KERIDLAAN
ALLAH
Oleh : Anis Purwanto
Musailamah, menghadapi sakaratul maut dengan
sangat tersiksa, sampai akhirnya Kanjeng Nabi Muhammad SAW dating kepadanya dan
menanyakan barangkali ia pernah berbuat dzalim kepada seseorang, sehingga
dosanya belum dimaafkan. Teringatlah Musailamah akan perbuatannya kepada
ibundanya. Alkisah, setelah menikah ia tidak lagi memperdulikan ibunya. Hingga
oleh Baginda Rasul dipanggillah ibunya. Sang ibu mengakui kalau dirinya kecewa
akan sikap dan ahklak anak lelakinya. Dengan memohon ampun, Musalilamah meminta
ibunya memaafkannya, tapi ibunya sudah begitu sakit hatinya sehingga ia tidak
mengabaikan permohonan putranya. Sampai akhirnya Nabi Muhammad SAW menyuruh
kepaga para sahabat untuk mencari kayu bakar, agar Musailamah dibakar saja.
Mendengar perintah Nabi SAW tersebut, hati seorang ibu mana yang tega melihat
penderitaan yang akan dialami anaknya, apabila titah Nabi SAW tersebut
benar-benar dilaksanakan. Seberat apapun perasaan jengkel, murka sang ibu,
karena kedzaliman anaknya, akhirnya ibu Musailamah memaafkan putranya. Diceritakan,
setelah Musailamah mendapatkan pengampunan dari sang ibu ia dengan mudah
menghadapi sakaratul maut, kembali menghadap ilahi Robbi, Allah SWT.
Mungkin
kita juga masih ingat dengan legenda Malin Kundang, si anak durhaka yang
dikutuk ibunya menjadi batu karena menghina bahkan tidak mengakui ibu yang
telah susah payah melahirkannya. Terlepas apakah ceritera atau legenda Malin
Kundang ini benar atau tidak, dua contoh tersebut dapat menjadi pelajaran pada
kita, bahwa berbakti kepada orang tua merupakan amal ibadah yang paling tinggi,
setelah menyembah Allah. Sebuah Hadist yang diriwayatkan Al Hakim menyebutkan, “Keridlaan Allah tergantung kepada keridlaan
kedua orang tua, dan murka Allah-pun terletak pada murka kedua orang tua”.
Bahkan sering kita mendengar pepatah, “Kasih
ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah”.
Suatu
kali seorang yang sukses secara materi bertanya kepada ibunya, “Ibu, berapa yang ibu keluarkan untuk sekolah
saya, sampai saya sukses seperti sekarang ini, ditambah dengan biaya uang makan
saya selama hidup?’.
Sang
ibu menjawab, “Aku telah mengandungmu
selama Sembilan bulan sepuluh hari, maka masa-masa itu aku telah mengalami
penderitaan, belum lagi ketika melahirkanmu dimana aku harus mempertaruhkan
nyawa, kemudian aku mendidikmu dan menghantarkanmu hingga sukses, dan semua
yang aku lakukan itu gratis tanpa mengharapkan imbalan apapun”.
Dialog
diatas hanyalah sebuah ilustrasi, bagaimana besarnya pengorbanan seorang ibu
kepada anaknya. Di satu sisi, pengorbanan itu tidak mengenal pamrih apapun.
Ketika seorang ibu mengandung dengan keadaan lemah, yang diharapkan dalam
setiap nafasnya hanyalah keselamatan anak yang dikandungnya.
Pun
juga, ketika ia melahirkannya. Seseorang ibu tidak memikirkan apapun, selain
berdo’a dan berharap calon bayi yang dikandungnya segera lahir dalam keadaan
sehat wal afiat. Karena itu, meskipun ia harus mempertaruhkan nyawa dalam
proses kelahiran anaknya itu, tetapi begitu terdengar tangisan pertama dari
anak yang baru dilahirkannya itu, semua derita dan perasaan perih yang dirasakan
seolah sirna berganti kebahagiaan yang tiada tara. Dalam Surat Lukman ayat 14,
Allah SWT berfirman :”Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya
telah mengandungnya dalam keadaanlemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Ku lah kembalimu”.
Karena
pengorbanan, perderitaan serta kasih sayang tanpa pamrih yang telah
diberikannya kepada kita, maka sudah menjadi sebuah kewajiban bagi kita sebagai
seorang anak untuk berbakti kepada orang tua kita. Bila orang-orang yang
durhaka kepada kedua orang tuanya mendapat bala kesengsaraan hidup, maka
orang-orang yang menghormati kedua orang tuanya dan mau membalas budinya, maka
Allag akan mengangkat derajatnya. Mereka adalah orang-orang yang mengerti
terima kasih dan mau mensyukuri apa yang Allah berikan dan apa yang telah orang
tua mereka korbankan. Karena itu, wajar saja jika Allah memuliakan orang-orang
seperti itu. Salah satu contoh manusia yang menghormati kedua orang tuanya
adalah Aulias bin Amir. Pada suatu
hari Rasulullah SAW, memberitahukan kepada dua sahabatnya yakni Abu Bakar dan
Umar, jika keduanya bertemu dengan Aulias
bin Amir (salah seorang penduduk Yaman) mereka diperintahkan untuk meninta
do’a dari Aulias. Kedua sahabat Nabi
SAW tersebut heran. Mereka bertanya-tanya, apa yang menyebabkan Aulias memiliki
keistimewaan, sehingga mereka disuruh meninta di do’akan olehnya.
Setelah
mereka bertemu orang yang dimaksud Rasulullah SAW, maka tahulah mereka mengapa Aulias mendapat kedudukan istimewa
disisi Rasulullah SAW. Ternyata Aulias selalu mengendong ibunya kemanapun ia
pergi, masya Allah.
Karena
kedudukan orang tua yang tinggi di mata Islam, maka tak heran jika Rasulullah
SAW, mengutamakan umatnya untuk menghormati dan merawat orang tuanya dari pada
pergi untuk berjihad. Padahal jihad
dalam Islam merupakan perbuatan yang sangat besar pahalanya. Al kisah, seseorang dating kepada Rasulullah
SAW, dia mengemukakan hasratnya untuk ikut berjihad di medan laga, Nabi
bertanya kepadanya, “Apakah kamu masih
punya orang tua?. Orang itu menjawab “masih”.
Lalu Nabi SAW, bersabda, “untuk
kepentingan merekalah kamu berjihad”, Nabi SAW melarangnya untuk berperang
karena dia lebih diperlukan untuk mengurusi kedua orang tuanya.
Nabi-nabi
Allah mencontohkan bagaimana mereka begitu hormat kepada orang tua, Nabi Yusuf
setelah menjadi pembesar, yang pertama dilakukannya adalah menaikkan kedua
orang tuanya kesingga sana. Peristiwa itu diabadikan oleh Allah dalam Surat
Yusuf ayat 100 : “Dan ia menaikan kedua ibu bapaknya ke atas singgasana. Dan mereka
(semuanya) merebahkan diri seraya bersujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf : “Wahai ayahku inilah ta’bir mimpiku yang
dahulu itu; Sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. Dan sesungguhnya
Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika dia membebaskan aku dari rumah
penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah syaitan
merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Sebagai hamba Allah, tentu kita
menyadari bahwa usia manusia sepenuhnya ditentukan Allah. Bagi seorang anak
ketika ia memiliki orang tua yang sudah renta bahkan pikun dan lemah, maka ia
sedang diberi ujian oleh Allah. Semakin ia tabah dan sabar mengurus orang
tuanya, maka semakin besar pahalan yang didapatkannya. Padahal, pengorbanan itu
sesungguhnya masih jauh dari mencukupi jika diukur dengan apa yang telah
dikorbankan orang tua kita sejak ia mengandung hingga membesarkan kita.
Anehnya,
banyak diantara kita yang mengeluh betapa beratnya merawat orang tuanya. Bahkan
tidak jarang mereka tega menitipkan orang tuanya ke panti-panti jompo dengan alas
an kesibukan yang luar biasa. Padahal, dirumahnya sendiri ia tidak sedikit yang
punya pembantu yang bisa merawatnya. Orang-orang seperti itu lupa bahwa yang
paling dirindukan oleh orang tua adalah saat-saat berkumpul dengan anak
cucunya. Mareka ingin melihat perkembangan cucu-cucunya, dan meninggal
disamping mareka.
Allah
mengingatkan kita dalam Surat Al-Isr’ ayat 23 :”Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan ah dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia”.
Dari
uraian diatas dapat kita menyimpulkan, bahwa keutamaan hormat kepada orang tua
adalah : Sama nilainya dengan jihad fisabilillah, jalan untuk mendapatkan
surganya Allah dan merupakan perbuatan yang disenangi Allah. Bahkan do’anya
sangat makbul dan juga sebagai penebus dosa besar. Kita sebagai orang yang
dilahirkan tentunya menjaga akhlakul karimah kita kepada orang tua kita dalam
keadaan apapun, sebagai pengejawantahan bakti kita terhadap orang tua yang
membesarkannya. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar