BILA TAUHID SUDAH MANTAP
Oleh : Drs.Anis
Purwanto
(Penyuluh Agama
Fungsional Kec. Kedunggalar)
Bisa
saja, kita beranggapan bahwa masalah tauhid itu penting dan pokok dalam agama
Islam, bahkan wijib. Malah persoalan tauhid menjadi topik wajib dalam setiap
ceramah para mubaligh/penyuluh Agama Islam. Tindakan itu seratus persen benar.
Tetapi, karena didalam kacamata sebagian orang tauhid itu telah ada dalam diri
kita, malah mendarah daging, maka tauhid pada diri masyarakat sudah dianggap
beres semuanya. Sehingga banyak diantara mereka yang meremehkan profesi
Penyuluh Agama Islam yang selalu
mendengung-dengungkan tauhid.
Terkadang
muncul celetukan diantara mereka, “Kalian ini ketinggalan jaman, hari gini
masih bicara tauhid?. Atau yang lebih halus lagi berkata, “Agenda kita sekarang
bukan lagi masalah TBC - ‘takhayul,
bid’ah dan churafat’, sekarang kita harus lebih perhatian terhadap agenda
kemanusiaan”. Atau yang lebih cerdik lagi berkata “ Kalau kita meributkan
masalah aqidah umat itu artinya kita su’udzan kepada sesame muslim, padahal
su’udzan itu dosa! Jangan kalian usik mereka, yang penting kita bersatu dalam
satu barisan demi tegaknya khilafah”. (Rustamaji, PAH 2011) Wheleh-wheleh.
Memang
tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan umat manusia,
sebab tauhid menjadi landasan bagi setiap amal. Sehingga tauhid merupakan
agenda terbesar umat Islam sepanjang jaman. Jadi tauhid adalah hikmah
penciptaan, tujuan hidup setiap insan, misi dakwah para Nabi dan Rasul, dan
muatan kitab-kitab suci yang Allah turunkan, “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya beribadah
kepada-Ku” (QS Adz-Dzariyat:56). Karena itu hakekat tauhid pada intinya
adalah pemurnian ibadah hanya kepada Allah SWT.
Tauhid
sebetulnya telah tercermin dari adanya pengakuan seorang hamba bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad SAW utusan Allah, namun pengakuan tersebut
harus direalisasikan dalam tindakan nyata, yaitu kerelaan didalam melaksanakan
segala perintah Allah dan menjauhkan segala larangan-Nya. Dan pemurnian aqidah
- yang tidak dicampuri “takhayul, bid’ah
dan churafat”, menjadi wajib bagi seorang yang berkopenten dalam kegiatan
kepenyuluhan agama Islam. Bahkan tugas ini menjadi sangat orgen dan tetep
actual untuk disampaikan dalam setiap kegiatan dakwah. Sebab, senyatanya
dizaman yang serba modern seperti sekarang ini masih banyak yang mempunyai
sifat gampang “menyekutukan “ Allah dalam bentuk lain.
Kita
telah dengan ihklas mengucapkan dua kalimah syahadat, bahkan ucapan “laa ilaaha
illallah” menjadi ucapan wajib didalam dzikir, maka tauhid seperti ini yang
akan menjadikan penyebab bagi kebahagiaan diri dan terhapusnya segala dosa, “Barang siapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Allah semata, tiada sekutu bagiNya, dan Muhammad
adalah hamba dan utusan-Nya, dan (bersaksi) bahwa Isa adalah hamba Allah,
utusanNya dan kalimat yang disampaikanNya kepada Maryam serta ruh dari padaNya,
dan (bersaksi pula bahwa) Surga adalah benar adanya dan nerakapun benar adanya
maka Allah pasti akan memasukkan ke dalam surga, apapun amal yang
diperbuatnya’. (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Sehingga
sebagai kaum muslimin yang setiap hari selalu “sumanding ing kitab wahyu ilahi rabii”, yang setiap saat
digembleng agar mejadi mukmin sejati, mukmin yang aqidahnya “seperti yang telah dinyatakan sempurna
tadi”, betul-betul salimah “sehat betul” bahkan murni, tidak akan mempunyai
rasa kuwatir bahkan terbebas dari rasa takut, didalam menghadapi segala
persoalan hidupnya. Sebab dia mempunyai becking yang Maha, yakni Allah SWT,
Tuhan Yang Maha Agung. “Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap
istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula)
berduka cita”. (QS.Al Ahqaaf:13).
Sebab,
didalam menghadapi keadaan “apapun yang
terjadi” , sikapnya menggambarkan adanya kepribadian muslim yang sejati.
Mempunyai kepribadian yang sangat mulia, ibadahnya muhlis karena Allah. Disaat
menerima kenikmatan ndari Allah SWT dia tidak lupa memperbanyak syukur kepada
Allah dan apabila dia baru menerima musibah, kekawatiran dan kesulitan,
terlihat betapa besarnya sifat sabar. Tidak putus asa tetapi tetap berusaha
menghadapi semua persoalan yang dihadapi dengan penuh mengharap pertolongan
Allah SWT.
Sifat
istiqomah didalam beraqidah yakni sifat yang kokoh didalam aqidahnya, lurus dan
tegak tanpa ragu-ragu, apapun yang terjadi atas kepercayaannya itu akan
dipertahankan sampai titik darah penghabisan. Malah, demikianlah sifat
seseorang yang telah merasakan manisnya aqidah. “Orang yang bisa merasakan manisnya iman yaitu orang yang telah bisa
merasakan puas kepada Allah sebagai Tuhannya, puas Islam menjadi agamanya , dan
puas terhadap Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul-Nya”.
Tumbuhnya
rasa puas serta rela tersebut berinplikasi terhadap kesempurnaan pelaksanaan
peribadatan kita kepada Allah SWT. Tetap
berupaya semaksimal mungkin melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi
segala larangan-Nya, menjadi kenyataan.Tujuan pokoknya adalah agar selamat
hidup di dunia sampai di akhirat. “Allah
pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan
(kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir,
pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya
kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal
didalamnya”. (QS. Al-Baqarah:257).
Penghayatan
dan pengamalan ajaran Islam yang berdasarkan akidah yang kuat, yang akan
menggerakkan seseorang ihklas dan senang menjalankan semua kewajiban dan kebaikan,
baik yang berkenaan dengan urusan dunia terlebih lagi urusan akhirat. Kuat
menghadapi segala bentuk halangan dan rintangan hidup, tidak diliputi rasa
kawatir. Sehingga penghayatan dan pengamalan ajaran agama Islam menjadi sifat
kepribadiannya. Keberadaannya merasa diawasi dan dijaga oleh Allah SWT. Selamat
dari godaan syaitan , yang selalu mengajak kepada manusia supaya melakukan
segala macam kejahatan dan kemungkaran. “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah Kamu mengikuti langkah-langkah syaitan.
Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan
itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan yang mungkar”. (QS. An-Nur:21).
Tentu
saja, semua orang ingin menjadi pribadi mukmin yang paripurna, yang kuat akidahnya, istiqomah ibadahnya dan
kuat menghadapi semua cobaan hidup. Keinginan seperti itu insya Allah bisa
terwujud manakala kita mau perupaya sekuat kemampuan kita masing-masing, dengan
tetap memohon hidayah Allah SWT, melaksanakan semua perintahNya dan
meninggalkan semua larangan-Nya. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar