Kamis, 16 Mei 2013

MENJAGA AMANAH



MENJAGA AMANAH
Oleh :  Anis Purwanto

            Diantara bentuk ketaqwaan seseorang hamba kepada Allah SWT adalah dengan menjalankan dan menjaga amanah yang dipikulnya. Baik amanah yang berkaitan dengan kewajiban kepada Allah SWT, seperti shalat, membayar zakat, haji dan lain-lain, maupun yang berkaitan dengan kewajiban kepada sesama manusia. Karenanya, perlu kita ketahui bahwa sebenarnya amanah itu sangat luas cakupannya. Dan amanah yang diemban oleh setiap orang tidak selalu sama dengan yang lainnya. Namun semua akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT, nanti atas pelaksanaan amanah yang kita pikul.
            Perlu diketahui, bahwa menjalankan amanah dan menjaganya bukanlah perkara yang mudah dilakukan semudah membalikkan tangan. Oleh karena itu, yang perlu kita ketahui adalah bagaimana menjaga amanah yang sebetulnya. Sebab nyatanya Allah telah menjelaskan tentang betapa beratnya amanah yang dipikulkan kepada kita para manusia.  Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir kan mengkhianatinya, dan dipikullah  amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (QS Al Ahzab : 72).
            Di dalam ayat tersebut kita ketahui, bahwa amanah ini sebenarnya telah ditawarkan kepada alam semesta, kepada langit, bumi dan gunung-gunung, namun mereka semua takut memanggulnya dan enggan menerimanya karena takut dengan azab Allah SWT, karena mereka menyadari betapa beratnya menjalankan amanah tersebut. Sehingga mereka khawatir akan menyelisihi amanah, hanya saja, manusia dengan berbagai kelemahannya, memilih untuk menerima amanah tersebut.
            Sesungguhnya amanat tersebut adalah merupakan beban syariat yang mencakup hak-hak Allah dan hak-hak hambaNya. Siapa yang menunaikannya, maka dia mendapat pahala dan barang siapa yang menyia-nyiakannya, maka ia mendapatkan siksa. Berkenaan tentang menjaga amanah ini, terbagi menjadi 3 tipologi manusia :
-       Kelompok pertama, adalah orang-orang yang menampakkan dirinya seolah-olah menjalankan amanah. Yaitu dengan menampakkan keimanannya namun sesungguhnya mereka tidak beriman. Mereka itulah yang disebut golongan orang-orang munafik.
-       Kelompok kedua, adalah orang-orang yang dengan terang-terangan menyelisihi amanah tersebut. Yaitu mereka tidak mau beriman baik secara lahir maupun batin. Mereka adalah golongan  orang-orang kafir dan musyikin.
-       Kelompok ketiga, adalah orang-orang yang menjaga amanah yaitu golongan orang-orang yang beriman baik secara lahir maupun batin.
Dua golongan yakni orang-orang munafik dan musyikin akan diadzab dengan adzab yang sangat pedih. Sedangkan golongn orang-orang yang beriman,  merekalah orang-orang yang akan mendapatkan ampunan serta rahmat dari Allah SWT.  “Sehingga Allah mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan serta orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Ahzab : 73).  Dan       siapa yang memiliki kesempurnaan sifat amanah, maka ia telah menyempurnakan agamanya, dan siapa yang tidak memilikinya, maka ia telah membuang agamanya.  “Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menjaga janjinya”. (HR Imam Ahmad).
            Perlu diingat, bahwa menyia-nyiakan dan tidak menunaikan amanah, memiliki implikasi buruk pada keadaan seseorang dan dapat menjadi sebab kerusakan di masyarakat. Oleh karena itu, marilah bertawakal kepada Allah SWT, untuk menjaga amanah  dan menunaikan hak-hak dan kewajiban sebagai seorang  hamba serta berupaya sekuat kemampuan untuk meninggalkan larangan Allah SWT. “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya”. (QS. An Nisa’ : 58).
            Sedangkan cara untuk menjaga amanah ini, adalah dengan kita senantiasa menginginkan agar orang lain mendapatkan kebaikan sebagaimana kita menginginkan kebaikan itu pada diri kita. Sebab seseorang yang bermuamalah dengan orang lain, mestinya melihat dan bercermin pada dirinya. Misalnya dalam hal jual beli, sewa menyewa, sebagai seorang karyawan,  seorang pegawai dan lain-lain, dia tidak ingin memperlakukan kewajibannya dengan tidak baik, sebagaimana dia tidak ingin perlakuan tersebut menimpa dirinya. Seorang yang menjual barang, misalnya dia harus menjualnya dengan menjaga amanah. Termasuk dari menjaga amanah adalah yang berkaitan dengan pendidikan. Seorang pengajar, misalnya ia harus berusaha menjaga amanah yang dipikulnya. Dia harus perusaha untuk  menjadi contoh yang baik bagi anak didiknya. Ia berupaya menyampaikan ilmu yang bermanfaat dengan cara mudah dipahami oleh anak didiknya.
            Termasuk menjaga amanah adalah yang berkaitan dengan tanggung jawab terhadap orang-orang yang berada dibawah kekuasaan dan pemeliharaannya. Semakin banyak atau semakin luas lingkup kekuasaannya maka semakin besar tanggung jawabnya. Seorang kepala desa tanggung jawabnya lebih besar dari pada seorang kepala dusun, dan seterusnya sampai seorang presiden, sebagai kepala pemerintah dalam suatu Negara, maka tanggung jawabnya adalah meliputi seluruh Negara. Begitu pula seorang suami bertanggung jawab atas keluarganya dan seterusnya.
            Sudah semestinya bagi pemimpin rumah tangga untuk memelihara keluarganya dari hal-hal yang membahayakan mereka, baik urusan dunia apalagi akhiratnya. Terlebih pada saat kerusakan dan kemaksiatan tersebat dimana-mana. Sebagaimana setiap orang tentu akan berusaha menjaga hartanya ketika dia mendengar bahwa pencurian dan semisalnya tengah merajalela. Namun sebetulnya, menjaga keluarga dan anak-anaknya dari kerusakan yang ada disekitarnya semestinya lebih diutamakan dari menjaga harta. Karena melalaikan kewajiban ini akan menyebabkan munculnya generasi mendatang yang akan berbuat kerusakan di muka bumi ini. Juga karena setiap orang tua tentunya tidak menginginkan dirinya masuk ke dalam surga sementara anak-anaknya di adzab di api neraka. Oleh karena itu, semestinya kita berusaha menjaga amanah ini, sehingga mudah-mudahan Allah SWT menyelamatkan kita semua dan keluarga kita dari siksa api neraka.   Sedangkan Muhammad Abduh, membagi tingkatan amanah menjadi tiga yaitu :
Pertama, amanah hamba kepada Allah, yaitu menepati janji mereka untuk menaati semua perintah Allah dan meninggalkan laranganNya. Seorang hamba, yang amanah kepada Sang Khaliq, akan menggunakan hati nurani dan anggota tubuhnya untuk hal-hal yang bermanfaat baginya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, baginya, maksiat dan dosa adalah pengkhianatan terhadap Allah SWT.
Kedua, amanah hamba kepada sesamanya, yaitu, menjaga sesuatu yang diterima dan menyampaikan kepada yang berhak menerima. Orang yang dititipi barang atau pinjaman wajib menyerahkan kembali kepada pemiliknya dalam keadaan seperti semula. Bahkan pada sat ia diamanati sesuatu rahasia maka wajib menjaga rahasia itu dari kebocoran. Amanah semacam ini juga, menurut Imam A-Razi. Mencakup kejujuran para penguasa dan ulama dalam membimbing masyarakat.
Dan ketiga, amanah hamba kepada dirinya sendiri. Allah SWT membekali manusia dengan anugerah akal untuk membedakan antara yang hak dan yang batil. Oleh sebab itulah manusia menjadi mahkluk Allah yang paling mulia. Ia tidak boleh memilih sesuatu untuk dirinya, kecuali yang paling bermanfaat menurut agama serta kemanfaatan dunia.
Termasuk  juga bersifat amanah adalah orang yang menjaga dirinya dari sebab-sebab kematian yang ditimbulkan oleh penyakit ataupun bencana alam. Kehidupan ini adalah amanah yang Allah titiipkan kepada kita agar kita merawatnya dengan sebaik mungkin. Sebab lalai dalam menyikapi nikmat sama artinya mengkhianati amanah llah SWT. Pengaruh kualitas amanah juga amat penting dalam menegakkan hukum di kancah social. Allah SWT memerintahkan hambaNya untuk menunaikan amanah, karena merupakan sumber keadilan dalam menetapkan suatu hukum.   “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hokum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. An Nisa’ : 58)
            Ayat ini mencakup seluruh jenis amanah. Diantara yang terpenting adalah tugas, pekerjaan dan jabatan. Siapa yang menunaikan kewajiban yang Allah bebankan pada tugas dan jabatan tersebutdan merealisasikannya kemaslahatan kaum muslimin, maka ia telah menunaikan amanah dan berbuat kebaikan untuk akhiratnya, dan yang tidak menunaikannya dengan baik serta menyia-nyiakan jabatan dan kedudukan yang diamanahkan kepada kita, apapun bentuknya, maka ia telah mengkhianati amanah dan mendapatkan bencana dan siksaan Allah SWT di akhirat nanti. Oleh karena itu, menjaga dan menyampaikan amanat adalah fitrah manusia. Jika amanah terjaga, manusia tidak perlu menuntut keadilan. Mari kita budayakan sifat amanah dan tegakkan hukum seadil-adilnya dalam setiap sendi kehidupan.
            Demikian juga amanah yang dititipkan orang kepada kita, kita wajib menunaikannya sebagaimana mestinya  dan jangan berkhianat walaupun orang lain mengkhianati kita. Semoga kita diberikan kekuatan lahir dan batin oleh Allah SWT untuk dapat menjaga dan menjalankan amanah yang diberikan kepada kita, dengan sebaik-baiknya, sehingga kita akan mendapatkan kebahagiaan didunia dan diakhirat.  Wallahu a’lam.