MASYARAKAT MADANI YANG KITA INGINKAN
( Satu Harapan
Masyarakat Kecil )
Oleh
: Anis Purwanto
Ungkapan jawa yang sering
kita dengar , dan sekaligus sebagai harapan masyarakat kita, adalah “Gemah
ripah loh jinawi , tata tentrem karta raharja, murah kang sarwa tinuku, subur
kang sarwa tinandur” , merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh msyarakat
dinegeri ini. Memang dalam ungkapan yang lebih nasionalis masyarakat adil dan
makmur ini sering disebut dengan masyarakat madani. Sebetulnya istilah
masyarakat madani tidak timbul begitu saja, akan tetapi mempunyai kaitan yang
erat dengan sejarah Islam. Bahkan mempunyai akar sejarah yang cukup jauh yakni
15 abad yang lalu, tepatnya masyarakat Madinah yang dibangun oleh Rasulullah
SAW setelah beliau berhijrah dari kota
Makkah. Asalnya Madinah disebut dengan Yatsrip, Namun atas saran Rasulullah dan
atas kesepakatan bersama nama Yatsrip diganti dengan Madinah yang berarti kota.
Di kota baru inilah Nabi Muhammad SAW membangun
masyarakat idial, yaitu masyarakat yang adil dan makmur serta berfikiran maju.
Atas usaha Nabi bangsa ini menjadi bangsa yang besar dan berperadapan yang
tinggi. Bahkan menjadi ikon keberhasilan umat Islam kala itu. Wilayah kekuasaan
negeri ini terbentang meliputi wilayah Timur Tengah, Asia, Afrika dan Eropa
Timur, serta menjadi negara adi daya selama kurang lebih 12 abad lamanya.
Kemajuan bangsa yang dibagun oleh Rasulullah kini masih terlihat dan tetap
menjadi barometer umat Islam di seluruh dunia. Oleh karenanya mengapa konsep
masyarakat madani ini yang menjadi model masyarakat kita. Sebab masyarakat
madani merupakan bentuk masyarakat yang paling ideal. Idial dalam keadilan,
kemajuan dan kemakmurannya. Yakni masyarakat yang baldatun thayyibatun wa rabbun
ghafur, “Sebuah negeri yang baik dan (mendapat ampunan) Tuhan Yang Maha
Pengampun” (QS. Saba’:15).
Demikian pula masyarakat
madani yang dicita-citakan bangsa Indonesia ialah sebuah masyarakat
yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan setara dengan masa
kejayaan Islam. Akan tetapi bentuk dari masyarakat adil makmur yang
dicita-citakan lebih bersifat modern, sesuai dengan perkembangan zaman. Bahkan
pesatnya ilmu pengetahuan dan tehnologi canggih kerap mewarnai konsepsi
pembangunan , meskipun corak keIndonesiaannya masih terasa kental. Memang
masyarakat kita masih memegang teguh adab ketimuran yang religius, bahkan
“Islamis”, sehingga perkembangan dan perubahan yang dialami bangsa kita
diharapkan perkembangan yang mempunyai
ruh atau nilai.
Kita mengetahui bahwa
mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang modern ala Indonesia, tidaklah mudah
semudah membalikkan telapak tangan atau “sim salabim”, tetapi perlu kerja keras
dari semua lapiran masyarakat, yang didukung oleh dana yang sangat besar. Perangkat lunakpun dipersiapkan agar dapat
mendukung pola kerja aparat pelaksana pembangunan. Proses menuju harapan itupun
sebetulnya telah dimulai sejak Indonesia
diproklamirkan kemerdekaannya oleh Sang Dwi Proklamator kita, akan tetapi
perjalanan panjang pembangunan bangsa ini tidak akan berhenti sampai jangka
waktu yang tak terhingga. Indonesia
memang telah berdiri sejajar dengan negara-negara maju di dunia. Dalam bidang
apapapun kita tidak mau tertinggal dengan masyarakat dunia, bahkan Perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi kita sudah mencapai kawasan “ samawi”.
Harapan kita akan
terwujudnya masyarakat madani yang modern sebagaimana model masyarakat madani di jaman keemasan Islam memang sangat berat. Sebab masyarakat yang
baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur harus memalui ujian dan prasarat yang
harus terpenui. Paling tidak Pertama, Harus
tegaknya ukhuwah Islamiyah. Ukhuwah Islamiyah merupakan pilar utama,
sebab dengan persatuan dan kesatuan akan melahirkan satu kekuatan yang luar
biasa, yang mampu menghancurkan setiap halangan , rintangan dan tantangan.
Model ukhuwah di zaman Rasulullah, yang dapat kita tiru adalah model
persaudaraan kaum Muhajirin dan kaum Anshor dan persaudaraan antar sesama
muslim, malahan persaudaraan antar umat kala itupun telah dikembangkan dengan
sangat manis. Persaudaraan itu tergambarkan dan diikat dalam satu kesepakatan
bersama antara penduduk Madinah. Kesepakatan itu kemudian lebih kita kenal
dengan istilah “Piagam Madinah”. Sebab persaudaraan itu terjalin sangat kokoh,
bagaikan sebuah bangunan yang amat kuat yang saling memperkuat antara satu
komponen bangunan dengan komponen lain. Dasar utama yang memperkokoh ukhuwah
itu adalah aqidah yang kuat, yaitu keimanan yang mendalam kepada Allah SWT.
Sehingga semua komponen bangsa tunduk sepenuhnya kepada aturan Allah SWT dan
memiliki tujuan yang sama, “Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” (QS. Ali Imran:103)
Kedua, Terbentuknya
masyarakat yang adil makmur ialah dipilihnya pemimpin yang adil. Baik pemimpin
yang paling tinggi sampai pemimpin ditingkat bawah. Sebab pemimpin yang adillah
yang akan membela kebenaran. Kebenaran yang datang dari Allah SWT merupakan
kebenaran mutlak, yang akan membawa
kepada keperpihakan kepada masyarakat yang dipimpin. Sifat adil yang
menurut bahasa orang awam berarti sama dalam hak dan kewajiban. “Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa” (QS. Al Maidah:8). Berlaku
adil kepada masyarakat yang dipimpin
juga tercermin kepada tegaknya supremasi hukum. Selain pemerintah yang
menetapkan hukum secara adil, masyarakat juga memiliki kesadaran hukum yang
sangat kuat. Penerapan hukum yang adil, yang tidak membeda-bedakan antara umat
manusia. Hukum harus berlaku untuk semua warga negara, yang didalam
penegakannya tidak “pandang bulu” atau “tebang pilih”. Sebab bila penegakan
hukum menggnakan istilah pandang bulu, maka yang berbulu lebatlah yang tidak
akan dapat tersentuh oleh hukum.
Hukum yang harus ditegakkan
itu, tentunya hukum yang berpihak kepada semua lapisan masyarakat. Karena
masyarakat kita mayoritas kaum muslim, maka hukum itu harus juga
mempertimbangkan dan berdasar kepada hukum-hukum Allah SWT, yang termaktup
dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Keduanya menjadi landasan pokok didalam hidup
dan kehidupan mumat manusia. Maka, jika bangsa ini ingin tegak , tidak ada
jalan lain kecuali harus memasyarakatkan Al-Qur’an dan hukumnya, hingga
masyarakat sadar akan hukum Al-Qur’an, “Barang siapa tidak memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
dzalim”. (QS. Al-Maidah:45).
Pilihan tepat yang Allah SWT
berikan ini menjadi keharusan bagi umat Islam. Karenanya pemasyarakatan akan
hukum Allah itu menjadi tugas utama umat Islam, sejak zaman dahulu sampai
sekarang. Upaya yang tak terputus-putus itu dilakukan dengan berbagai cara dan
media, mulai lewat jalur pendidikan dipondok pesantren sampai kepada kegiatan
kepenyuluhan, yang banyak dilakukan oleh penyuluh agama Islam kita. Misalnya
lewat kegiatan-kegiatan TPA/TPQ ataupun kegiatan majelis taklim/ di kelompok
“Yasinan” di malam Jum’at.
Tegaknya supremasi hukum
ditengah-tengah masyarakat akan terwujudnya masyarakat yang menjujung tinggi
azaz kebersamaan (musawah). aman dan damai . Semua lapisan masyarakat mempunyai
hak yang sama, baik soal ekonomi, keadilan, beragama, maupun perlakuan hukum.
Oleh karenanya perlakuan sama bagi seluruh masyarakat didalam segala hal itu,
yang akan memberikan jaminan terwujudnya keinginan besar tersebut. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan tehnologi di era globalisasi ini sebetulnya justru akan
memberikan keuntungan bagi masyarakat. Sehingga kue pembangunan tidak hanya
dapat dinikmati oleh elite ditingkat pusat saja, akan tetapi dapat juga
dirasakan oleh masyarakat dipelosok desa sekalipun.
Sebenarnya yang masyarakat
kecil inginkan terhadap negeri ini tidak muluk-muluk sampai kawasan samawi,
namun yang kita harapkan sebenarnya sangat sederhana saja, misalnya tersedianya
kebutuhan pokok, murah sandang pangan (sembako), mudah mencari pekerjaan bagi
anak cucunya, bahan bakar tersedia dan terjangkau harganya, tarif dasar listrik
dan telepon murah, infra truktur baik.. Tapi nyatanya selama ini masyarakat
seperti dibohongi dengan janji-janji. Masyarakat yang hidup di negara yang “loh
jinawi toto tentrem karta raharjo” ini, sebagian masyarakatnya masih hidup
sengsara. Zaman sekarang ini tidak “kurang pangan” tapi “larang pangan”. Malah
diakhir-akhir ini kita semua terpusingkan dengan naiknya harga semua kebutuhan
pokok. Ditambah sering terjadinya
bencana alam, seperti banjir, tanah longsong, gempa bumi, lumpur “lapindo” dan
lain-lain, membuat semakin beratnya
beban kehidupan masyarakat. Kita menyadari bahwa memenuhi hajat hidup
berjuta-juta masyarakat Indonesia
memang berat, apalagi ditambah beratnya dampak dari krisis moneter serta
naiknya harga minyak dunia. Sehingga dampak dari keadaan tersebut, banyak kasus
kelaparan, balita gisi buruk, dan lain-lain. Kondisi seperti ini membuat
sebagian masyarakat mengambil jalan “nekat” untuk mencari kesempatan dalam
kesempitan meskipun jalan yang dia tempuh itu sangat merugikan negara atau
orang lain , seperti koropsi, illegal loging,
pembajakan hak cipta, kejahatan yang dapat merugikan harta dan jiwa.
orang lain.
Keadaan ini memang tidak
boleh berlarut-larut, masyarakat harus segera mendapat kemudahan dalam
pemenuhan hajat hidupnya, dalam segala hal. Kita inginkan terwujudnya
masyarakat madani yang berorientasi kepada “wong cilik” , yakni masyarakat yang
adil makmur dibawah ridho Allah SWT. Meskipun yang kita rasakan selama ini
masyarakat kecil baru sebagai obyek dari proses pembangunan. Namun proses
menuju tatanan masyarakat madani yang diinginkan harus terus berjalan. Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar