NASKAH
KHUTBAH JUM’AT
HIDUP HARMONI DENGAN
PEDULI SESAMA
Ed : ANIS PURWANTO
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَهُوَ الْمُهْتَدُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ
تَجِدَ لَهُ وَلِيًا مُرْشِدًا.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ
بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَي حَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا
وَمَوْلَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأصَحابهِ اْلأَخْيَارِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
قَالَ تَعَالَي عَزَّ مِنْ قَائِلٍ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. أَمَّا
بَعْدُ.
Ma’asyiral
Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Rasa syukur adalah alat ukur bagi kualitas keimanan seorang
hamba, dengan alat ukur ini pula kita dapat menilai kadar ketaqwaan kita kepada
Allah SWT. Keengganan kita untuk bersyukur akan membuat kita terus
terlunta-lunta dalam pencarian yang tak terbatas terhadap setiap keinginan
nafsu. Setiap kita meraih sebuah puncak, maka terlihat disekeliling kita
puncak-puncak lain yang tinggi, dan lagi-lagi dengan penuh nafsu kitapun
berusaha menggapainya.
Inilah sesungguhnya yang terjadi pada seorang Fir’aun pada
zamannya. Sehingga ketika ia telah mencapai puncak tetinggi derajat kemuliaan
duniawi, ia pun melirik singgasana milih Ilahi dan celakanya ia pun ingin
meraihnya. Kemudian dengan kekerdilannya ia pun mencoba menduduki singgasana
Tuhan dengan menisbahkan dirinya sebagai Illah yang harus disembah. Dan
tentunya, pemilik singgasana diatas singgasana pun tidak tinggal diam melihat
kecongkakan dan ketamakan Fir’aun dan ia ditenggelamkan oleh Allah di laut
Merah tanpa seorang pembantunya yang dapat menolongnya.
Dan apa yang terjadi pada Fir’aun tersebut juga terjadi
pada kadernya, yakni Qarun. Sebagaimana yang telah dikisahkan didalam Al-Qur’an
Surat Al-Qashash ayat 76 : betapa kunci-kunci dari brangkas harta bendanya
terasa sangat berat dipikul oleh beberapa orang yang bertubuh besar, kekar dan
kuat.
إِنَّ قَـٰرُونَ ڪَانَ مِن قَوۡمِ مُوسَىٰ فَبَغَىٰ
عَلَيۡهِمۡۖ وَءَاتَيۡنَـٰهُ مِنَ ٱلۡكُنُوزِ مَآ إِنَّ مَفَاتِحَهُ ۥ لَتَنُوٓأُ
بِٱلۡعُصۡبَةِ أُوْلِى ٱلۡقُوَّةِ إِذۡ قَالَ لَهُ ۥ قَوۡمُهُ ۥ لَا
تَفۡرَحۡۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡفَرِحِينَ
“Sesungguhnya
Karun termasuk kaum Musa, tetapi dia terlalu zalim terhadap mereka, dan Kami
telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya
sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika
kaumnya berkata kepadanya, “janganlah engkau terlalu bangga. Sungguh, Allah
tidak menyukai orang yang membanggakan diri”.
Kader Fir’uan yang satu ini tampaknya juga tertulari oleh
sifat buruk pendahulunya, yaitu arogansi dan kecongkakan yang luar biasa, ia
lupa bahwa melimpahnya kekuasaan yang ia miliki masih teramat sangat kecil
dibandingkan dengan kuasa Allah yang Maha Kaya. Maka ia pun akhirnya
ditenggelamkan oleh Allah kedalam perut bumi dengan seluruh harta bendanya.
Ma’asyiral
Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Menghindari
sikap dan sifat materialisme, itulah sesungguhnya pesan Islam bagi para
pemeluknya. Harta benda dalam konsep Islam adalah amanah. Hakekatnya ia adalah
milik Allah yang dititipkan kepada kita. Kearifan dalam menggunakan dan
mentasyarufkannya akan menentukan seberapa tinggi nilai yang diberikan Tuhan
terhadap sifat amanah kita. Bila kita mampu mengelolanya dengan baik, maka
pahala dan berbagai kemudahan hidup akan menjadi milik kita :
فَأَمَّا مَنۡ
أَعۡطَىٰ وَٱتَّقَىٰ (٥) وَصَدَّقَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ (٦) فَسَنُيَسِّرُهُ ۥ
لِلۡيُسۡرَىٰ (٧)
“Adapun orang yang
memberikan (hartanya dijalah Allah) dan bertaqwa, dan membenarkan adanya pahala
yang terbaik yaitu surga, maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang
mudah”. (QS. Al-Lail:5-7).
Dan sebaliknya jika bakhil dan terus memperkaya diri
sendiri, maka kesulitan hiduplah yang kita peroleh :
وَأَمَّا مَنۢ بَخِلَ وَٱسۡتَغۡنَىٰ
(٨) وَكَذَّبَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ (٩) فَسَنُيَسِّرُهُ ۥ لِلۡعُسۡرَىٰ
“Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa
dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan
menyiapkan baginya (jalan) yang sukar”. (QS. Al-Lail :8-10)
Ma’asyiral
Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Bebagai bentuk ketidakharmonisan hidup yang terjadi pada
masyarakat, sesungguhnya lebih banyak terjadi karena pengkhianatan terhadap
ayat Allah diatas. Sistem ekonomi, yang sengaja atau tidak sengaja, cenderung
menganut madzhab kapitalisme, dimana kesempatan berusaha dan berkembang lebih
banyak dimiliki oleh kaum bermodal, sementara orang kecil lebih diposisikan
sebagai konsumen semata, yang sering mengakibatkan kecemburuan yang acapkali
berakhir dengan anarkhisme serta menimbulkan tidak stabilnya tata kehidupan
masyarakat.
Selain itu, kapitalisme juga melahirkan budaya
materialisme, yakni faham yang segala sesuatu selalu dinilai dari seberapa
banyak keuntungan materi yang didapat.”Apa yang tak dapat dibeli dengan uang”,
demikian kata hampir semua orang. Jabatan, kedudukan, keadilan, kehormatan dan
bahkan harga diri menjadi sekedar barang murahan jika sudah dihadapkan dengan
uang. Pendek kata semua boleh ditukar dengan uang.
Pertanyaannya kemudian adalah ,”Apakah ini pertanda akan
lahirnya bangsa Fir”aun atau lahirnya kader Qorun baru. Waktulah yang akan
menjawabnya. Namun sebelum adzab Allah itu datang marilah kita coba ingat akan
firman Allah dalam Suroh At Takatsur ayat 1-4:
أَلۡهَٮٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ (١) حَتَّىٰ زُرۡتُمُ
ٱلۡمَقَابِرَ (٢) كَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُونَ (٣) ثُمَّ كَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُونَ
(٤)
“Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk liang kubur. Janganlah begitu, kelak
kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu
akan mengetahuinya”. (QS At Takatsur :1-4).
Sekali lagi, selagi nyawa masih dikandung badan, selagi
waktu masih berpihak kepada kita, marilah kita kembali merenungi diri, tentang
apa yang telah kita perbuat bagi orang lain. Sebab cita-cita akan lahirnya
sebuah masyarakat madani di negara kita yang multiras, multi suku, multi agama
dan tentu saja dengan latar belakang sosial ekonomi yang beragam, mustakhil
dapat terwujud, manakala kita tetap membiarkan masyarakat kita terjebak dalam
kubangan Koropsi, Kolosi dan Nepoteisme, yang semakin dalam. Dan kini, mestinya
umat Islam menjadi pelopor perubahan. Semoga cita-cita besar bangsa dan negara
yang baldatul toyyibatun wa robbun ghofur, terwujud atas ridlo Allah SWT, amin
ya rabbal ‘alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ
الرَّحِيْمُ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar