KHUTBAH
JUM’AT :
MEWUJUDKAN
SOLIDARITAS DAN KEADILAN SOSIAL
SEBAGAI KARAKTER ORANG-ORANG YANG BERTAQWA
Oleh : Drs. Anis Purwanto
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ
وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا،
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَهُوَ الْمُهْتَدُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ
وَلِيًا مُرْشِدًا. أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَي حَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا وَمَوْلَنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَأصَحابهِ اْلأَخْيَارِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى
يَوْمِ الدِّيْنِ.
قَالَ
تَعَالَي عَزَّ مِنْ قَائِلٍ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. أَمَّا بَعْدُ.
Hadirin jamaah jum’ah
rokhimakumullah
Segala puji bagi Allah, Tuhan dan sesembahan
seluruh makhluk, yang telah mencurahkan nikmat dan karunia-Nya yang tak
terhingga dan tak pernah putus. Baik
berupa Iman, Islam, maupun kesehatan. Sehingga pada saat ini, kita dapat
menunaikan ibadah shalat Jum’at secara bersama-sama.
Shalawat
dan salam kita sanjungkan ke haribaan junjungan besar kita, Nabi Agung, Nabi
Mulia, Nabi Muhammad SAW. Dialah sebagai seorang pendobrak dekadensi moral
manusia. Melalui jerih payah, pengorbanan, dan perjuangan beliaulah, kita dapat
terbebas dari kekufuran, kejahiliyahan dan kehinaan. Demikian halnya, semoga
shalawat dan salam tetap tercurahkan untuk keluarganya, para sahabat dan
pengikutnya hingga akhir zaman. Atas jerih payah, pengorbanan dan keikhlasan
merekalah, cahaya Islam dapat terbit di belahan timur bumi ini, “Indonesia”,
tanpa kekerasan, tanpa pemaksaan dan tanpa penjajahan.
Dari mimbar Jum’at ini, kita mengajak kepada kita sekalian
untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Peningkatan iman
yang terus dilakukan dengan peningkatan amal shaleh. Karena derajat kemuliaan
seorang hamba di sisi Allah hanyalah dinilai dengan ketakwaannya.
إِنَّ أَڪۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَٮٰكُمۡۚ
“Sesungguhnya orang
yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa”. (QS. Al
Hujarat: 13).
Memang kata-kata taqwa teramat mudah diucapkan, teramat ģampang bagi seseorang untuk mengaku
dan merasa sebagai insan yang bertaqwa, termasuk kita. Dan memang ketaqwaan
seseorang itu sulit diketahui oleh orang lain. Karena letak taqwa itu sendiri
berada di dalam relung hati terdalam.
ﺍﻟﺘَّﻘﻮَﻯ ﻫَﺎﻫُﻨَﺎ - ﻭَﻳُﺸﻴﺮُ
ﺇِﻟَﻰ ﺻَﺪﺭِﻩِ ﺛَﻼَﺙَ ﻣَﺮﺍﺕٍ - ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ
"Taqwa itu di sini" kata Nabi SAW sambil
beliau menunjuk dadanya tiga kali”.
Artinya bahwa, pada dasarnya
ketaqwaan seseorang itu tidak diketahui orang lain, karena taqwa itu tersembjnyi
di balik dada. Namun demikian, hadlirin yang berbahagia. Allah pernah menunjukkan tabiat orang yang
taqwa.
ٱلَّذِينَ
يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَيۡبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَـٰهُمۡ
يُنفِقُونَ
“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang
mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada
mereka”,(QS. Al-Baqarah :3)
Hadirin jamaah jum’ah
rokhimakumullah
Tiga karakter yang tak
lepas dari orang yang taqwa itu tadi, dapat disederhanakan bahwa orang yang
bertaqwa itu sama dengan orang yang beriman, sedangkan orang yang mengaku
beriman harus dibuktikan dengan membangun hubungan yang baik dengan Allah SWT
dengan melaksanakan shalat dan juga
dibarengi dengan membangun hubungan baik dengan sesama manusia dengan melaksanakan
petintah zakat
Taat Zakat atau sadar infaq dan shadaqah, akan membuat seseorang
memiliki kepekaan terhadap kesetiakawanan dan akan membentuk kepribadian jiwa.
Keadilan Sosial yang nyata akan menjauhkan seseorang dari jiwa individualis
yang merupakan cikal bakal dari jiwa kapitalis.
Islam sangat menekankan betapa pentingnya keadilan sosial ini. Karena
pentingnya keadilan sosial dan kepedulian terhadap sesama manusia, sampai-sampai Allah memperingatkan dengan
keras sebagaimana yang tersebut dalam Al- Qur'an Surat Al-Ma’un ayat 1-7 :
أَرَءَيۡتَ ٱلَّذِى
يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ (١) فَذَٲلِكَ ٱلَّذِى يَدُعُّ ٱلۡيَتِيمَ (٢) وَلَا
يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِينِ (٣) فَوَيۡلٌ۬ لِّلۡمُصَلِّينَ (٤)
ٱلَّذِينَ هُمۡ عَن صَلَاتِہِمۡ سَاهُونَ (٥) ٱلَّذِينَ هُمۡ يُرَآءُونَ (٦)
وَيَمۡنَعُونَ ٱلۡمَاعُونَ (٧)
“Tahukan kamu (orang) yang mendustakan Agama
?. Ialah yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan membeir makan orang
miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang yang shalat. (yaitu) orang-orang yang
lalai dalam shalatnya. Orang yang berbuat riya’. Dan enggan (menolong dengan )
barang berguna”.
Dalam surat ke 107 ini, Allah mengawali dengan sebuah pertanyaan :
siapa sebenarnya yang telah mendustakan agama?,
ialah mereka yang tidak peduli terhadap orang-orang miskin dan tidak
ambil pusing dengan kehidupan anak-anak yatim.
Selain itu,
Islam adalah agama yang paling konprehensif dan sangat memperhatikan
solidaritas social. Tidak ada satu ibadah pun yang tidak mempunyai tujuan dan dampaknya untuk kepentingan social secara
positif. Sebab dari sisi makna,
Islam mempunyai arti “menyerahkan” atau “memasrahkan” sesuatu yang sangat
mulia. Dalam Al Quran pengertian tersebut di transpormasikan menjadi tindakan
penyerahan diri yang mengandung otonomi demi kepentingan diri atau ego manusia
sendiri. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Nurcholis Majid, bahwa
Islam adalah agama al-hanifiyyat as-samha’ – agama yang cenderung pada
kebenaran dan penuh toleransi.
لَآ إِكۡرَاهَ فِى ٱلدِّينِۖ قَد تَّبَيَّنَ
ٱلرُّشۡدُ مِنَ ٱلۡغَىِّۚ فَمَن يَكۡفُرۡ بِٱلطَّـٰغُوتِ وَيُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ
فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَاۗ وَٱللَّهُ
سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Tidak
ada paksaaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan
yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu, barangsiapa yang ingkar
kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah : 256).
Islam, tidak
hanya berarti penyerahan diri secara absolut kepada kehendak Allah, akan tetapi
juga bermakna berusaha sekuat-kuatnya untuk melaksanakan kebaikan, baik untuk
dirinya maupun untuk orang lain. Makna dari
pelaksanaan kebaikan inilah di maksudkan sebagai solidaritas social. Karena itu sejarah telah membuktikan
bahwa di tengah kompleksitas dan keragaman agama, etnis dan
kepentingan-kepentingan yang berbeda, Nabi Muhammad sebagai pembawa ajaran
Islam telah berhasil membuat suatu konsep solidaritas social sebagaimana yang
tertgambar dalam “piagam madinah”, dengan
prinsip saling tolong menolong sebagai aktualisasi dari adanya
kebersamaan, hubungan dan persahabatan yang harmonis diantara kelompok-kelompok
social.
Hadirin jamaah jum’ah
rokhimakumullah
Apabila
msyarakat mempunyai komitmen yang kuat terhadap tegaknya solidaritas dan
keadilan sosial, maka perubahan struktur didalam masyarakat tidak harus
disertai dengan pergolakan, anarkhis yang justru membawa dampak negatip yang
sangat luar biasa didalam masyarakat. Sehingga maksud penegakan keadilan justru berakibat
kesengsaraan dan timbulnya rasa takut, ketidak pastian hukum dan krisis
kepercayaan yang berkepanjangan. Dan sebaliknya perombakan harus dilandasi oleh
kesadaran agama yang kuat. Terjadinya pergolakan itu apabila manusia
mengedepankan penyakit manusiawinya (hawa nafsu), seperti rakus, sombong,
kemunafikan, fasik, kekufuran dan musyik (dholim).
وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلظَّـٰلِمِينَ
“Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang
zalim”. (QS.Ali Imran : 57 )
Oleh karena solidaritas bersipat
kemanusiaan dan mengandung nilai “adiluhung”, maka tidaklah aneh kalau
solidaritas dan keadilan ini merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar
lagi !. Memang mudah mengucapkan kata solidaritas tetapi kenyataannya dalam
kehidupan manusia sangat jauh sekali. Kita sebagai bangsa Indonesia yang didera
multi krisis jangan berkecil hati untuk memperbaiki ke arah yang lebih baik
lagi. Perjuangan solidaritas ala Islam salah satu wahana untuk meningkatkan
ketakwaan dan keshalehan sosial. Di alam yang serba komplek ini untuk menuju
tangga ketakwaan (solidaritas) memang membutuhkan perjuangan yang tidak remeh
karena berkaitan dengan hati dan kesiapan. Tapi tidaklah kita memperhatikan
teladan Nabi Muhammad SAW dan sebagian para sahabat Nabi yang dijamin masuk
surga, mereka melakukan amalan-amalan yang terpuji karena mengharap ridha Allah
SWT.
Semoga kita bisa mengimplementasikan
keshalehan sosial ini dalam kehidupan kita sehari-hari dan menjaganya, sehingga menjadikan cermin yang baik terhadap
kehidupan sosial disekitar kita. Dan semoga kita semua bisa benar-benar
menjadi hamba Allah yang bertaqwa sehingga mampu meraih kebahagiaan di dunia
sampai di akhirat. Aamiin yaa mujibas
saailiin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ
فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ.
فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar