MENJAGA AMANAH
Oleh : Anis Purwanto
Diantara bentuk ketaqwaan seseorang hamba kepada
Allah SWT adalah dengan menjalankan dan menjaga amanah yang dipikulnya. Baik
amanah yang berkaitan dengan kewajiban kepada Allah SWT, seperti shalat,
membayar zakat, haji dan lain-lain, maupun yang berkaitan dengan kewajiban
kepada sesama manusia. Karenanya, perlu kita ketahui bahwa sebenarnya amanah
itu sangat luas cakupannya. Dan amanah yang diemban oleh setiap orang tidak
selalu sama dengan yang lainnya. Namun semua akan dimintai pertanggungjawaban
di hadapan Allah SWT, nanti atas pelaksanaan amanah yang kita pikul.
Perlu
diketahui, bahwa menjalankan amanah dan menjaganya bukanlah perkara yang mudah
dilakukan semudah membalikkan tangan. Oleh karena itu, yang perlu kita ketahui
adalah bagaimana menjaga amanah yang sebetulnya. Sebab nyatanya Allah telah
menjelaskan tentang betapa beratnya amanah yang dipikulkan kepada kita para
manusia. “Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir kan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (QS Al Ahzab : 72).
Di
dalam ayat tersebut kita ketahui, bahwa amanah ini sebenarnya telah ditawarkan
kepada alam semesta, kepada langit, bumi dan gunung-gunung, namun mereka semua
takut memanggulnya dan enggan menerimanya karena takut dengan azab Allah SWT,
karena mereka menyadari betapa beratnya menjalankan amanah tersebut. Sehingga
mereka khawatir akan menyelisihi amanah, hanya saja, manusia dengan berbagai
kelemahannya, memilih untuk menerima amanah tersebut.
Sesungguhnya
amanat tersebut adalah merupakan beban syariat yang mencakup hak-hak Allah dan
hak-hak hambaNya. Siapa yang menunaikannya, maka dia mendapat pahala dan barang
siapa yang menyia-nyiakannya, maka ia mendapatkan siksa. Berkenaan tentang
menjaga amanah ini, terbagi menjadi 3 tipologi manusia :
-
Kelompok pertama, adalah orang-orang yang menampakkan dirinya
seolah-olah menjalankan amanah. Yaitu dengan menampakkan keimanannya namun
sesungguhnya mereka tidak beriman. Mereka itulah yang disebut golongan
orang-orang munafik.
-
Kelompok kedua, adalah orang-orang yang dengan terang-terangan
menyelisihi amanah tersebut. Yaitu mereka tidak mau beriman baik secara lahir
maupun batin. Mereka adalah golongan
orang-orang kafir dan musyikin.
-
Kelompok ketiga, adalah orang-orang yang menjaga amanah yaitu
golongan orang-orang yang beriman baik secara lahir maupun batin.
Dua golongan yakni orang-orang
munafik dan musyikin akan diadzab dengan adzab yang sangat pedih. Sedangkan
golongn orang-orang yang beriman,
merekalah orang-orang yang akan mendapatkan ampunan serta rahmat dari
Allah SWT. “Sehingga Allah mengadzab
orang-orang munafik laki-laki dan perempuan serta orang-orang musyrikin
laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang mukmin
laki-laki dan perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
(QS. Al-Ahzab : 73). Dan siapa yang memiliki kesempurnaan sifat
amanah, maka ia telah menyempurnakan agamanya, dan siapa yang tidak
memilikinya, maka ia telah membuang agamanya. “Tidak ada iman bagi orang yang tidak
memiliki amanah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menjaga janjinya”.
(HR Imam Ahmad).
Perlu
diingat, bahwa menyia-nyiakan dan tidak menunaikan amanah, memiliki implikasi
buruk pada keadaan seseorang dan dapat menjadi sebab kerusakan di masyarakat.
Oleh karena itu, marilah bertawakal kepada Allah SWT, untuk menjaga amanah dan menunaikan hak-hak dan kewajiban sebagai
seorang hamba serta berupaya sekuat
kemampuan untuk meninggalkan larangan Allah SWT. “Sesungguhnya Allah
memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya”.
(QS. An Nisa’ : 58).
Sedangkan
cara untuk menjaga amanah ini, adalah dengan kita senantiasa menginginkan agar
orang lain mendapatkan kebaikan sebagaimana kita menginginkan kebaikan itu pada
diri kita. Sebab seseorang yang bermuamalah dengan orang lain, mestinya melihat
dan bercermin pada dirinya. Misalnya dalam hal jual beli, sewa menyewa, sebagai
seorang karyawan, seorang pegawai dan
lain-lain, dia tidak ingin memperlakukan kewajibannya dengan tidak baik,
sebagaimana dia tidak ingin perlakuan tersebut menimpa dirinya. Seorang yang
menjual barang, misalnya dia harus menjualnya dengan menjaga amanah. Termasuk
dari menjaga amanah adalah yang berkaitan dengan pendidikan. Seorang pengajar,
misalnya ia harus berusaha menjaga amanah yang dipikulnya. Dia harus perusaha
untuk menjadi contoh yang baik bagi anak
didiknya. Ia berupaya menyampaikan ilmu yang bermanfaat dengan cara mudah
dipahami oleh anak didiknya.
Termasuk
menjaga amanah adalah yang berkaitan dengan tanggung jawab terhadap orang-orang
yang berada dibawah kekuasaan dan pemeliharaannya. Semakin banyak atau semakin
luas lingkup kekuasaannya maka semakin besar tanggung jawabnya. Seorang kepala
desa tanggung jawabnya lebih besar dari pada seorang kepala dusun, dan
seterusnya sampai seorang presiden, sebagai kepala pemerintah dalam suatu
Negara, maka tanggung jawabnya adalah meliputi seluruh Negara. Begitu pula
seorang suami bertanggung jawab atas keluarganya dan seterusnya.
Sudah
semestinya bagi pemimpin rumah tangga untuk memelihara keluarganya dari hal-hal
yang membahayakan mereka, baik urusan dunia apalagi akhiratnya. Terlebih pada
saat kerusakan dan kemaksiatan tersebat dimana-mana. Sebagaimana setiap orang
tentu akan berusaha menjaga hartanya ketika dia mendengar bahwa pencurian dan
semisalnya tengah merajalela. Namun sebetulnya, menjaga keluarga dan
anak-anaknya dari kerusakan yang ada disekitarnya semestinya lebih diutamakan
dari menjaga harta. Karena melalaikan kewajiban ini akan menyebabkan munculnya
generasi mendatang yang akan berbuat kerusakan di muka bumi ini. Juga karena
setiap orang tua tentunya tidak menginginkan dirinya masuk ke dalam surga
sementara anak-anaknya di adzab di api neraka. Oleh karena itu, semestinya kita
berusaha menjaga amanah ini, sehingga mudah-mudahan Allah SWT menyelamatkan
kita semua dan keluarga kita dari siksa api neraka. Sedangkan Muhammad Abduh, membagi tingkatan amanah menjadi tiga
yaitu :
Pertama, amanah hamba kepada Allah,
yaitu menepati janji mereka untuk menaati semua perintah Allah dan meninggalkan
laranganNya. Seorang hamba, yang amanah kepada Sang Khaliq, akan menggunakan
hati nurani dan anggota tubuhnya untuk hal-hal yang bermanfaat baginya untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT, baginya, maksiat dan dosa adalah
pengkhianatan terhadap Allah SWT.
Kedua, amanah hamba kepada sesamanya,
yaitu, menjaga sesuatu yang diterima dan menyampaikan kepada yang berhak
menerima. Orang yang dititipi barang atau pinjaman wajib menyerahkan kembali
kepada pemiliknya dalam keadaan seperti semula. Bahkan pada sat ia diamanati
sesuatu rahasia maka wajib menjaga rahasia itu dari kebocoran. Amanah semacam
ini juga, menurut Imam A-Razi. Mencakup kejujuran para penguasa dan ulama dalam
membimbing masyarakat.
Dan ketiga, amanah hamba kepada dirinya
sendiri. Allah SWT membekali manusia dengan anugerah akal untuk membedakan
antara yang hak dan yang batil. Oleh sebab itulah manusia menjadi mahkluk Allah
yang paling mulia. Ia tidak boleh memilih sesuatu untuk dirinya, kecuali yang
paling bermanfaat menurut agama serta kemanfaatan dunia.
Termasuk juga bersifat amanah adalah orang yang menjaga
dirinya dari sebab-sebab kematian yang ditimbulkan oleh penyakit ataupun
bencana alam. Kehidupan ini adalah amanah yang Allah titiipkan kepada kita agar
kita merawatnya dengan sebaik mungkin. Sebab lalai dalam menyikapi nikmat sama
artinya mengkhianati amanah llah SWT. Pengaruh kualitas amanah juga amat
penting dalam menegakkan hukum di kancah social. Allah SWT memerintahkan
hambaNya untuk menunaikan amanah, karena merupakan sumber keadilan dalam
menetapkan suatu hukum. “Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hokum diantara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat”. (QS. An Nisa’ : 58)
Ayat
ini mencakup seluruh jenis amanah. Diantara yang terpenting adalah tugas,
pekerjaan dan jabatan. Siapa yang menunaikan kewajiban yang Allah bebankan pada
tugas dan jabatan tersebutdan merealisasikannya kemaslahatan kaum muslimin,
maka ia telah menunaikan amanah dan berbuat kebaikan untuk akhiratnya, dan yang
tidak menunaikannya dengan baik serta menyia-nyiakan jabatan dan kedudukan yang
diamanahkan kepada kita, apapun bentuknya, maka ia telah mengkhianati amanah
dan mendapatkan bencana dan siksaan Allah SWT di akhirat nanti. Oleh karena
itu, menjaga dan menyampaikan amanat adalah fitrah manusia. Jika amanah
terjaga, manusia tidak perlu menuntut keadilan. Mari kita budayakan sifat
amanah dan tegakkan hukum seadil-adilnya dalam setiap sendi kehidupan.
Demikian
juga amanah yang dititipkan orang kepada kita, kita wajib menunaikannya
sebagaimana mestinya dan jangan
berkhianat walaupun orang lain mengkhianati kita. Semoga kita diberikan
kekuatan lahir dan batin oleh Allah SWT untuk dapat menjaga dan menjalankan
amanah yang diberikan kepada kita, dengan sebaik-baiknya, sehingga kita akan
mendapatkan kebahagiaan didunia dan diakhirat. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar