KHUTBAH
JUM’AT
MAULID NABI MUHAMMAD SAW
Ed : Anis Purwanto
إِنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَهُوَ الْمُهْتَدُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًا مُرْشِدًا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَي حَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا وَمَوْلَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَأصَحابهِ اْلأَخْيَارِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
قَالَ تَعَالَي عَزَّ
مِنْ قَائِلٍ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. أَمَّا بَعْدُ.
Ma’asyiral
Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Kecintaan kita kepada Allah SWT, dapat diukur dengan kadar
rasa syukur kita atas nikmat yang telah Allah SWT berikan. Semakin tinggi kadar
rasa syukur kita, maka akan semakin tinggi pula kecintaan kita kepada Allah
SWT, sehingga Allah pun akan semakin cinta kepada kita. Dalam keadaan seperti
inilah manusia akan menemui hakekat diri, menjadi insan paripurna, yang kelak
akan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Sebaliknya, semakin kecil rasa syukur kita akan nikmat
Allah, akan semakin mendekatkan kita kepada kekufuran, dan kekufuran akan
menjauhkan kita dari barokah dan karunia Allah SAW. Bila ini terjadi, maka
adzab pedih kehidupan dunia dan akhirat pasti akan menimpa.
Kunci dari terbukanya pintu kecintaa Allah adalah kecintaan
dan ketaatan kita kepada baginda Rasulullah SAW. Allah berfirman, dalam Surat
Ali Imran ayat 31 :
قُلۡ إِن كُنتُمۡ
تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ
ذُنُوبَكُمۡۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ۬
“Katakanlah : “Jika kamu benar-benar mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Oleh
karenanya, Rasulullah merupakan representasi syariah Islam yang universal dan
utuh. Maka logis ketika ditanya oleh
para sahabat tentang bagaimana ahklak Rasulullah, Aisyah istri beliau, dengan
tegas menjawab :”Ahklak beliau adalah Al-Qur’an”.
Ma’asyiral
Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Bahkan
keagungan ahklak Rasulullah telah
dimulai sejak beliau masih belia, beliau mendapat gelar “al amin”. Hal itu
berkat ketaatan dan ketegaran beliau dalam memegang prinsip-prinsip kebenaran,
dan kebijaksanaan beliau dalam menyelesaikan problema sosial pada waktu itu
banyak mengundang kekaguman masyarakat Makkah. Kemuliaan ahklak beliau saat itu
menjadi bak bunga nan harum, yang aromanya dapat dinikmati oleh siapapun.
Apalagi ditengah kehidupan masyarakat Arab yang jahili saat itu, maka kehadiran
beliau ibarat sebuah mata air ditengah padang pasir yang tandus.
Namun
saudara, bagi para pembela kemungkaran, para pemuja berhala, kehadiran beliau
merupakan ancaman bagi eksistensi berhala-berhala mereka, sehingga berbagai
tipu mslihat hingga ancaman terhadap nyawa beliau, dilakukan oleh para kuffar
untuk mengendorkan dakwah beliau. Tetapi Muhammad adalah manusia pilihan,
berbagai tekanan yang dilakukan kaum kuffar sama sekali tidak mengendorkan
usaha beliau. Keyakinan bahwa perlindungan Allah akan senantiasa menaungi,
membuat beliau yakin, bahwa tidak ada kekuatan yang lebih besar dari kekuatan
Allah, dan apabila ia berkehendak tak ada tangan mahklukNya yang mampu menahan
qadrah dan iradahNya. Seluruh jiwa dan raga siap beliau korbankan dalam menjaga
amanat Allah sebagai penyempurna ahklak manusia :“Sesungguhnya aku diutus
untuk menyempurnakan ahklak yang mulia”
Keteguhan
dan keyakinan semacam itu tentunya harus dimiliki oleh setiap penyeru
kebajikan. Apalagi ditengah kehidupan saat ini, dimana egoisme tumbuh bak jamur
di musim hujan, materialisme menjadi madzhab banyak orang, dan sinisme sering
menjadi penyakit dalam pergaulan sosial, tak pelak kadang mengajak kepada
kebajikan sama sulitnya dengan mengurai benang kusut.
Ma’asyiral
Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Salah satu
nilai lebih dari dakwah Rasulullah adalah kemampuan beliau didalam
mensinergikan kekuatan dakwah lisan dan amal. Beliau bukanlah seorang yang
banyak bicara tetapi miskin amal, tetapi beliau adalah seorang yang senantiasa
menyertai kata-kata dengan amal nyata.
Sehingga pantaslah bila kemudian Allah memerintahkan kepada kita untuk
menjadikan beliau sebagai uswatun hasanah. Sebagaimana termaktub didalam Surat
Al-Ahzab ayat 21 :
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ
فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٌ۬ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ
وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأَخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرً۬ا
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri
tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan
kedatangan hari kiamat, dan dia banyak menyebut asma Allah”.
Didalam perjalanan melaksanakan risalah kenabian, beliau
disamping disukai dan dicintai kawan, beliau adalah sosok yang ditakuti dan
disegani lawan. Maka wajarlah dalam waktu kurang 23 tahun, beliau berhasil
mengubah tatanan masyarakat yang biadab menjadi tatanan yang beradab, dari
tatanan yang congkak menjadi tatanan yang santun, dan dari tatanan yang anti
pati terhadap kebenaran menjadi tatanan yang simpati terhadap kebenaran.
Disamping
itu beliau berhasil meletakkan dasar-dasar kehidupan sosial ekonomi yang kuat,
menyatukan pluralitas masyarakat Madinah, dan mendamaikan kelompok-kelompok
yang sebelumnya bermusuhan. Sehingga
Madinatun Naby, sanggup menjadi barometer bagi dinamika berbagai bidang
kehidupan bagi negara-negara sekitarnya.
Memperhatikan
berbagai realitas kongkrit yang telah kami sebutkan diatas, ada baiknya jika
saat ini, dengan menggunakan moment peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, kita
kembali menyegarkan ajaran-ajaran Nabi sebagai resep penyembuhan bagi berbagai
macam penyakit sosial yang menghinggapi masyarakat kita. Dan kita perhatikan peringatan Allah dalam
Surat Al Hasyr ayat 7 :
وَمَآ ءَاتَٮٰكُمُ
ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَہَٮٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ
إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ
“Dan apa yang diperintahkan oleh Rasul kepadamu maka
kerjakanlah dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah, dan
bertaqwalah kepada Allah karena sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya”.
Akhirnya,
semua tentu berpulang kepada kita, sebagus apapun sebuah konsep ajaran, apabila
kita tidak mau melaksanakannya maka ia tidak akan mampu memberi bias bagi
kehidupan kita, dan tetap saja kebatilanlah yang akan memimpin arah mata hati
kita.
Senyampang
waktu masih terbuka, marilah kita memulai langkah baru, berusaha semaksimal
mungkin untuk menjadikan Rasulullah sebagai penuntun langkah kita, kita kembali
kepada manhaj Rasul, kita kembali kepada Islam. Insya Allah dengan demikian
harapan kita akan munculnya sebuah masyarakat dan generasi beradab akan menjadi
kenyataan.
Semoga
Allah SWT memberi hidayah dan taufiqNya bagi setiap langkah kita untuk
mengikuti perintah dan menjauhi laranganNya. Amin ya rabbal ‘alamin.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ
كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar