KHUTBAH JUM’AT
REVOLOSI KEYAKINAN DALAM PERISTISWA QURBAN
Oleh : ANIS PURWANTO
Ma’asyiral
Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Segala puji atas limpahan karunia Allah yang tak pernah
habis-habisnya kita rasakan dan nikmati. Sebagai ungkapan rasa syukur
kita, marilah kita perbaiki hubungan
kita dengan Allah SWT dengan meningkatkan kualitas iman dan taqwa, menjadikan
setiap gerak dan langkah kita mencari keridhoaan Allah semata. Shalawat dan salam kepada baginda Rasulullah
SAW, teladan umat semesta, panutan dalam merealisasikan ketaqwaan dalam
kehidupan nyata, dalam bermasyarakat dan bernegara.
Ma’asyiral
Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Kita beriman
kepada Allah SWT, setelah menyadari dengan sepenuh keyakinan, bahwa iman
merupakan landasan fundamental, yang menjadi dasar dalam menghadapi gelombang
pasang surut kehidupan di dunia fana ini.
Kadang-kadang menghembus sangat dahsyat, hingga tak jarang biduk
kehidupan menjadi oleng, bahkan dapat mencampakkan seseorang pada situasi putus
harapan.
Tetapi sebabagi manusia beriman, mestinya tidak akan
membiarkan dirinya karam tenggelam , karena iman yang terhujam dalam hatinya
menjadi pegangan rohani “yang kuat”, yang mesti lembut namun teramat kokoh.
Dalam Islam, iman adalah kebutuhan jiwa
yang teramat mendasar, melebihi segala-galanya. Iman yang dipilih secara sadar dan sengaja, akan menjadikan si
pemiliknya menjadi manusia tangguh, ketika berhadapan dengan segala corak
situasi, betapaun berat dan sulit, betapapun rumit dan dilematis. Sebab, dengan
mutiara iman yang mahal itu, akan dapat terpancarkan dalam setiap pikiran, dan
perbuatan.
إِنَّمَا
ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُہُمۡ وَإِذَا
تُلِيَتۡ عَلَيۡہِمۡ ءَايَـٰتُهُ ۥ زَادَتۡہُمۡ إِيمَـٰنً۬ا وَعَلَىٰ
رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu ialah, mereka yang apabila nama Allah disebut,
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat Allah kepada mereka,
bertambahlah iman mereka, dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal”.(QS Al
Anfal:2)
Ma’asyiral
Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
ndicator bagi
orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT sangatlah spektakuler,
sebab meski nampak ringan dalam kata-kata akan tetapi sangat dahsyat
pengaruhnya, sebab jujur kita harus
berani mengatakan, bahwa sebagian kehidupan kita masih terlalu banyak diarahkan
oleh hawa nafsu. Karenanya menjadi keharusan bagi semua umat Islam untuk kembali
mengenang dan mengambil iktibar tentang adanya peristiwa dramatik yang terurai
pada sejarah Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as. Dalam peristiwa itu dilukiskan
betapa iman yang dipilih secara sadar dan sengaja dapat mengalahkan
segala-galanya, sekalipun itu pertimbangan logis. Dalam kasus sejarah kenabian,
peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim as dan putra beliau “Nabi Ismail as” merupakan merupakan peristiwa dilematis,
tetapi keduanya sepakat menempuh karena pencaran iman.
Kita dapat mengatakan bahwa, peristiwa tersebut adalah
peristiwa yang luar biasa, karena drama yang dimainkan Nabi Ibrahim as dan Nabi
Ismail as, adalah drama pertentangan antara dua nilai yang bertolak belakang,
sebab dapat menghantarkan Nabi Ismail as ke pintu maut.
Dari sejarah kita mengetahui bahwa Ismail di mata Nabi
Ibrahim as, bukanlah semata-mata anak bagi seorang ayah, namun Ismail adalah
buah hati bersulam kasih sayang, yang telah didambakan Nabi Ibrahim as sangat
lama, dan merupakan hadiah yang diterimanya sebagai imbalan karena ia telah
memenuhi hidupnya dengan perjuangan. Tetapi tanpa di duga, Allah SWT
memerintahkan Nabi Ibrahim as agar menyembelih buah hati yang sangat
disayanginya itu.
Betapa guncangnya jiwa Nabi Ibrahim as menerima perintah
itu, tidaklah dapat dibayangkan. Nabi Ibrahim as sebagai hamba Allah SWT yang
paling muhklis dan patuhpun bisa gemetar dan goyah. Hatinya bergolak. Hati
kecilnya diliputi tanda Tanya. Siapakah yang lebih dicintai, Allah ataukah
Ismail. Inilah pilihan yang sangat dilematis itu.
Namun getaran jiwa yang dikendalikan oleh iman, akhirnya
memenangkan Nabi Ibrahim as dalam pergolakan batin itu. Langkahnya berpihak
kepada Allah SWT, dan pasrah mengorbankan Ismail yang sangat dicintainya.
Sejarah manapun belum pernah mencatat adanya peristiwa antara ayah-anak seperti
ini, yang didahului dialog yang sangat bersahabat namun mencekam adanya. Sebagaimana telah di kisahkan dalam Al Qur’an
Surah Ash Shaffat ayat 102 :
فَلَمَّا بَلَغَ
مَعَهُ ٱلسَّعۡىَ قَالَ يَـٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلۡمَنَامِ أَنِّىٓ
أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَـٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ
سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ
“Ibrahim berkata, Hai anakku, sesungguhnya aku melihat didalam mimpi
bahwa aku akan meyembelihmu, maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu ?. Dia
(Ismail) menjawab; Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada
engkau, insya Allah engkau akan mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar”.
Ma’asyiral
Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Dari peristiwa pengorbana Nabi Ibrahim as, telah memberikan
gambaran tentang adanya revolosi keyakinan yang sangat besar untuk memantapkan
keyakinan dan patuh hanya kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Besar. Dan tidak
sepantasnya manusia diperbudak oleh harta benda atau materi yang bersifat duniawiyah,
betapapun sepintas lalu Nampak hebat dan mengagumkan. Maka ketundukan dan
pasrah diri hanya ditujukan kepada Allah SWT Sang pencipta alam semesta beserta
seluruh isinya. Disilah letak konsep tauhid, dimana dengan tauhid manusia akan
terangkat derajatnya dan mampu menghadapi berbagai problem, dalam melaksanakan
tugas sebagai khalifah fil ardl.
Keteladanan Nabi Ibrahim as hendaklah juga dijadikan contoh
bagi keluarga masa kini. Kecintaan kepada sesuatu yang sangat dicintai,
termasuk kecintaan kepada harta benda secara berlebihan dapat berakibat
memudarnya keutuhan tauhid kita. Disamping dapat berakibat lahirnya sifat
egoistis, ujub dan takabur hingga tidak dapat menghormati orang lain. Disamping
itu, kecintaan kita terhadap harta benda secara berlebihan akan menimbulkan
sikap kapitalis, sebuah sikap yang dibenci oleh Islam. Begitu pula dalam
mencintai agama ini, manakala dilakukan dengan fanatic buta akan melahirkan
sifat anti pati terhadap orang yang tidak sepaham dengan dirinya, sehingga
ketenteraman yang merupakan inti dari ajaran agama, tidak akan sampai pada
tujuannya.
Ma’asyiral
Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Jika diperbandingkan, ajaran Islam sebagaimana yang telah
diperagakan dengan bagus oleh Nabi Ibrahim as dan Ismail as, dengan praktek-praktek
kehidupan sekarang ini, maka secara jujur harus diakui bahwa masih terlalu
banyak jarak antara cita-cita Islam dengan kenyataan riil perilaku umatnya.
Banyak diantara kita “yang sudah mampu” bukan saja enggan mengorbankan sesuatu
yang dicintainya, untuk sekedar turut dirasakan oleh saudara se iman. Semoga
kita terhindar dari hal-hal yang dapat menjadikan saudara-saudara se iman
menjerit, merintih dan menangis, lantaran mereka menjadi korban perbuatan kita.
Meski penipuan, kebohongan, pelanggaran, penindasan dan kesewenang-wenangan, bahkan
koropsi kolosi dan manipulasi semakin santer terjadi dinegeri ini. Yang lebih
menyedihkan lagi adalah, bila ada diantara kita yang sudi mengorbankan agama
atau akidahnya demi kesenengan dan
kenikmatan sesaat.
Demikian saudara sedikit kilas balik dari semangat
berkurban setelah kita beridul adha, semoga kita dapat mengambil hikmah untuk melanjutkan
berkurban kita dalam iman dan taqwa kepada Allah SWT, bahagia di dunia dan di
akhirat. Amin ya rabbal ‘alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar