Senin, 31 Desember 2012

KUNCI SUKSES DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW : TINJAUAN PRAKTIS TENTANG SEJARAH DAKWAH


KUNCI SUKSES DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW
TINJAUAN PRAKTIS TENTANG SEJARAH DAKWAH
Oleh : Anis Purwanto

            Sebagai seorang muslim yang taat atau seorang mukmin yang baik, pastilah tidak akan meragukan atas Rasul Muhammad SAW,  itu sebagai insane kamil. Beliau sebagai seorang Nabi dan Rasul yang memiliki empat sifat kenabian (kerasulan): Shidiq, amanah, tabligh dan fathonah, serta terjauh dari sifat lawannya. Bahkan beliau dinobatkan sebagai seseorang yang sangat dipercaya, dengan gelar al amin.
            Beliau adalah satu-satunya penyampai, penjelas dan pengamal Al-Qur’an yang sangat sempurna. Beliau SAW adalah satu-satunya yang amaliyah, haliyah dan ubudiyah, menjadi cerminan utuh dan paripurna, “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan keselamatan di hari kiamat dan banyak menyebut asma Allah”. (QS. Al Ahzab:21)
            Bila kita menyimak kembali dalam sejarah dakwah Rasulullah pada awal penyiaran agama Islam, beliau adalah seorang yang mendahulukan tazkiyah dalam menghadapi kejahilan kaumnya, dengan sifat yang sabar, tekun, pantang menyerah, dan penuh optimis atas datangnya rahmat dan pertolongan Allah SWT. Sehingga dengan ketangguhan dan ketabahan mental yang luar biasa serta satunya kata dengan perbuatan, selalu terdepan ‘ibda’ binafsih’. Beliau tidak pernah melupakan berdoa kepada Allah SWT, baik bagi dirinya maupun keluarganya, sahabat dan pengikutnya bahkan bagi musuh-musuhnya. Dengan demikian Nampak sebagai sinar terang yang mampu menembus relung kegelapan dan mampu membukakan kebutaan mata hati yang jahili.
            Malahan tonggak sejarah kesuksesan dakwah Islamiyah Rasulullah  berawal dari penegasan Rasulullah tentang kewajiban menyampaikan amanah. Penegaasan Rasulullah SAW itu disampaikan dalam khutbah Wada’ yaitu sebuah pidato pamitan dengan umatnya di padang Arofah, sebelum baginda menerima wahyu terakhir ayat 3 Surat Al Maidah. Isi dari khutbah perpisahan tersebut, beliau menegaskan untuk menjadi pegangan umat Islam sepanjang masa yang antara lain, penegasan kewajiban menjaga keamanan jiwa, harta milik manusia, kewajiban menyampaikan amanah, menghapuskan riba, hak dan kewajiban kehidupan rumah tangga dan keluarga, pemeliharaan ukhuwah Islamiyah dan penegasan tentang persamaan hak dan martabat manusia.
            Dalam setiap penegasan itu Rasulullah selalu bertanya kepada umatnya, “Apakah aku telah menyampaikan kepada kalian?” . Umat menjawab dengan penuh haru dan khidmat, “Benar, engkau telah menyampaikan”.   Puncak atau klimaks dari pesan terakhir itu sampai pada ucapan, “Camkanlah wahai kalian ucapanku ini, sesungguhnya aku telah menyampaikan dan meninggalkan kepadamu sesuatu yang jika kamu berpegang teguh dengannya, niscaya kamu tidak akan sesat selama-lamanya, sesuatu itu jelas dan terag yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabinya”.
            Penegasan tersebut kemudian diiringi dengan sebuah pertanyaan. “Dan sesungguhnya jika ditanya tentang aku, maka apa jawab kalian ?”. Lalu dijawab oleh umat yang hadir waktu itu, “Ya Allah kami bersaksi bahwasannya engkau Muhammad sungguh benar-benar telah menyampaikan, menunaikan dan memberi nasehat dengan sebenar-benarnya”. Sesudah itu Rasulullah mengacungkan tangannya ke atas dan kemudian ditunjuk kepada orang banyak dan bersabda, “Ya Allah saksikanlah, ya Allah saksikanlah”.
            Penegasan Rasulullah diatas mengandung tugas yang sangat berat dan mulia bagi semua umat Islam. Sebagai pengikut Rasul alangkah bahagianya jikalau kita mampu menyampaikan sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah. Apabila Rasulullah diutus sebagai rahmat bagi seluruh isi alam, maka bagi kita umat pengikut Rasul tidak perlu seluas isi alam sebagaimana yang dilakukan oleh Rasul, tetapi cukuplah kiranya kita dahulukan rahmat itu kepada keluarga, kemudian kepada masyarakat sekeliling kita dan baru kepada umat seluruhnya.
            Misi Nabi Muhammad SAW, yang juga misi Islam adalah berjuang untuk menyebarluaskan dan membagi-bagi rahmat Allah kepada segenap insan, tanpa kecuali. Dengan Islam rahmat Allah akan Nampak dirasakan oleh pemeluknya dan juga oleh umat yang lain. Karena rahmat Allah meliputi segalanya, tanpa pilih kasih. Dan setiap muslim dengan segala kemampuan yang ada padanya, harus mengambil peran meratakan rahmat Allah kepada siapapun yang membutuhkan. “Sesungguhnya Allah telah membeli (kemampuan, tenaga dan pikiran) pada diri kaum muslimin, dan harta milik mereka (dengan jaminan) bahwa mereka itu akan masuk surga”. (QS. At Taubah:111).
            Kontrak antara Allah dengan orang-orang beriman, bahwa jiwa raga beserta segenap potensi yang dimiliki dengan imbalan surge adalah hasil dari perbuatan seorang muslim dalam pengabdian totalnya kepada Allah SWT, untuk ikut menyebarluaskan rahmat Allah kepada sesame hidup. Pengabdian yang bulat, kesetiaan serta ketaatan yang penuh kepada sang khaliq adalah merupakan landasan dan motivasi yang dahsyat dimana seseorang muslim rela berkorban dengan apa saja yang dimiliki didalam menegakkan ajaran Islam di tengah-tengah pergulatan zaman.
            Di dalam pola kerja (proses penyampaian dan atau dalam rangka memecahkan persoalan umat), haruslah ditautkan dengan kondisi obyektif yang dihadapi/masalah yang digarap. Bukankah Nabi SAW pernah memerintahkan sahabat Mu’adz bin Jabal, “Permudah dan janganlah engkau pesulit”. Inilah kunci sukses dakwah Rasulullah dan para sahabatnya. Dan kini yang terpenting adalah bagaimana kemampuan kita dalam menginventarisasi persoalan Islam dan umat Islam secara kategoristik dari yang terberat dan terbesar sampai pada persoalan yang terkecil, dalam suatu peta dakwah yang lengkap dengan criteria dari masing-masing persoalan. Kemudian dituangkan kesemuanya itu dalam program kerja kegiatan mulai yang berskala pendek sampai jangka panjang, dalam rangka menjawab persoalan yang dihadapi oleh umat Islam. Wallahu a’lam.

Selasa, 18 Desember 2012

PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM


PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM
Oleh : Anis Purwanto

            Kebudayaan modern didominasi oleh ilmu pengetahuan dan tehnologi yang secara realitas berkat kemajuan tersebut terjadilah perubahan social yang menyangkut seluruh bidang kehidupan. Perubahan social yang hanya berprinsip pada aspirsi baru akan menciptakan krisis identitas yang fatal. Maka didalam proses perkembangannya diperlukan adanya visi spiritual dan cultural yang diharapkan mampu menjadi kompas kearah kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mengoreksi kecenderungan negative dari ilmu pengetahuan dn tehnologi. Sehingga perubahan social tersebut tidak sekedar masyarakat berubah melinkan mempunyai tendensi kearah kemajuan unsure inovasi dan kondisi yang lebih baik dari pada masa-masa sebelumnya ilmu pengetahuan dan tehnologi tersebut muncul dalam bentuk-bentuk yang membawa kemaslahatan.
            Problematika pendidikan diabad modern sekarang ini semakin kompleks, sejajar kompleksnya dengan problem social dewasa ini, tidak ketinggalan di dunia pendidikan Islam. Bahkan tidak sedikit persoalan-persoalan itu muncul sebagai tantanagan atas eksistensi pendidikan Islam. Dalam masalah ini kemudian timpul satu pertanyaan dalam benak kita mampukah pendidikan Islam menjawab persoalan-persoalan ini ?. Sementara itu dalam konteks Indonesia kita selaku umat Islam terus menerus diuji dengan berbagai persoalan domestic yang merata disemua lini kehidupan, mulai idiologi, politik, ekonomi, social dan budaya sampai kepada pertahanan dan keamanan. Bahkan kita tidak boleh lengah sedikitpun terhadap adanya usaha-usaha pemurtadan melalui institusi pendidikan. Kita masih ingat bagaimana alotnya pengesahan Sistem Pendidikan Nasional yang baru, berkaitan dengan kuatnya penolakan sebagian warga masyarakat termasuk sebagian umat Islam sendiri. Padahal itu hanyalah baru langkah setapak dari umat Islam untuk memberi peran agama dalam pendidikan dari sekian panjang jalan perjuangan yang harus ditempuh oleh umat Islam.
            Jalan yang dilalui oleh umat Islam didalam memberikan peran dalam upaya mencerdaskan bangsa sungguh sangat jelas, sebab konsep dan metode pendidikan Islam telah lahir sejak masa Rasul Allah. Pendidikan Islam sejak awal berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dasar filsafat pendidikan Islam adalah untuk mengarahkan keselamatan manusia di dunia dan di akhirat. Oleh karenanya umat islam bersikap tekas terhadap usaha-usaha pendangkalan akidah atau bahkan pemurtadan secara sistematis terhadap anak-anak muslim melalui institusi pendidikan (sekolah). Wajar bila umat Islam menghendaki bahwa “setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”. Padahal kalau kita mau bersikap jujur, sesungguhnya keinginan tersebut telah sesuai benar dengan amanat UUD 1945, khususnya pasal 31 ayat 1 ; “pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan system pendidikan nasionalyang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahklak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa’.
            Gagasan-gagasan yang berusaha untuk mempersempit ajaran Islam menjadi ajaran akhirat semata adalah suatu yang sangat membahayakan pada kebesaran agama Islam itu sendiri. Akibat yang paling ringan adalah akan terjadi desakralisasi Islam. Ajaran Islam hanya berfungsi sebagai hiburan. Agama Islam bukan lagi sebagai tuntunan melainkan sebagai tontonan yang diperlukan pada saat merasa membutuhkan. Seorang muslim hanya akan bisa dilihat ketika ia berada di dalam masjid, sedang pada saat diluar masjid tidak bisa lagi dilihat ciri-ciri kemuslimannya. Bahkan akan lebih bangga apabila memakai etika bebas yang dikirim oleh orang-orang barat yang jelas-jelas menghendaki pemisahan dunia dan akhirat.
            Namun semua ini tergantung pada umat Islam sendiri, Rasulullah hanya mewariskan Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai pedoman hidup, yang bersifat universal, sehingga hanya memberikan prinsipnya saja. Oleh karena didalam menjawab persoalan yang dihadapi dunia pendidikan Islam, perlu kita perhatikan prinsip pendidikan Islam; Pertama, sebagai usaha sadar membina, membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik, baik forman maupun non formal. Pendidikan adalah ihtiar manusia dalam rangka membantu pengembangan dan mengarahkan fitrah manusia agar bisa berkembang secara maksimalsesuai tujuan yang dicita-citakan. Usaha pendidikan harus bertujuan meningkatkan iman dan taqwa, tujuan yang bersifat oprasional disusun berdasarkan perkembangan jaman dan kemaslahatan hidup yang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sehingga adanya keseimbangan antara IPTEK dan IMTAQ.
            Kedua; azas pendidikan Islam adalah pendidikan seumur hidup (long life education) berdasarkan fitrah manusia, “Tuntutlah ilmu sejak dari ayunan sampai ke liang lahat”. Bahkan disaat menghadapi sakaratul maut manusia perlu dididik sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Ajarilah orang yang akan mati dengan kalimat laa ilaaha ilallah”.
            Ketiga; setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Adapun penanggung jawab pendidikan adalah keluarga, masyarakat dan pemerintah. Menurut ajaran Islam, sangat diprioritaskan bidang muamalah dan ubudiyah, yang tidak lepas dari tugas-tugas pendidikan itu sendiri, “Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka” (QS At Tahrim:6). Dapat kita perhatikan sabda Rasulullah SAW, “Masing-masing kalian bertanggung jawab atas orang yang kalian pimpin”.
            Keempat; tujuan akhir pendidikan tidak lain adalah terwujudnya insan kamil (manusia sempurna), memiliki keselarasan dan keseimbangan fisik, material dan spiritual, dunia dan akhirat. Dengan kata lain mampu menjaga stabilitas hubungan vertical terhadap tuhannya (hablum minallah) maupun hubungan horizontal terhadap sesamanya (hablum minannas). “Mereka ditimpa kehinaan dimana saja ia berada kecuali bagi mereka yang senantiasa menjalin hubungan vertikal dengan tuhannya dan hubungan horizontal dengan sesamanya (masyarakat). (QS Ali Imran:112).
            Berdasarkan prinsip pandangan bahwa manusia didalam dirinya terdapat kemampuan dasar (fitrah) baik rohaniah maupun jasmaniah, maka manusia memerlukan pendidikan untuk mengembangkan kemampuan dasar menuju hajat manusia dalam segala hal baik bidang duniawiyah maupun uhkrowiyah, selaras dan harmonis. Wallahu a’lam.

           

Senin, 10 Desember 2012

KHUTBAH JUM'AT BAHASA JAWA : NINGKATAKEN AMAL SHALEH


KHUTBAH JUM’AT BAHASA JAWA
 NINGKATAKEN AMAL SHALEH
Dening : Anis Purwanto

Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
Minangka pambukaning khotbah ing siang punika, sumangga sesarengan kita ngeningaken cipta saha manah kita, kanthi nyaosaken pujo puji syukur ing ngarso dalem Allah SWT, Gusti ingkang Maha Agung. Ingkang sampun paring kanugrahan saha kanikmatan dumateng kita sedaya, sahingga ngantos  ing kesempatan Jum’ah siang punika kita saget nindakaken pangibadahan dumateng Allah SWT. Kita nyuwun dumateng Allah SWT mugi-mugi ibadah kita ing siang punika saget katampi dening Allah SWT. Sahingga kita manggih kawilujengan ing donya dumugi ing akherat, amin ya rabbal ‘alamin. Sholawat saha salam mugia tetep kita aturaken dumateng junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW.
Selajengpun, keparenga kulo caos pemut, khususipun dhumateng kulo piyambak, sumanggo sampun ngantos kendel utawi kendhat anggen kita terus usaha lan ikhtiyar murih saya ningkatipun taqwa kita dhumateng Allah SWT. Awit selaku tiyang mukmin kita kedah saget anggadhai aqidah ingkat kiyat, keimanan ingkang teguh, sahingga kanthi iman saha taqwa ingkang kiyat lan tegun, kita sedaya saged pikantuk predikat tiyang ingkang paling mulya ing ngarsanipun Allah. Makaten ingkang dipun dhawuhaken Allah wanten ing Kitab Sucinipun, Al-Qur’an Surat Al-Hujarat ayat 13 :
إِنَّ أَڪۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَٮٰكُمۡ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ۬ (١٣)
 “Satemene wong kang paling mulya ing ngarsane Allah, ing antarane sira kabeh, yaiku wong kang paling taqwa marang Panjenengane”.

            Mugi-mugi ayat dhawuhipun Allah punika saged saya nambahi gumregah lan gumregut ing semangat kita anggenipun badhe terus ningkataken ketaqwaan kita dhumateng allah sarana nindakaken sedaya dhawuhipun lan nebihi saking sawarnining awisanipun. Ing salajengipun Allah ngendika kadha wanten ing Surat Al Imran ayat 102 :

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ (١٠٢)
 “E wong-wong kang iman,  Sira kabeh padha taqwa-a marang Allah kanthi taqwa kang sabener-benere ! Lan sira kabeh aja pisa-pisan mati kejaba kanthi tetepa dadi wong-wong Islam”.

Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
            Ayat punika mengku tigang warni tuntunan ingkang wajib kita tingkataken terus menerus. Inggih punika iman, taqwa lan Islam. Lang mingka pengejawantah utawi panjilmaning iman, taqwa lan Islam punika kedah dipun buktekaken kanthi pengamalan. Awit, iman, tqwa lan Islam ingkang tanpa pengamalan sanes iman, sanes taqwa lan sanes Islam naminipun. Punika naminipun pengakenan tanpa bukti, utawi pengakenan palsu. Wonten satunggaling hadist ngendikanipun Rasulullah saw ingkang nyebadaken : “Satemene Allah iku ora mirsani marang awak-awakmu lan rupa-rupamu, naninging mirsani marang ati-atimu lan amal-amal perbuatanmu”.

            Boten namung hadits kemawon, nanging ayat Al-Qur’an , ugi mboten sekedik ingkang nerangaken bab peranan lan pentingipun amal. Malah wonten satunggaling ayat Al-Qur’an ingkang negasaken bilih bandha donya lan anak akhiripun mboten wonten ginanipun. Namung amal shalih ingkang manfaati tumrap manungsanipun ingkang nindakaken amal kalawau. Allah swt wanten ing Kitab Sucinipun ngendika makaten :

ٱلۡمَالُ وَٱلۡبَنُونَ زِينَةُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا‌ۖ وَٱلۡبَـٰقِيَـٰتُ ٱلصَّـٰلِحَـٰتُ خَيۡرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابً۬ا وَخَيۡرٌ أَمَلاً۬ (٤٦)
 “Bandha donya lan anak iku pepaesing urip kadonyan. Lan amal-amal shaleh iku mujudake ganjaran lan pengarep-arep kang paling utama menggahe Pengeranira”.

            Kanthi ayat punika sampun jelas sanget tumrapipun kita sedaya. Mila kanthi ayat dhawuh pangandikanipun Allah punika, keparenga kita ngajak dhumateng kita sedaya, sumangga kita tingkataken terus amal kesaenan kita kanthi dipun landesi niat ingkang ikhlas lillahi ta’ala. Lan ing babagan ningkataken amal kesaenan punika Rasulullah SAW sampun paring tuntunan lan piwucal makaten : “Sing sapa wonge amal tumindake ing dina iki luwih becik tinimbang amal tumindake ing dina wingi, yaiku wong kang untung (bathi). Lan sing sapa wonge amal tumindake ing dina iki padha karo amal tumindake ing dina wingi, mong mau yaiku wong kang rugi. Lan sing sapa wonge amal tumindake ing dina iki luwih ala tinimbang mala tumindake ing dina wingi, wong kang mangkono iku yaiku wong kang dilaknati dening Allah” (Al-Hadits).

            Bilih kita pahami kanthi njlimet, Gusti kanjeng Nabi merang-merang manungsa dados tigang perangan. Inggih punika : 1. Tiyang ingkang untung. 2. Tiyang ingkang rugi. 3 tiyang ingkang badhe manggih bendunipun Allah. Wondene tiyang ingkang bathi inggih punika tiyang ingkang amal tumindakipun ing dinten punika langkung sae tinimbang amal tumindakipun ing dinten wingi. Mila saking punika, kita sedaya wajib tansah mbudidaya lan ihtiyar ingkang supadas amal tumindak kita punika saya dangu saya tambah meningkat sae, inggih punika amal tumindak ingkang dipun ridlani dening Allah swt.

            Sumangga kita tingkataken kewaspadan tuwin pangatos-atos kita, murih gesang kita wanten ing ndonya ingkang naming sepisan punika sageda sukses, klebet gesang ingkang dipun ridlani dening Allah SWT, amargi saking perbuatan kita ingkang sae, ingkang yen manut istilah agami dipun sebat amal shalih. Inggih punika amal ingkang naming saget dipun tindakaken dening tiyang-tiyang ingkang iman kemawon. Kados kasebat wanten ing Al-Qur’an Surat Al-Bayyinah ayat 7 :

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمۡ خَيۡرُ ٱلۡبَرِيَّةِ (٧)

“Satemene wong-wong kang iman kang padha nindakake amal shalih, yaiku sabecik-becike makhluke Allah”.
            Wondene tiyang-tiyang ingkang kufur dhateng ayat-ayat utawi tandha-tandha keluhuranipun Allah, ingkang kesasar amal usahanipun wonten ing ndonya, lan ingkang nerak awisanipun Allah, nasibipun tiyang-tiyang makaten punika ugi sampun jelasaken wanten ing Al-Qur’an Surat Al-Bayyinah ayat 6 :

إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَـٰبِ وَٱلۡمُشۡرِكِينَ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَـٰلِدِينَ فِيہَآ‌ۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمۡ شَرُّ ٱلۡبَرِيَّةِ (٦)

“Satemene wong-wong kafir saka ahli kitab lan wong-wong musyrik iku padha kelebokake ana ing sajrone neraka jahanam kanthi langgeng abadi salawas-lawase. Wong-wong mau yaiku sa ala-alane makhluke Allah”.


Ma’asyiral Muslimin jamaah jum’ah rokhimakumullah.
            Makaten sekedik atur keterangan ingkang wanten hubunganipun kaliyan bab amal, mugi-mugi saget nambahi kesadaran kita sedaya, tuwin kabikaipun manah kita, satemah saget mahanani lan ndorong kita sedaya dados tiyang ingkang tansah nedya gegancangan wonten ing babagan nindakaken kesaenan. Sahingga kita kagolong tiyang ingkang bekjo ing ndonya ngantor ing akhirat mbenjang, amin ya rabbal ‘alamin.