KHUTBAH
JUM’AT
ISLAM AKAN TERUS HIDUP DAN TETAP BERSINAR
Oleh : ANIS PURWANTO
Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Sebuah dinamika kehidupan hanya
dapat kita nilai manakala kita mau merenungkan langkah-langkah kita dimasa lalu
dan kemudian memikirkan apa langkah kita dimasa-masa yang akan datang. Maka
alangkah baiknya pada kesempatan mulia ini kita merenung dan menghitung diri
kemudian berusaha untuk terus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita,
melaksanakan segala perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya,
sehingga kualitas kehidupan kita di masa datang akan lebih baik dari masa lalu.
Shalawat dan salam kita sampaikan kepada baginda Rasulullah SAW, teladan umat
semesta, panutan dalam merealisasikan ketaqwaan dalam kehidupan nyata, dalam
bermasyarakat dan bernegara.
Disinilah sebenarnya letak hakekat taqwa yang merupakan
kunci sukses bagi seorang hamba Allah untuk mendapatkan tempat tertinggi
disisiNya. Semoga kita termasuk diantara hamba-hamba Allah yang muttaqin.
Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Tahun
baru hijrah 1435 H baru kita rayakan dan kini gempitanya masih kita rasakan.
Tentunya tidak salah jika kita mengambil kembali pelajaran atas peristiwa
hijrahnya Rasulullah SAW dari kota Mekah ke Madinah 1435 tahun silam itu.
Marilah kita belajar kepada Rasulullah SAW, bagaimana menjadi amanat, memenuhi
janji dan pemberani, tentunya.
Pertemuan
orang kafir di Darun Nadwah, disejarahkan bahwa
MPR nya orang kafir saat itu, telah menelorkan keputusan untuk membunuh
Rasulullah SAW. Untuk mewujudkan hal itu, Abu Jahal sebagai pimpinan orang
kafir mengumpulkan pemuda dan bodyguardnya.
Maka, terkumpullah 20 pemuda yang diberi tugas mengepung rumah Rasulullah SAW,
rumah petunjuk dan kebenaran, rumah dari sahabat Malaikat Jibri. Sementara itu Rasulullah SAW, memberitahu Ali
apa yang akan dilakukannya. Lalu, beliau berkata kepadanya, “Ali, tidurlah kamu malam ini diatas
pembaringanku, Ali menjawab: Jiwaku akan menjadi tebusanmu wahai Rasulullah”.
Allah kemudian memberitahukan apa yang terjadi di Darun Nadwah ,“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir
Quraisy memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakannmu
atau membunuhmu, atau mengusairmu. Mareka memikirkan tipu daya dan Allah
menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya”. (QS
Al Anfal:30). Tujuan mereka sangat jelas, yaitu menangkap, membunuh atau mengusir Rasulullah SAW. Berangkatlah ke
20 orang itu untuk mengepung rumah Rasulullah SAW. Lalu, siapakah yang menjaga
dan melindungi Rasulullah ?.
Ma’asyiral Muslimin rokhimakumullah.
Didalam
rumah Rasulullah SAW, terlihat tengah memuji, berzikir, dan bertasbih kepada
Allah SWT. Suara kebenaran senantiasa akan meninggi dengan zikir kepada Allah,
sementara suara kebatilan hanya mengancam dan menakut-nakuti. Dan tibalah waktu
yang ditunggu-tunggu, Ali pun telah menempati pembaringan beliau, yang ini
berarti Ali siap menghadapi resiko apapun yang akan terjadi. Rasulullah SAW pun
keluar dari rumahnya dengan selamat.
وَجَعَلۡنَا
مِنۢ بَيۡنِ أَيۡدِيہِمۡ سَدًّ۬ا وَمِنۡ خَلۡفِهِمۡ سَدًّ۬ا فَأَغۡشَيۡنَـٰهُمۡ
فَهُمۡ لَا يُبۡصِرُونَ
“Dan Kami adakan dihadapan mereka
dinding dan dibelakan mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka
sehingga mereka tidak dapat melihat”. QS Yasin :9
Dengan
qudrah dan kehendak Allah, dalam ayat itu disebutkan mata orang-orang yang
mengepung tertutup dan tidak bisa melihat. Allah menggunakan kata “Fa aghsyainahum” - Kami tutup (mata) mereka, dan tidak menggunakan kata “ Fa amnahum” - Kami
buat mereka tidur, karena kalau mereka tidur, mareka bisa jadi akan
terbangun manakala mendengar suara gerakan. Maka Rasulullah pun bisa melewati
mereka dengan leluasa. Bersama Abu Bakar telah pergi meninggalkan mereka,
menempuh jalan yang telah ditentukan. Kafilah tauhid telah berlalu, kafilah
Islam telah berjalan meskipun serigala menggonggong di tengah jalan.
Ma’asyiral Muslimin rokhimakumullah.
Sekarang,
hijrah yang berarti meninggalkan, berpindah atau berubah, adalah perbendaharaan
umat yang paling berbinar. Hijrah adalah semangat perubahan yang tak kenal
henti. Ia bagaikan ombak samudra yang terus menerus menerpa pantai. Hijrah
adalah etos kerja untuk meraih cita-cita dan kedudukan mulia (maqomam
mahmudah). Hijrah adalah pedang kelewang yang akan menebas segala kegelapan,
kebodohan, kemiskinan dan kebatilan. Dengan semangat hijrah itu pula, kita akan
mengubah nasib dan melepaskan topeng-topeng buruk yang telah menutupi keindahan
wajah dan jati diri kita sebagai pembawa pelita, cahaya rahmatan lil alamin.
Karena, kita sadar bahwasannya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum,
kecuali kaum itu sendiri yang mengubah nasibnya.
Akan
tetapi, hijrah tidaklah berdiri sendiri. Hijrah adalah senyawa iman dan
kesungguhan :
ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَـٰهَدُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمۡوَٲلِهِمۡ
وَأَنفُسِہِمۡ أَعۡظَمُ دَرَجَةً عِندَ ٱللَّهِۚ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ
ٱلۡفَآٮِٕزُونَ
“Orang-orang yang beriman dan
berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka,
adalah lebih tinggi derajatnya disisi Allah, dan itulah orang-orang yang
mendapat kemenangan”. (QS At Taubah:20).
Ma’asyiral Muslimin
rokhimakumullah.
Iman,
hijrah dan jihad adalah rumus sukses untuk meraih tujuan. Kini, peristiwa hijrah yang didalamnya
tersimpan suatu kebijaksanaan sejarah atau sunatullah, agar membuka tutup mata
kita untuk senantiasa mengambil hikmah, meneladani dan mentransformasikan
nilai-nilai dan ajaran Rasulullah SAW dalam konteks kekinian.
Pertama, adalah transformasi
keummatan. Bahwa nilai penting atau missi utama hijrah Rasulullah beserta kaum
muslimin adalah untuk menyelamatkan nasib kemanusiaan. Betapa serangkaian
peristiwa hijrah itu, selalu didahului oleh fenomena penindasan dan kekejaman.
Dan tujuan dari hijrah, dalam visi Al-Qur’an itu, agar manusia dapat mengenyam
kebebasan. Jadi tidak semata-mata perpindahan fisik, melainkan lebih dari
melibatkan hijrah mental-spiritual, sehingga mereka memperoleh kesadaran baru
bagi keutuhan martabatnya. Maka halangan, hadangan, tipu daya bahkan ancaman
pembunuhan dapat dihadapi, demi terwujudnya tatanan masyarakat berdasarkan
moral utama (makarimal akhlaq), suasana tenteram penuh persaudaraan dalam
pluralitas (ukhuwah) dan mengedepankan misi penyejahteraan rakyat
(al-maslahatul al-ra’iyah).
Kedua, adalah transformasi
kebudayaan. Hijrah dalam konteks ini telah mengentaskan masyarakat dari
kebudayaan jahili menuju kebudayaan Islami, yakni mengembalikan keutuhan moral
dan martabat kemanusiaan secara universal (rahmatan lil alamin). Sebab martabat
atau hak-hak asasi, yang merupakan pundamen utama suatu kebudayaan .
Ketiga, adalah transformasi
keagamaan. Transformasi inilah, yang didalam konteks hijrah, dapat dikatakan
sebagai pilar utama keberhasilan dakwah rasulullah. Dimana Rasulullah selalu mengedepankan
ukhuwah.
Demikianlah
Islam, mengajarkan kepada kita prinsip hijrah yang pada dasarnya bertujuan
untuk kebaikan dunia dan akhirat kita, yakni hijrah yang terkait dengan
situasi, kondisi dan keadaan, seperti hijrah dari situasi jahiliyah yang mendominasi
system dan gaya kehidupan (life style) kita, kondisi dimana kemungkaran dan
kemaksiatan merajalela, sebagai akibat system jahiliyah yang diterapkan, dan
dalam kondisi penjajahan modern dan dominasi asing dalam berbagai lapangan
kehidupan.
Hijrah
adalah solusi dari berbagai kondisi pahit. Hijrah adalah jalan kemerdekaan dari
belenggu dan penjajah system jahili. Karena hijrah adalah system nilai yang
datang dari Allah, maka hijrah tersebut akan bernilai di mata Allah dan
menghasilkan berbagai manfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat kita. Demikian
sekelumit tentang hijrah, semoga kita dapat mengaktualisasikannya dalam kehidupan nyata. Amin ya rabbal ‘alamin.
(Diambil dari berbagai sumber).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar