KUNCI SUKSES
DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW
TINJAUAN
PRAKTIS TENTANG SEJARAH DAKWAH
Oleh : Anis
Purwanto
Sebagai seorang muslim yang taat atau
seorang mukmin yang baik, pastilah tidak akan meragukan atas Rasul Muhammad SAW,
itu sebagai insane kamil. Beliau sebagai
seorang Nabi dan Rasul yang memiliki empat sifat kenabian (kerasulan): Shidiq,
amanah, tabligh dan fathonah, serta terjauh dari sifat lawannya. Bahkan beliau
dinobatkan sebagai seseorang yang sangat dipercaya, dengan gelar al amin.
Beliau
adalah satu-satunya penyampai, penjelas dan pengamal Al-Qur’an yang sangat
sempurna. Beliau SAW adalah satu-satunya yang amaliyah, haliyah dan ubudiyah,
menjadi cerminan utuh dan paripurna, “Sesungguhnya
telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu
orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan keselamatan di hari kiamat dan
banyak menyebut asma Allah”. (QS. Al Ahzab:21)
Bila
kita menyimak kembali dalam sejarah dakwah Rasulullah pada awal penyiaran agama
Islam, beliau adalah seorang yang mendahulukan tazkiyah dalam menghadapi
kejahilan kaumnya, dengan sifat yang sabar, tekun, pantang menyerah, dan penuh
optimis atas datangnya rahmat dan pertolongan Allah SWT. Sehingga dengan
ketangguhan dan ketabahan mental yang luar biasa serta satunya kata dengan
perbuatan, selalu terdepan ‘ibda’
binafsih’. Beliau tidak pernah melupakan berdoa kepada Allah SWT, baik bagi
dirinya maupun keluarganya, sahabat dan pengikutnya bahkan bagi musuh-musuhnya.
Dengan demikian Nampak sebagai sinar terang yang mampu menembus relung
kegelapan dan mampu membukakan kebutaan mata hati yang jahili.
Malahan
tonggak sejarah kesuksesan dakwah Islamiyah Rasulullah berawal dari penegasan Rasulullah tentang
kewajiban menyampaikan amanah. Penegaasan Rasulullah SAW itu disampaikan dalam
khutbah Wada’ yaitu sebuah pidato pamitan dengan umatnya di padang Arofah,
sebelum baginda menerima wahyu terakhir ayat 3 Surat Al Maidah. Isi dari
khutbah perpisahan tersebut, beliau menegaskan untuk menjadi pegangan umat
Islam sepanjang masa yang antara lain, penegasan kewajiban menjaga keamanan
jiwa, harta milik manusia, kewajiban menyampaikan amanah, menghapuskan riba,
hak dan kewajiban kehidupan rumah tangga dan keluarga, pemeliharaan ukhuwah Islamiyah
dan penegasan tentang persamaan hak dan martabat manusia.
Dalam
setiap penegasan itu Rasulullah selalu bertanya kepada umatnya, “Apakah aku telah menyampaikan kepada
kalian?” . Umat menjawab dengan penuh haru dan khidmat, “Benar, engkau telah menyampaikan”. Puncak atau
klimaks dari pesan terakhir itu sampai pada ucapan, “Camkanlah wahai kalian ucapanku ini, sesungguhnya aku telah
menyampaikan dan meninggalkan kepadamu sesuatu yang jika kamu berpegang teguh
dengannya, niscaya kamu tidak akan sesat selama-lamanya, sesuatu itu jelas dan
terag yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabinya”.
Penegasan tersebut kemudian diiringi
dengan sebuah pertanyaan. “Dan
sesungguhnya jika ditanya tentang aku, maka apa jawab kalian ?”. Lalu
dijawab oleh umat yang hadir waktu itu, “Ya
Allah kami bersaksi bahwasannya engkau Muhammad sungguh benar-benar telah
menyampaikan, menunaikan dan memberi nasehat dengan sebenar-benarnya”.
Sesudah itu Rasulullah mengacungkan tangannya ke atas dan kemudian ditunjuk
kepada orang banyak dan bersabda, “Ya
Allah saksikanlah, ya Allah saksikanlah”.
Penegasan Rasulullah diatas
mengandung tugas yang sangat berat dan mulia bagi semua umat Islam. Sebagai pengikut
Rasul alangkah bahagianya jikalau kita mampu menyampaikan sebagaimana yang
dilakukan oleh Rasulullah. Apabila Rasulullah diutus sebagai rahmat bagi
seluruh isi alam, maka bagi kita umat pengikut Rasul tidak perlu seluas isi
alam sebagaimana yang dilakukan oleh Rasul, tetapi cukuplah kiranya kita
dahulukan rahmat itu kepada keluarga, kemudian kepada masyarakat sekeliling
kita dan baru kepada umat seluruhnya.
Misi
Nabi Muhammad SAW, yang juga misi Islam adalah berjuang untuk menyebarluaskan
dan membagi-bagi rahmat Allah kepada segenap insan, tanpa kecuali. Dengan Islam
rahmat Allah akan Nampak dirasakan oleh pemeluknya dan juga oleh umat yang
lain. Karena rahmat Allah meliputi segalanya, tanpa pilih kasih. Dan setiap
muslim dengan segala kemampuan yang ada padanya, harus mengambil peran
meratakan rahmat Allah kepada siapapun yang membutuhkan. “Sesungguhnya Allah telah membeli (kemampuan, tenaga dan pikiran) pada
diri kaum muslimin, dan harta milik mereka (dengan jaminan) bahwa mereka itu
akan masuk surga”. (QS. At Taubah:111).
Kontrak
antara Allah dengan orang-orang beriman, bahwa jiwa raga beserta segenap potensi
yang dimiliki dengan imbalan surge adalah hasil dari perbuatan seorang muslim
dalam pengabdian totalnya kepada Allah SWT, untuk ikut menyebarluaskan rahmat
Allah kepada sesame hidup. Pengabdian yang bulat, kesetiaan serta ketaatan yang
penuh kepada sang khaliq adalah merupakan landasan dan motivasi yang dahsyat
dimana seseorang muslim rela berkorban dengan apa saja yang dimiliki didalam
menegakkan ajaran Islam di tengah-tengah pergulatan zaman.
Di
dalam pola kerja (proses penyampaian dan atau dalam rangka memecahkan persoalan
umat), haruslah ditautkan dengan kondisi obyektif yang dihadapi/masalah yang
digarap. Bukankah Nabi SAW pernah memerintahkan sahabat Mu’adz bin Jabal, “Permudah dan janganlah engkau pesulit”. Inilah
kunci sukses dakwah Rasulullah dan para sahabatnya. Dan kini yang terpenting
adalah bagaimana kemampuan kita dalam menginventarisasi persoalan Islam dan
umat Islam secara kategoristik dari yang terberat dan terbesar sampai pada
persoalan yang terkecil, dalam suatu peta dakwah yang lengkap dengan criteria dari
masing-masing persoalan. Kemudian dituangkan kesemuanya itu dalam program kerja
kegiatan mulai yang berskala pendek sampai jangka panjang, dalam rangka
menjawab persoalan yang dihadapi oleh umat Islam. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar