Kamis, 29 November 2012

DAKWAH ISLAM : Tinjauan Tentang Langgam Dakwah, Bil Yad, Bil Lisan dan Bil Qalbi


DAKWAH ISLAM
Tinjauan Tentang Langgam Dakwah, Bil Yad, Bil Lisan dan Bil Qalbi
Oleh : Anis Purwanto

“Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya (mencegahnya) dengan tangannya (kekuasaannya), apabila ia tidak sanggup dengan lidahnya (nasehat) apabila ia tidak kuasa, maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman”. (HR Muttafaq Alaih)
Berangkat dari konsep dakwah Islam yang telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa berdakwah itu harus dimulai dengan tangan (bil yad), kemudian dengan lisan (bil lisan) dan selanjutnya dengan hati (bil qalbi). Maka adalah perlu kita untuk memberi penafsiran secara sederhana  bagaimana bentuk pendekatan dengan bil yad, bil lisan dan bil qalbi. Sebab secara bijaksana (bil hikmah) perbedaan penonjolan dari ketiga pendekatan/langgam dakwah ini terletak dari cara operasionalnya.
Pendekatan bil yad, penonjolannya adalah sedikit bicara banyak kerja (amal yang kongkrit) dalam menangani urusan kemasyarakatan (umat) dan menyatukan umat dalam satu bangunan kekeluargaan. Pendekatan ini bersifat masal dan ekspansif dalam mengurus persoalan umat ini adanya aksi-aksi social, pembagian makanan dan pakaian kepada para yatim piatu, terbentuknya lembaga social, koperasi, penddidikan, kesejahteraan dan kesehatan adalah contoh dari pendekatan bil yad.
Praktek nyata dalam sejarah dakwah Islam menggunakan pendekatan initerlihat pada dakwah Nabi Muhammad SAW di kota Madinah. Di madinah Nabi Muhammad telah dapat menciptakan suatu tatanan masyarakat Islam yang memiliki tali persaudaraan yang erat. Masyarakat hidup dalam ikatan social yang utuh, tidak menonjolkan kelompok atau golongan masing-masing. Kelompok pedagang, petani, buruh, pengusaha, semuanya hidup rukun dan saling tolong menolong dengan tanpa tendensi untuk saling meremehkan kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Nabi telah membangun masyarakat ideal (madani) inilah keberhasilan Nabi dengan menggunakan dengan pendekatan dakwah bil yad.
Pendekatan bil lisan, penonjolannya terletak pada keterampilan lisan (ucapan) dalam mengutarakan suatu cita-cita, keyakinan, pandangan dan pendapat khususnya tentang ajaran Islam kepada masyarakat (obyek dakwah). Pendekatan ini banyak digunakan para da’I atau para muballigh kita. sehingga ada kesan atau anggapan bahwa dakwah Islam identik dengan ceramah agama. Dan memang kita telah mengakui bahwa pendekatan bil lisan telah banyak mewarnai gerak langkah dakwah Islam secara keseluruhan. Bahkan dengan kemahiran pidatonya seorang da’I atau muballigh dapat mempengaruhi banyak orang dalam waktu singkat. Kita catat saja kiprah KH Zainuddin MZ (alm) da’I sejuta umat. Karena kepandaiannya mengolah kata-kata hikmah, maka beliau dicatat sebagai da’I ‘sejuta umat’  kondang yang yang ketenarannya sejajar dengan para selebritis.
Terlepas dari kenyataan yang ada dilapangan dakwah dalam masyarakat kita, sebagaimana diketahui sebetulnya juga pendekatan bil yad cirinya pada terjun langsung ke lapangan (kancah) untuk menata masyarakat, maka pendekatan bil lisan hanya sampai kepada taraf rumusan teori, pemaparan sesuatu, menjelaskan dan menentukan alternative pemecahan masalah yang dihadapi umat. Sebab tanpa terapan yang kongkrit bil lisan dianggap tidak berhasil. Apabila keberhasilan suatu kegiatan dakwah dengan pendekatan bil lisan (ceramah agama) diukur dengan banyaknya pengunjung, atau karena adanya anggapan bahwa ceramahnya menarik karena diukur dengan banyaknya para audien yang tertawa, sebab dibawakan dengan banyolan-banyolan.
Kita sadar bahwa tidak semua orang dapat menjadi sorang orator (pandai ceramah agama), ini perlu latihan-latihan atau adanya bakat sejak lahir.
Dan pendekatan bil qalbi, penonjolannya adalah mementingkan bagaimana suatu usaha atau kegiatan keagamaan dapat memuaskan batin (menenangkan batin). Cirinya adalah pengambilan sikap diam yang diliputi suasana selalu taqarrub kepada Allah. Bentuk kongkrit dari pendekatan dakwah bil qalbi ini seperti dapat kita lihat sekarang adanya banyak kelompok tariqat atau kumpulan-kumpulan orang shaleh. Suatu contoh dalam sejarah dakwah yang paling banyak menggunakan pendekatan dakwah bil qalbi ini adalah Umar bin Abdul Aziz (khalifah Bani Ummayah). Beliau telah berhasil merombak struktur masyarakat yang tadinya berengsek menjadi masyarakat yang diliputi oleh suasana keagamaan yang mantap.
Dan yang lebih penting bagi kita adalah semestinya segera ambil peran dalam dakwah Islam, apapun pendekatan yang kita pilih (bil yad, bil lisan, dan bil qalbi). Apalagi didalam menghadapi corak masyarakat kita sekarang ini, banyak diliputi oleh keresahan rohani, ketidakpastian, kecemasan, merasa tidak aman, melonggarnya ikatan social dan menggejalanya pandangan hidup materialistic sekularistik, perlu langkah pasti dalam dakwah di masa sekarang dan akan dating.
Hemat kita, sikap dakwah Islam adalah harus melibatkan ketiga pendekatan/langgam dakwah tersebut, yakni bil yad, bil lisan dan bil qalbi. Jadi untuk masyarakat kota, karena telah banyak dilakukan dengan pendekatan bil yad, maka sekarang diusahakan penggabungan dengan pendekatan bil qalbi. Di kota sudah mulai terasa keresahan rohani dan kejenuhan terhadap gejala modern, maka dapat diusahakan dan dibentuk kelompok-kelompok yasinan misalnya atau semacam amalan dzikrullah. Dengan pendekatan ini akan memberikan makna yang dalam, misalnya ketenangan batin, ketenteraaman, kepasrahan, dan sebagainya. Disamping itu, di kota juga diperlukan pendekatan dakwah bil lisan, misalnya senantiasa menyuburkan dialog Islam terbuka, seminar dakwah islam dalam rangka menggali teori-teori baru yang berkaitan dengan strategi dakwah.
Apapun tentang pendekatan dakwah Islam dalam masyarakat di pedesaan, dapat dipastikan bahwa pergeseran nilai dan kecenderungan masyarakat sebagaimana dialami oleh masyarakat perkotaan akan menimpa pula di pedesaan. Akan tetapi kecenderungan itu belum begitu terasa. Oleh karena itu sebagai antisipatif dakwahnya, maka pendekatan dakwah di desa harus segera diubah. Kalau tadinya di desa banyak menggunakan pendekatan bil qalbi, maka sekarang telah saatnya lebih diutamakan pendekatan bil yad. Maksudnya tidak lain agar masyarakat desa tidak hanya menghidupkan kelompok-kelompok shalawatan, yasinan saja, tetapi juga amal kongkrit dalam urusan kemasyarakatan (pembangunan) dalam membentuk masyarakat yang madani di pedesaan, seimbang antara dunia dan akhirat. Membangun lembaga-lembaga social ekonomi, pendidikan yang berbasis wong cilik, pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat harus digalakkan di desa.
Upaya inilah yang kita yakini merupakan sebagaian dari alternative pemecahan masalah yang dihadapi oleh umat. Sebab berbicara tentang dakwah pada hakekatnya adalah berbicara tentang umat dengan segala permasalahannya. Sekecil apapun yang kita lakukan dalam upaya dakwah,  itulah yang terbaik bagi kita. Wallahu a’lam.

Rabu, 28 November 2012

CORAK MASYARAKAT DAKWAH


CORAK MASYARAKAT DAKWAH
Oleh : Anis Purwanto

Berbicara dakwah berarti berbicara juga tentang obyek dakwah dengan segala permasalahan dan coraknya. Bahkan dalam era keterbukaan ini permasalahan yang dihadapi masyarakat dakwah kita semakin berat dan semakin komplek. Malah semakin beratnya, untuk pemenuhan hajat hidup saja sangat sulit. Apalagi bagi  masyarakat yang berpendapatan pas-pasan.
Sesungguhnya masyarakat kita sudah bias hidup dalam alam industry, kendatipun masih ada pola-pola tradisional yang kuat dan mengakar di lingkungan masyarakat pedesaan, namun nuansa industry sudah merambah di seluruh pelosok Negara, dengan segala masalah dan corak.
Dengan nuansa yang demikian itu, maka sesungguhnya masyarakat kita telah meninggalkan pola masyarakat tradisional menuju masyarakat modern dan industrial. Dalam era ini paling tidakkita menemukan ada tiga corak masyarakat, yang menjadi garapan misi dakwah islam secara menyeluruh. Pertama, masyarakat yang bercorak materialis sekularis, yaitu suatu pandangan hidup masyarakat yang segala sesuatu berdasarkan rasio dalam setiap penyelesaian masalah. Memang kecenderungan ini nampak dalam kalangan masyarakat kelas menengah ke atas, dimana nilai-nilai gotong royong telah ditinggalkan, semuanya dinilai dengan uang. Dengan uang kita akan mudah berbuat apa saja, menurut kehendak dan keinginan. Sehingga kita sering mendengar slogan ‘ waktu adalah uang’, ‘ada uang ada barang’, bahkan ada uang kita akan senang. Banyak sekali kita memergoki gejala yang semacam ini dalam masyarakat kita terutama di dalam memecahkan semua permasalahan.
Begitulah contoh corak kemasyarakatan kita pada saat ini, yang secara kasat mata telah menggejala disetiap relung kehidupan. Contoh ini pada teori kebijakan pembangunan yang dicetuskan oleh para ilmuwan penentu kebijakan, memang mengakar dari Negara barat yang mendambakan dan mementingkan rasio. Mestinya bila kita semua menginginkan adanya kemakmuran yang adil dan adil yang makmur, konsepsi agama Islam yang semestinya dikedepankan dalam menjawab setiap persoalan, yang ternyata justru dikesampingkan dan tidak mendapat tempat untuk dijadikan sebagai dasar pijak dalam memecahkan masalah.
Ini semua tantangan yang dihadapi oleh para pengelola dan pelaku dakwah Islam. Dakwah harus mampu mengembalikan citra Islam sebagai agama pembawa rahmah Allah. Agama yang paripurna dan agama yang mengedepankan adanya keseimbangan antara duniawi dan uhkrawi, meskipun uhkrawi lebih utama.
Kedua, krisis rohani. Di kota-kota besar dan bahkan disesa terpelosok sekalipun, sekarang ini masyarakat mengalami keresahan rohani yang luar biasa. Hidup masyarakat mengalami keresahan rohani yang luar biasa. Hidup masyarakat dikejar dengan ketidak menentuan dan seakan-akan setiap saat dikejar oleh bermacam-macam ancaman. Sehingga ada yang menempuh jalan alternative sehingga konpensasi terhadap ketidak mampuan menghadapi beban hidup yang semakin berat. Misalnya dengan ‘ngepil’ narkoba, ganja, dan semacam obat terlarang lainya. Minum-minum yang memabukkan menjadi minuman yang ‘ngetrend’. Bahkan mabuk sampai ‘nyungset’ menjadi bangga dan dikatakan jantan dan ‘jegek’. Kasus bunuh diri, perkosaan, perjudian, dan perampokan semakin meraja lela. Di desa dan lebih-lebih di kota besar pengamalan  keagamaan kian hari kian menurun. Kemudian kasus pindah agama dari Islam ke agama lain semakin Nampak, akibat semakin gencarnya upaya missionarissasi di Indonesia. Bahkan kerusuhan yang berkedok agama sering terjadi belum mendapat penyelesaian yang tuntas. Contoh-contoh ini tiada lain bahwa masyarakat yang berada dalam alam kebebasan cenderung mengalami keresahan rohani yang komplek. Maka tiada lain solusinya yang sangat jitu adalah kembali kepada dasar semula, yakni Al-Qur’an dan As Sunah.
 Ketiga, alienasi dan melonggarnya ikatan social masyarakat. Masyarakat antara yang satu dengan yang lain tidak ada hubungan kebersamaan, toleransi dan tenggang rasa, akan tetapi hubungan mereka hanya bersifat ‘mekanisme impersonal’, yaitu hubungan yang didasarkan pada aspek kebutuhan semata. Di dalam masyarakat pedesaan yang masih subur pola tradisionalnya, memang masih ada kita lihat sikap gotong royong diantara sesama. Akan tetapi didalam masyarakat perkotaan, apalagi di kota-kota besar yang bernuansa industrialnya sangat tinggi, sifat gotong royong telah hilang. Didalam ajaran Islam, misalnya, ada suatu ketentuan bahwa tidak beriman seseorang jika membiarkan tetangganya tidak mempunyai makanan. Bahkan sifat kesetiakawanan dalam Islam dipupuk dengan subur, lewat motivasi-motivasi pahala yang sangat tinggi, sebagaimana diajarkan bila kita memberi makan atau berbuka bagi orang yang berpuasa maka pahalanya sama dengan pahala orang yang mengerjakan puasa. Ini semua artinya bahwa Islam dengan program dakwahnya berkeinginan untuk tetap menempatkan eksistensi manusia dalam tempat yang sangat terhormat, ‘memanusiakan manusia’ baik dihadapan Allah sebagai mahkluk social yang diciptakan oleh Allah untuk mengeluarkan manusia dari keterpurukan social. (QS Ali Imran:10).
Dalam masyarakat modern yang ikatan sosialnya yang semakin memudar , kita tidak melihat siapa diantara yang mengalami kesusahan dan minta pertolongan, lu-lu, gue-gue, bahkan tidak mengenal dan tidak tahu siapa tetangga kita, siapa mengalami kesusahan dan perlu dibantu, kita tidak tahu apakah tetangga sebelah makan atau tidak. Tetangga mengalami kesusahan, ‘sripah’ pun tidak tahu. Pokoknya dapat dikatakan pada taraf ini masyarakat hidup serba didasarkan atas kepentingan pribadi dan mengabaikan kepentingan umum.
Dengan ketiga corak masyarakat dakwah kita yang demikian itu, dakwah Islam betul-betul dihadapkan kepada tugas yang sangat luar biasa beratnya. Dan tolok ukur keberhasilan dakwah adalah adanya bekasan nyata didalam masyarakat. Masyarakat lebih tinggi kesadaran keagamaannya, sosialnya dan ahklakul karimahnya. Oleh karena itu dakwah harus mau menampilkanprofil pelaksana dakwah yang mempunyai integritas tinggi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat obyek dakwah. Sanggup menghadapi berbagai kendala dan memberikan jawaban tuntas dalam setiap permasalahan yang terjadi dalam masyarakat dakwah. Wallahu a’lam.

Selasa, 27 November 2012

DOA UPACARA : HUT KORPRI KE 41 TAHUN 2012


DOA UPACARA HUT KORPRI KE 41 TAHUN 2012

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين، حمد الناعمين حمد الشاكرين، حمدا يوافي نعمه ويكافئ مزيده، يا ربنا لك الحمد كما ينبغي لجلال وجهك الكريم وعظيم سلطانك، اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.

Ya Allah, Tuhan Yang Maha Agung.
Kami agungkan asmamu, karena engkau adalah satu-satunya tempat kami memanjatkan do’a, memohon pinta, menyampaikan harapan, karena itu ya Allah, terimalah kehadiran kami pada saat ini, dengan sifatmu yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Ya Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih.
Pada hari yang amat bahagia ini, ingatan kami tertuju kepada engkau, karena engkau telah memberikan nikmat dan karunia, yang tiada putus-putusnya kepada kami, sehingga kami pada saat ini dapat melakukan upacara peringatan Hari Ulang Tahun KORPRI yang ke 41, di bawah naungan dan kasih sayangmu.
Ya Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Berat tugas yang engkau amanatkan, berat beban yang engkau  pikulkan  kepada bangsa dan Negara kami, karena itu ya Allah, berilah kami segenap anggota KORPRI kekuatan jasmani dan rohani, untuk mengemban tugas sebagai aparatur Negara, abdi Negara dan abdi masyarakat, karena engkau Maha Kuasa dan Maha Pemberi.
Ya Allah, Tuhan Yang Maha Perkasa.
Berilah kami kekuatan, petunjuk dan hidayahmu, agar kami dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab kami sebagai aparatur pemerintah. Dan berilah kami kemampuan untuk meningkatkan diri kami, meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kami kepadamu, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan kami, sehingga kami dapat menjadi aparatur yang jujur, bersih dan berwibawa.
Ya Allah, Tuhan yang Maha Bijaksana.
Hindarkanlah bangsa dan Negara kami dari segala bencana, serta kuatkan rasa persatuan dan kesatuan dikalbu kami, sehingga kami menjadi bangsa yang aman dan tenteram.
Ya Allah, Tuhan Yang Maha Pengampun.
Ampunilah dosa-dosa kami dan dosa pemimpin kami, serta terimalah do’a dan permohonan kami.
Rabbana atina fiddunya khasanah wafil akhiroti khasanah waqina ‘adzabannar. Wal hamdulillahirabbil ‘alamin.
     
 ربنا تقبل منا إنك أنت السميع العليم، وتب علينا إنك أنت التواب الرحيم، ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار، وأدخلنا الجنة مع الأبرار ياعزيز ياغفار يارب العالمين، وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم، والحمد لله رب العالمين.

DAKWAH ISLAM DALAM MASYARAKAT KOTA


DAKWAH ISLAM DALAM MASYARAKAT KOTA
(Suatu Tinjauan Pola Interaksi Antar Jama’ah)
Oleh : Anis Purwanto

Masyarakat sebagai lingkungan atau sebagai sasaran dakwah senantiasa mengalami dinamika perubahan pola interaksi yang menuju pada arah tertentu, yang dapat menimbulkan dampak social maupun fisik. Tata masyarakat yang mapan mengalami perubahan. Semua dasar eksistensi kemasyarakatan terganggu. Bahkan perubahan yang terjadi bersifat menyeluruh, mencakup semua aspek kehidupan, termasuk system kelembagaan Negara, lembaga social, keluarga. Akhirnya mempengaruhi akar kepribadian sebagai dasar system eksistensi diri paling fundamental.
Proses transpormasi social budaya yang terus menerus dalam masyarakat kita ini sering membawa dampak negative, baik dalam sisi psikologis maupun sosiologis. Kecenderungan masyarakat perkotaan yang hidup ‘nafsi-nafsi’, menjadi trend dan cap yang hampir pasti. Dampak yang lebih jauh, manusia merasa seperti kehilangan kasih saying saudara, hubungankeakraban pribadi sudah hilang di tengah-tengah kebisingan deru kenadaraan dan mesin-mesin pabrik, serta polusi udara yang menyesakkan dada.
Untuk mewujudkan benang merah Islam, maka esensi dakwah Islam dalam system sosio cultural adalah memberikan arah perubahan. Merubah struktur masyarakat dan budaya dari kedhaliman kearah keadilan, kebodohan kearah kecerdasan, kemiskinan kea rah kemakmuran, serta perubahan kearah positif lainnya, yang kesemuanya dalam kerangka meningkatkan derajat manusia, kearah puncak kemanusiaan (taqwa).
Pada dasarnya manusia selalu ingin berinteraksi antar manusia, antara satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Interaksi berarti pula proses komonikasi, yang didalamnya akan terbentuk pola-pola interaksi antar anggota kelompok. Dalam kaitannya dengan masyarakat perkotaan yang menonjolkan individualism, materialism dan berpangkal pada wawasan rasional-empirik. Maka komonikasi yang efektif adalah komonikasi yang berbentuk ‘bintang lingkarang’ yang menggambarkan tidak adanya orang pusat, tetapi tiap anggota masyarakat dengan bebas dan langsung dapat saling berkomonikasi. Sebab dengan interaksi lansung antar anggota masyarakat secara bebas, dimungkinkan dapat terpupuk rasa solidaritas dan sebagai langkah terapi dari penyakit individualism.
Karakteristik pokok dari proses perubahan yang terus menerus di Negara kita ini, membawa implikasi dan dampak yang sangat luas. Stu sisi arus perubahan demikian cepatnya, di sisi lain pelaku serta obyek perubahan belum siap. Sehingga disana-sini terjadi kesenjangan yang terus melebar, baik yang bersifat idiologis sampai kepada hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak, yang akibatnya sebagai kelompok masyarakat tidak mampu berkomonikasi dalam system interaksi social. Sehingga mereka terpinggirkan dan seakan menjadi masyarakat asing di kotanya. Sebab ikatan social tradisional digantikan peranannya oleh hubungan-hubungan yang didasarkan kepada rasional, empiric, legal dan kontraktual.
Agar Islam sebagai konsep hidup universal yang dating dari Allah SWT, harus direalisir pada dataran kenyataan hidup bermasyarakat. Dalam proses aktualisasi ajarannya, dihadapkan dengan berbagai masalah yang kompleks, menyangkut aspek kehidupan manusia (sasaran dakwah). Dinamika masyarakat yang selalu berubah tersebut, menurut kreativitas para pelaku dakwah, sehingga kedinamisan ajaran Islam dapat terwujud.
Dalam masyarakat perkotaan, dimana faham individualis yang materialism lebih dominan disbanding pola social tradisional, sehingga membelenggu kehidupan masyarakat tanpa memperhatikan akidah yang seharusnya dimiliki dan tertanam kuat dalam hati setiap individu, makin mempertinggi jurang pemisah antara kelompok kaya dan miskin. Hal ini tidak dapat dipungkiri, sebab system kapitalisme memang menanamkan faham demikian. Dan disadari atau tidak, masyarakat Islam akan juga terpengaruh atau terbawa arus pada kehidupan masyarakat tersebut ‘perlahan tapi pasti’. Oleh karenanya Islam dating dengan seperangkat konsep keselarasan/keseimbangan. Manusia sebagai kalifah Allah di bumi mendapat tugas mengolah potensi alam dengan akal dan pikirannya untuk kesejahteraan hidup. Keseimbangan yang diharapkan adalah tidak mengesampingkan kebutuhan uhrowi, disamping mengembangkan akal budi.
Konsekuensi logis yang dipikul manusia selama berkiprah sebagai khalifah Allah di muka bumi, dituntut adanya pertanggungjawaban dihadapan Allah SWT. Tiap-tiap individu bertanggung jawab  atas hasil kerja yang dilakukannya. Kaitannya dengan masyarakat Islam menghendaki keutuhan kelompok. Dengan demikian maka setiap warga masyarakat wajib menjaga dan melestarikan hubungan natar sesame anggota masyarakat.
Khususnya dalam masyarakat perkotaan, dimana tiap individu kurang memperhatikan hubungan kelompok dan lebih memikirkan hubungan yang saling menguntungkan. Maka para pelaku dakwah perlu mengadakan perombakan dan pemurnian akidah secara total, dengan menemukan suatu bentuk interaksi antar jamaah yang tepat, didalam mempertahankan akidah, moralitas serta ukhuwah Islamiyah didalam masyarakat kota.
Maka dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa interaksi yang efektif dapat digunakan disini adalah komonikasi yang memberikan kebebasan hubungan dan kontak langsung antar sesame jamaah, dengan sendirinya akan tercermin keutuhan kelompok masyarakat yang Islami. Hasil yang dapat dirasakan lebih jauh, Islam dapat memberikan rasa aman dalam pribadi masyarakat. Hal ini juga merupakan realisasi iman yang telah meresap pada diri pribadi. Dengan demikian perintah Allah kepada manusia sebagai mahkluk social untuk selalu menciptakan hubungan kekeluargaan pada setiap strata kehidupan tetap terjaga. Di lain pihak tanggung jawab moral dan ikatan social jamaah utuh. Hal tersebut dapat diwujudkan, misalnya ditengah-tengah kesibukan individu dapat dibentuk kelompok-kelompok kecil untuk mendalami Islam, kelompok yasinan, kajian tasawuf, memperbanyak dzikir dan berdoa kepada Allah SWT, merenungkan kembali fitrah manusia, barang kali lebih efektif disbanding dengan mengadakan seminar tentang Islam dengan biaya yang sangat mahal, tapi hasilnya hanya ditumpuk di meja kerjanya.
Inilah sekelumit dakwah Islam dalam masyarakat kota, yang ditinjau dari pola interaksi antar jamaah, dengan jalan perlu diciptakannya bentuk interaksi yang bebas dan langsung, dimana setiap anggota masyarakat dapat saling mempengaruhi dan saling menguntungkan kea rah perubahan yang lebih positif. Wallahu a’lam.