya konflek
horisontal. Kalaupun kita mempunyai hati yang lapang didalam memandang
persoalan itu, persoalan itu tidak akan diulang-ulang dipertentangkan. Semua
akan baik-baik saja didalam melaksanakan ibadah sesuai kemantapan dan ketetapan
hatinya. Bagi yang tak sepahampun mestinya tidak usah memperuncing dengan dalih
dan alasan yang justru memperbesar perbedaan.
Didalam
kehidupan sehari-hari ataupun didalam pelaksanaan ibadah sekalipun perbedaan
sudah menjadi hal yang sangat biasa dan sering ditemui. Tapi memperpanjang
perbedaan sungguh hal yang sangat merugikan umat Islam sendiri. Sebab dihadapan
umat Islam masih terbentang persoalan yang lebih besar dan lebih dibutuhkan
kebersamaan, tugas kekalifahan yang kita sandang itu sungguh sangat berat. Kita
tidak akan mampu untuk memikul seorang diri, kita butuh orang lain, meskipun
dia tidak sepaham dan sealiran dengan kita. Kita butuh kawan yang benar-benar
mau memandang bersama ditengah-tengah perbedaan. Berkeyakinan, berucap dan
bertindak dengan kejernihan hati akan lebih menguntungkan dari pada
mempertahankan keyakinan dan tindakan yang dapat mempertajam persoalan umat.
Kita sadar bahwa perbedaan adalah rahmat yang diberikan oleh Allah SWT, yang
pengejawantahannya sungguh dibutuhkan kearifan dan hati yang jernih. Sehingga
dengan pencerahan hati akan berimplikasi juga pada kesuksesan kita didalam
menjawab semua persoalan yang dihadapi oleh umat. Dapat
dikatakan demikian karena dengan pensucian jiwa akan menyembulkan sikap ihklas
dalam diri, yang akan membuat lebih bersemangat melakukan yang terbaik untuk
kepentingan bersama.Tidak sendiri-sendiri tapi bersama “Ukhuwah Islamiyah”,
bersatu kita maju , “crah agawe bubrah”.
Analisis
diatas, memperhatikan bahwa pensucian jiwa merupakan salah satu jalan keluar
bagi kegundahan umat didalam memandang segala bentuk perbedaan amaliyah yang
sering dipertentangkan dan biperuncing oleh kita sendiri. Pensucian jiwa
merupakan kunci bagi kesuksesan umat Islam dalam memandang perbedaan. Dan dalam
tataran makro umat Islam dihadapkan berbagai persoalan global yang sangat
komplek. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar